Forum Majelis Rasulullah
islamy tentang tawassul – 2009/07/14 04:33 assalaamu^alaykum
Ana lihat kok segala macam tawassul disini
diperbolehkan…??..bukankah itu butuh pemahaman ilmu yg benar…?
Perlu kita ketahui jenis tawasuul yg dilarang.
Di antara bentuk tawassul semacam ini adalah tawassul yang
dilakukan sebagian kaum muslimin pada saat membaca shalawat Badr.
Dalam shalawat ini terdapat kalimat, yang artinya: Kami
bertawasul dengan sang pemberi petunjuk, Rasulullah dan setiap
orang yang berjihad di jalan Allah, yaitu pasukan perang badar.
Para ulama menjelaskan bahwa tawassul model semacam ini memiliki
dua hukum:
[Pertama] Hukumnya bid ah, karena tawassul termasuk salah satu
bentuk ibadah. Sementara bentuk tawassul dengan cara ini belum
pernah dipraktekkan di zaman Nabi alaihis shalatu wa sallam dan
para sahabat.
[Kedua] Jika diyakini dengan menggunakan tawassul jenis ini
menyebabkan do anya menjadi cepat terkabul maka hukumnya syirik
kecil. Karena orang yang menggunakan kedudukan orang lain di sisi
Allah berarti menjadikan sebab tercapainya sesuatu yang pada
hakekatnya itu bukan sebab. Pendek kata, tawassul ini termasuk
kedustaan atas nama syari at.
Mohon habib menjelaskannya…
wa^alaykumsalaam
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
munzir Re:tentang tawassul – 2009/07/14 04:58 Alaikumsalam warahmatullah
wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari
hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
tawassul bukan bid^ah apalagi syirik, ia adalah sunnah Rasul saw
dg dalil dalil yg sharih, shahih dan tsiqah, berikut penjelasan
saya mengenai tawassul pada buku saya kenalilah akidahmu.
TAWASSUL
Saudara saudaraku masih banyak yg memohon penjelasan mengenai
tawassul, waha saudaraku, Allah swt sudah memerintah kita
melakukan tawassul, tawassul adalah mengambil perantara makhluk
untuk doa kita pd Allah swt, Allah swt mengenalkan kita pada Iman
dan Islam dengan perantara makhluk Nya, yaitu Nabi Muhammad saw
sebagai perantara pertama kita kepada Allah swt, lalu perantara
kedua adalah para sahabat, lalu perantara ketiga adalah para tabi
in, demikian berpuluh puluh perantara sampai pada guru kita, yg
mengajarkan kita islam, shalat, puasa, zakat dll, barangkali
perantara kita adalah ayah ibu kita, namun diatas mereka ada
perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw, sampailah kepada
Allah swt.
Allah swt berfirman : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah/
patuhlah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat
mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt,
agar kamu mendapatkan keberuntungan (QS.Al-Maidah-35).
Ayat ini jelas menganjurkan kita untuk mengambil perantara antara
kita dengan Allah, dan Rasul saw adalah sebaik baik perantara, dan
beliau saw sendiri bersabda : Barangsiapa yg mendengar adzan lalu
menjawab dg doa : Wahai Allah Tuhan Pemilik Dakwah yg sempurna
ini, dan shalat yg dijalankan ini, berilah Muhammad (saw) hak
menjadi perantara dan limpahkan anugerah, dan bangkitkan untuknya
Kedudukan yg terpuji sebagaimana yg telah kau janjikan padanya .
Maka halal baginya syafaatku (Shahih Bukhari hadits no.589 dan
hadits no.4442)
Hadits ini jelas bahwa Rasul saw menunjukkan bahwa beliau saw tak
melarang tawassul pd beliau saw, bahkan orang yg mendoakan hak
tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan syafaat beliau saw.
