fahmi menyoal dzikir berjamaah – 2005/10/18 16:43 Assalammuallaikum,
Warahmatullahi Wabarakatuh…
Puja & Puji ke hadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam tidak
lupa kita haturkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Menjumpai Habib Munzir dan seluruh teman-teman pencinta Majelis
Rasulullah, saya pribadi sangat berbahagia dengan telah berdirinya
situs resmi ini, khususnya dengan forum ini, yang insyaAllah dapat
menjadi tempat kita menggali informasi agama, khususnya masalah
dzikir.
Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat email dari forum yang saya
buat yang isinya menyoal mengenai masalah dzikir berjamaah,
setelah membaca dengan teliti, ternyata menurut saya isinya sangat
tidak relevan dengan mayoritas pemahaman masyarakat islam sunni
dan syafi^i di Indonesia, menurut saya tulisan2 ini bersumber dari
paham wahabi, apa benat?
mohon bantuan Habib Munzir untuk membantu membuat sanggahan atas
artikel dibawah ini, karena saya rasa perlu untuk meluruskan hal
ini, terima kasih sebelum nya
Discussions Announcements
nurul-taaj ? >> Menyoal Dzikir Berjama^ah << Lock Topic | >> Menyoal Dzikir Berjama^ah << [post #254928] Thu, 09/15/05 02:11
PM
Dennies
Member since: April 2005
ignore all posts by this user
IP: 202.73.122.27
http://dennies-islamiyyah.blogs.friendster.com/dennies Situs
Dennies “Menebar Dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama^ah (Salafiyyah)
Dzikir berjama^ah merupakan amalan yang tidak pernah ada pada masa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, shahabat dan juga masa tabi^in.
Namun hal itu telah diklaim oleh sebagian kaum Muslimin sebagai
amalan sunnah, dengan membawa berbagai dalil yang bersumber dari
al-Qur’an dan as-Sunnah dan fatwa-fatwa ulama yang dipahami oleh
mereka secara tidak benar.
Berikut beberapa kesalahan metode dalam pengambilan dalil
(istidlal) yang dilakukan oleh mereka yang menganggap bahwa dzikir
berjama^ah adalah sunnah:
1. Jama^ah Dzikir dan Dzikir Berjama^ah Dipahami Semakna.
Secara sepintas orang yang tidak paham, akan menganggap kedua
istilah tersebut semakna (sama), padahal sebenarnya berbeda.
Perbedaannya: Kalau jama^ah dzikir adalah sekelompok orang yang
melakukan amalan yang masuk kategori dzikir seperti belajar,
membaca al-Qur^an, melantunkan wirid dan lain sebagainya.
Sedangkan dzikir berjama^ah adalah melakukan atau melantunkan
dzikir dengan cara berjama^ah atau satu suara baik dengan komando
atau tidak.
Kalau kita meneliti hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan fatwa para ulama yang berkenaan dengan dzikir, maka
tidak kita dapati satu pun kalimat yang mengindikasikan pada makna
dzikir berjama^ah. Semuanya menunjukkan pada makna jama^ah dzikir,
baik kalimat jama^ah dzikir, halaqah dzikir maupun dengan majlis
dzikir, dan semuanya memiliki makna yang sama.
Beranggapan bahwa jama^ah dzikir dan dzikir berjama^ah memiliki
makna yang sama merupakan sebuah kekeliruan. Jama^ah dzikir
merupakan sekelompok orang yang melakukan berbagai amal ketaatan
yang masuk pada kategori dzikir, tanpa harus dipahami bahwa mereka
melakukan itu dengan cara bersama-sama, satu suara dan serempak.
Yang masuk kategori dzikrullah (dzikr kepada Allah subhanahu
wata’ala) menurut para ulama di antaranya adalah majlis-majlis
ilmu, halaqah al-Qur^an, bacaan tasbih, tahmid, tahlil, takbir dan
semisalnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa jama^ah dzikir adalah sunnah dan
warid (berasal) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
sedangkan dzikir berjama^ah dengan satu suara adalah sesuatu yang
masih dipertanyakan, kalau tidak dibilang sama sekali tidak
memiliki dasar.
