Abie Musik di dalam Masjid – 2008/04/04 01:19 Ass…….Wr….Wb…
Habib yang saya cintai, saya salah satu jamaah Majelis Rasulullah
dari Pondok Gede, yang mau saya tanyakan adalah apa hukumnya
membaca Salawat di dalam Masjid di iringi dengan alat musik Islam
spt Hadroh dll, karena setiap saya ikut ngaji di Pancoran selalu
di ingatkan sama teman saya kalo hukum nya tidak boleh,tapi selalu
saya tampikan pertanyaan nya itu dengan mengajak dia ikut ngaji di
Majelis Rasulullah.
Mohon petunjuk dari Habib agar saya bisa menjawabnya dengan dasar
yang jelas!!!!
Sukron,,,,
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
admin Re:Musik di dalam Masjid – 2008/04/04 01:44 Walaikumsalam wr wb,
Berikut kutipan jawaban Hb Munzir atas pertanyaan yg sudah ada
sebelumnya:
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
cahaya keridhoan Nya semoga selalu menerangi anda dan keluarga,
Saudaraku yg kumuliakan,
Didalam madzhab syafii bahwa Dufuf (rebana) hukumnya Mubah secara
Mutlak (Faidhulqadir juz 1 hal 11),
diriwayatkan pula bahwa para wanita memukul rebana menyambut
Rasulullah saw disuatu acara pernikahan, dan Rasul saw
mendengarkan syair mereka dan pukulan rebana mereka, hingga mereka
berkata : bersama kami seorang nabi yg mengetahui apa yg akan
terjadi , maka Rasul saw bersabda : Tinggalkan kalimat itu, dan
ucapkan apa apa yg sebelumnya telah kau ucapkan . (shahih Bukhari
hadits no.4852),
juga diriwayatkan bahwa rebana dimainkan saat hari asyura di
Madinah dimasa para sahabat radhiyallahu anhum (sunan Ibn Majah
hadits no.1897)
Dijelaskan oleh Imam Ibn Hajar bahwa Duff (rebana) dan nyanyian
pada pernikahan diperbolehkan walaupun merupakan hal lahwun
(melupakan dari Allah), namun dalam pernikahan hal ini (walau
lahwun) diperbolehkan (keringanan syariah karena kegembiraan saat
nikah), selama tak keluar dari batas batas mubah, demikian
sebagian pendapat ulama (Fathul Baari Almasyhur Juz 9 hal 203)
Menunjukkan bahwa yg dipermasalahkan mengenai pelarangan rebana
adalah karena hal yg Lahwun (melupakan dari Allah), namun bukan
berarti semua rebana haram karena Rasul saw memperbolehkannya,
bahkan dijelaskan dg Nash Shahih dari Shahih Bukhari, namun ketika
mulai makna syairnya menyimpang dan melupakan dari Allah swt maka
Rasul saw melarangnya,
Demikianlah maksud pelarangannya di masjid, karena rebana yg
mengarah pada musik lahwun, sebagian ulama membolehkannya di
masjid hanya untuk nikah walaupun Lahwun, namun sebagian lainnya
mengatakan yg dimaksud adalah diluar masjid, bukan didalam masjid,
pembahasan ini semua adalah seputar hukum rebana untuk gembira
atas akad nikah dg lagu yg melupakan dari Dzikrullah.
Berbeda dengan rebana dalam maulid, karena isi syairnya adalah
shalawat, pujian pada Allah dan Rasul Nya saw, maka hal ini
tentunya tak ada khilaf padanya, karena khilaf adalah pada lagu yg
membawa lahwun.
Sebagaimana Rasul saw tak melarangnya, maka muslim mana pula yg
berani mengharamkannya, sebab pelarangan di masjid adalah
membunyikan hal yg membuat lupa dari Allah didalam masjid,
sebagaimana juga syair yg jelas jelas dilarang oleh Rasul saw
untuk dilantunkan di masjid, karena membuat orang lupa dari Allah
dan masjid adalah tempat dzikrullah, namun justru syair pujian
atas Rasul saw diperbolehkan oleh Rasul saw di masjid, demikian
dijelaskan dalam beberapa hadits shahih dalam shahih Bukhari,
bahkan Rasul saw menyukainya dan mendoakan Hassan bin Tsabit ray g
melantunkan syair di masjid, tentunya syair yg memuji Allah dan
Rasul Nya.
saudaraku, rebana yg dipakai di masjid itu bukan Lahwun dan
membuat orang lupa dari Allah, justru rebana rebana itu membawa
muslimin untuk mau datang dan tertarik hadir ke masjid, duduk
berdzikir, melupakan lagu lagu kafirnya, meninggalkan alat alat
musik setannya, tenggelam dalam dzikrullah dan nama Allah swt,
asyik ma^syuk menikmati rebana yg pernah dipakai menyambut
Rasulullah saw,
mereka bertobat, mereka menangis, mereka asyik duduk di masjid,
terpanggil ke masjid, betah di masjid, perantaranya adalah rebana
itu tadi dan syair syair Pujian pada Allah dan Rasul Nya
dan sebagaimana majelis kita telah dikunjungi banyak ulama, kita
lihat bagaimana Guru Mulia Al hafidh Al habib Umar bin hafidh,
justru tersenyum gembira dengan hadroh majelis kita, demikian pula
AL Allamah Alhabib Zein bin Smeth Pimpinan Ma^had Tahfidhul qur^an
Madinah Almunawwarah, demikian pula Al Allamah Al Habib Salim bin
Abdullah Asyatiri yg Pimpinan Rubat Tarim juga menjadi Dosen di
Universitas AL Ahqaf Yaman, .demikian AL Allamah ALhabib Husein
bin Muhamad Alhaddar, Mufti wilayah Baidha.
mereka hadir di majelis kita dan gembira, tentunya bila hal ini
mungkar niscaya mereka tak tinggal diam, bahkan mereka memuji
majelis kita sebagai majelis yg sangat memancarkan cahaya
keteduhan melebih banyak majelis majelis lainnya.
mengenai pengingkaran yg muncul dari beberapa ulama kita adalah
karena mereka belum mencapai tahqiq dalam masalah ini, karena
tahqiq dalam masalah ini adalah tujuannya, sebab alatnya telah
dimainkan dihadapan Rasulullah saw yg bila alat itu merupakan hal
yg haram mestilah Rasul saw telah mengharamkannya tanpa membedakan
ia membawa manfaat atau tidak, namun Rasul saw tak melarangnya,
dan larangan Rasul saw baru muncul pada saat syairnya mulai
menyimpang, maka jelaslah bahwa hakikat pelarangannya adalah pada
tujuannya.
mengenai marawis maka ada penjelasan dan ikhtilaf untuk dipakai
didalam masjid karena tak teriwayatkan dimasa Nabi saw, berbeda
dengan Hadrah yg kulitnya tertutup sebelah muka. (marawis adalah
yg tertutup kulit dari dua muka).
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
Wallahu a lam
Berikut linknya:
Itemid=&func=view&catid=8&id=3848&lang=en#3848
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=13289