Tawassul ini boleh kepada amal shalih, misalnya doa : Wahai
Allah, demi amal perbuatanku yg saat itu kabulkanlah doaku ,
sebagaimana telah teriwayatkan dalam Shahih Bukhari dalam hadits
yg panjang menceritakan tiga orang yg terperangkap di goa dan
masing masing bertawassul pada amal shalihnya.
Dan boleh juga tawassul pada Nabi saw atau orang lainnya,
sebagaimana yg diperbuat oleh Umar bin Khattab ra, bahwa Umar bin
Khattab ra shalat istisqa lalu berdoa kepada Allah dg doa : wahai
Allah.., sungguh kami telah mengambil perantara (bertawassul) pada
Mu dengan Nabi kami Muhammad saw agar kau turunkan hujan lalu kau
turunkan hujan, maka kini kami mengambil perantara (bertawassul)
pada Mu Dengan Paman Nabi Mu (Abbas bin Abdulmuttalib ra) yg
melihat beliau sang Nabi saw maka turunkanlah hujan maka hujanpun
turun dg derasnya. (Shahih Bukhari hadits no.964 dan no.3507).
Riwayat diatas menunjukkan bahwa :
Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan
Allah swt.
Para sahabat besar bertawassul satu sama lain antara mereka dan
dikabulkan Allah swt.
Para sahabat besar bertawassul pada keluarga Nabi saw
(perhatikan ucapan Umar ra : Dengan Paman nabi Mu (Abbas ra).
Kenapa beliau tak ucapkan namanya saja?, misalnya Demi Abbas bin
Abdulmuttalib ra?, namun justru beliau tak mengucapkan nama, tapi
mengucapkan sebutan Paman Nabi dalam doanya kepada Allah, dan
Allah mengabulkan doanya, menunjukkan bahwa Tawassul pada keluarga
Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar, dan dikabulkan Allah.
Para sahabat besar bertawassul pada kemuliaan sahabatnya yg
melihat Rasul saw, perhatikan ucapan Umar bin Khattab ra : dengan
pamannya yg melihatnya (dengan paman nabi saw yg melihat Nabi
saw) jelaslah bahwa melihat Rasul saw mempunyai kemuliaan
tersendiri disisi Umar bin Khattab ra hingga beliau menyebutnya
dalam doanya, maka melihat Rasul saw adalah kemuliaan yg
ditawassuli Umar ra dan dikabulkan Allah, padahal beliau saw pun
melihat dan jumpa dg Nabi saw.
Dan boleh tawassul pada benda, sebagaimana Rasulullah saw
bertawassul pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk
kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika ada yg sakit :
Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian
dari kami, sembuhlah yg sakit pada kami, dg izin tuhan kami
(shahih Bukhari hadits no.5413, dan Shahih Muslim hadits no.2194),
ucapan beliau saw : demi air liur sebagian dari kami menunjukkan
bahwa beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin yg dengan
itu dapat menyembuhkan penyakit, dg izin Allah swt tentunya,
sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan, namun dg izin Allah
pula tentunya, juga beliau bertawassul pada tanah, menunjukkan
diperbolehkannya bertawassul pada benda mati atau apa saja karena
semuanya mengandung kemuliaan Allah swt, seluruh alam ini
menyimpan kekuatan Allah dan seluruh alam ini berasal dari Allah
swt, tak satupun benda yg bukan dalam kekuasaan Allah swt di alam.
Riwayat lain ketika datangnya seorang buta pada Rasul saw, seraya
mengadukan kebutaannya dan minta didoakan agar sembuh, maka Rasul
saw menyarankannya agar bersabar, namun orang ini tetap meminta
agar Rasul saw berdoa untuk kesembuhannya, maka Rasul saw
memerintahkannya untuk berwudhu, lalu shalat dua rakaat, lalu
Rasul saw mengajarkan doa ini padanya, ucapkanlah : Wahai Allah,
Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi
Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku
menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku
ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi
syafaat hajatku untukku (Shahih Ibn Khuzaimah hadits no.1219,
Mustadrak ala shahihain hadits no.1180 dan ia berkata hadits ini
shahih dg syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas ini jelas jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini
agar berdoa dengan doa tersebut, Rasul saw yg mengajarkan padanya,
bukan orang buta itu yg membuat buat doa ini, tapi Rasul saw yg
mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu, sebagaimana juga Rasul
saw mengajarkan ummatnya bershalawat padanya, bersalam padanya.
Lalu muncullah pendapat saudara saudara kita, bahwa tawassul hanya
boleh pada Nabi saw, pendapat ini tentunya keliru, karena Umar bin
Khattab ra bertawassul pada Abbas bin Abdulmuttalib ra.
Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari diatas, bahkan Rasul saw
bertawassul pada tanah dan air liur.
Adapula pendapat mengatakan tawassul hanya boleh pada yg hidup,
pendapat ini ditentang dengan riwayat shahih berikut : telah
datang kepada utsman bin hanif ra seorang yg mengadukan bahwa
Utsman bin Affan ra tak memperhatikan kebutuhannya, maka
berkatalah Utsman bin Hanif ra : berwudulah, lalu shalat lah dua
rakaat di masjid, lalu berdoalah dg doa : : Wahai Allah, Aku
meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi
Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku
menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku
ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi
syafaat hajatku untukku (doa yg sama dg riwayat diatas) , nanti
selepas kau lakukan itu maka ikutlah dg ku kesuatu tempat.
Maka orang itupun melakukannya lalu utsman bin hanif ra
mengajaknya keluar masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra,
lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa apa Utsman bin
Affan lebih dulu bertanya padanya : apa hajatmu? , orang itu
menyebutkan hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya. Dan
orang itu keluar menemui Ustman bin Hanif ra dan berkata : kau
bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan
hajatku ya..?? , maka berkata Utsman bin hanif ra : aku tak
bicara apa2 pada Utsman bin Affan ra tentangmu, Cuma aku
menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada orang buta dan
sembuh . (Majmu zawaid Juz 2 hal 279).
Tentunya doa ini dibaca setelah wafatnya Rasul saw, dan itu
diajarkan oleh Utsman bin hanif ra dan dikabulkan Allah.
Ucapan : Wahai Muhammad.. dalam doa tawassul itu banyak dipungkiri
oleh sebagian saudara saudara kita, mereka berkata kenapa
memanggil orang yg sudah mati?, kita menjawabnya : sungguh kita
setiap shalat mengucapkan salam pada Nabi saw yg telah wafat :
Assalamu alaika ayyuhannabiyyu (Salam sejahtera atasmu wahai nabi
), dan nabi saw menjawabnya, sebagaimana sabda beliau saw :
tiadalah seseorang bersalam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan
ruh ku hingga aku menjawab salamnya (HR Sunan Imam Baihaqiy
Alkubra hadits no.10.050)
Berkata Imam Ibn Katsir bahwa bukan berarti Rasul saw ruh nya
keluar dan masuk untuk menjawab semua salam ummat beliau saw,
namun hadits ini memberikan penafsiran bahwa Rasul saw setelah
wafat, dikembalikan ruh nya untuk menjawab salam ummat beliau saw
hingga akhir zaman (Tafsir Imam Ibn Katsir)
Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah
diharamkan oleh Rasulullah saw, tak pula oleh ijma para Sahabat
Radhiyallahu anhum, tak pula oleh para tabi in dan bahkan oleh
para ulama serta imam-imam besar Muhadditsin, bahkan Allah
memerintahkannya, Rasul saw mengajarkannya, sahabat radhiyallahu
anhum mengamalkannya.
Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara, tak ada yang
mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya
atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.
Tak ada pula yg membedakan antara tawassul pada yg hidup dan mati,
karena tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau
benda (seperti air liur yg tergolong benda) dihadapan Allah,
bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan tentunya
kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dg kematian,
justru mereka yg membedakan bolehnya tawassul pada yg hidup saja
dan mengharamkan pada yg mati, maka mereka itu malah dirisaukan
akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap makhluk hidup
bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yg hidup
dan yg mati tak bisa memberi manfaat apa apa kecuali karena Allah
memuliakannya,
bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan
Allah, berarti si hidup itu sebanding dg Allah??, si hidup bisa
berbuat sesuatu pada keputusan Allah??,
tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan
dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali
dengan izin Allah swt. Yang hidup tak akan mampu berbuat
terkecuali dengan izin Allah swt dan yang mati pun bukan mustahil
memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah swt.
Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah swt atas orang
yang mati adalah dirisaukan terjebak pada kekufuran yang jelas,
karena hidup ataupun mati tidak membedakan kodrat Ilahi dan tidak
bisa membatasi kemampuan Allah SWT. Ketakwaan mereka dan kedekatan
mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.
Sebagai contoh dari bertawassul, seorang pengemis datang pada
seorang saudagar kaya dan dermawan, kebetulan almarhumah istri
saudagar itu adalah tetangganya, lalu saat ia mengemis pada
saudagar itu ia berkata Berilah hajat saya tuan saya adalah
tetangga dekat amarhumah istri tuan maka tentunya si saudagar
akan memberi lebih pada si pengemis karena ia tetangga mendiang
istrinya, Nah bukankah hal ini mengambil manfaat dari orang yang
telah mati? Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan orang mati
tak bisa memberi manfaat?, Jelas-jelas saudagar itu akan sangat
menghormati atau mengabulkan hajat si pengemis, atau memberinya
uang lebih, karena ia menyebut nama orang yang ia cintai walau
sudah wafat.
Walaupun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan
akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahman Arrahiim, yang
maha pemurah dan maha penyantun?, istri saudagar yang telah wafat
itu tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang urusan
hajat sipengemis pada si saudagar, NAMUN TENTUNYA SI PENGEMIS
MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT, entah apa yang
membuat pemikiran saudara saudara kita menyempit hingga tak mampu
mengambil permisalan mudah seperti ini.
Mengenai hadits riwayat Shahih Bukhari tentang tawassul pada amal
shalih, sebenarnya justru hadits itu menjelaskan bahwa Allah swt
tidak mengabulkan tawassul pada amal shalih kecuali dg bantuan doa
temannya, mereka bertiga, orang pertama bertawassul atas amal
shalihnya, maka batu penutup goa itu bergeser sedikit tanpa mereka
bisa keluar, lalu orang kedua bertawassul pada amalnya, dan batu
itu bergeser sedikit lagi dan mereka belum bisa selamat, dan orang
ketiga tawassul baru batu itu bergeser sedikit lagi dan mereka
bisa selamat, jelas sudah bahwa tawassul pada amal shalih hanya
bisa mengabulkan sepertiga hajat mereka, mesti dibantu oleh amal
teman2nya,
Sedangkan tawassul Umar bin Khattab ra pada Abbas ra yg juga pada
Shahih Bukhari, langsung membuat terkabulnya doa, menunjukkan
tawassul pada orang shalih lebih cepat dikabulkan daripada
tawassul pada amal kita.
Saudara saudaraku, boleh berdoa dengan tanpa perantara, boleh
berdoa dg perantara, boleh berdoa dg perantara orang shalih, boleh
berdoa dg perantara amal kita yg shalih, boleh berdoa dg perantara
nabi saw, boleh pada shalihin, boleh pada benda, misalnya Wahai
Allah Demi kemuliaan Ka bah , atau Wahai Allah Demi kemuliaan
Arafat , dlsb, tak ada larangan mengenai ini dari Allah, tidak
pula dari Rasul saw, tidak pula dari sahabat, tidak pula dari Tabi
in, tidak pula dari Imam Imam dan muhadditsin, bahkan sebaliknya
Allah menganjurkannya, Rasul saw mengajarkannya, Sahabat
mengamalkannya, demikian hingga kini.
Walillahittaufiq
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a^lam
Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah
Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22453