2. Memahami Sighat (Konteks) Jama’ sebagai Anjuran untuk
Melakukannya secara Berjama^ah
Di antara ayat yang dipahami sebagai anjuran dzikir berjama^ah
adalah sebagai berikut, artinya;
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau,
maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. 3:191)
Ayat di atas, dianggap sebagai dalil yang membolehkan dzikir
berjama^ah karena menggunakan sighat (konteks) jama^ (plural)
yaitu yadzkuruna. Menurut mereka jama’ berarti banyak dan banyak
artinya bersama-sama.
Pengambilan dalil semacam ini adalah tidak benar, karena tidak
setiap kalimat yang disampaikan dalam bentuk jama’ harus dipahami
bahwa itu dilakukan dengan bersama-sama.
Syaikh Dr. Muhammad bin Abdur Rahman al-Khumayyis, penulis makalah
“Adz-Dzikr al-Jama’i baina al-Ittiba’ wal ibtida’ (telah dibukukan
dengan judul yang sama), menjelaskan bahwa sighat (konteks) jama’
dalam ayat di atas adalah sebagai anjuran yang bersifat umum dan
menyeluruh kepada semua umat Islam untuk berdzikir kepada Allah
subhanahu wata’ala tanpa kecuali, bukan anjuran untuk melakukan
dzikir berjama^ah.
Selain itu jika sighat (konteks) jama’ dalam ayat tersebut
dipahami sebagai anjuran untuk melakukan dzikir secara berjama^ah
atau bersama-sama maka kita akan kebingungan dalam memahami
kelanjutan ayat tersebut. Disebutkan bahwa dzikir itu dilakukan
dengan cara berdiri (qiyaman), duduk (qu^udan) dan berbaring (^ala
junubihim). Nah bagaimanakah praktek dzikir bersama-sama dengan
cara berdiri, duduk dan berbaring itu? Apakah ada dzikir
berjama^ah dengan cara seperti ini?
Permasalahan lainnya adalah bahwa ayat ini turun kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat berada di samping
beliau. Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para
shahabat memahami ayat tersebut sebagai perintah untuk dzikir
bersama-sama satu suara?
3. Memahami Dalil Umum dengan Pemahaman Khusus
Di antara dalil umum yang menyebutkan tentang keutamaan dzikir
yaitu sebagaimana yang diriwayatkan dari Salman al-Farisi
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bergabung dalam salah satu jama^ah dzikir.
Di dalam hadits tersebut memang disebutkan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bergabung dalam jama^ah dzikir,
tetapi riwayat ini masih bersifat umum, tidak menyentuh pada
kaifiyat (tata cara) pelaksanaan dzikir. Tidak dijelaskan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin dzikir lalu
ditirukan oleh para sahabat, atau mereka melakukannya bersama-sama
dengan satu suara tanpa komando dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, atau bagaimana?
Ketidakjelasan tentang bagaimana pelaksanaan dzikir ini
menunjukkan bahwa mereka melakukannya tidak dengan berjama^ah,
namun masing-masing berdzikir atau berdo’a sendiri-sendiri. Sebab
kalau itu dilakukan dengan berjama^ah apalagi jika dipimpin oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tentu amat banyak
shahabat yang meriwayatkan, karena akan menjadi peristiwa penting,
dan kemungkinan besar mereka mengadakan acara yang sama di waktu
waktu yang lain. Hal ini juga dikuatkan dengan pengingkaran para
sahabat terhadap dzikir berjama^ah seperti yang dilakukan Umar bin
al-Khaththab , Ibnu Abbas, Khabbab bin Art radhiyallahu ‘anhum dan
selain mereka Maka memahami bergabungnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam jama^ah dzikir (yang sifatnya umum) dengan
pemahaman yang lebih khusus yakni dzikir berjama^ah merupakan
pemahaman yang salah, hanya sekedar persangkaan dan tidak memiliki
dasar yang kuat.
4. Menganggap Cara Baru dalam Ibadah sebagai Bid^ah Hasanah
Terkadang di antara kaum muslimin yang melakukan dzikir berjama^ah
sebenarnya mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan tidak pernah
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para
shahabatnya. Akan tetapi mereka beranggapan bahwa itu merupakan
bid^ah hasanah (bid^ah yang baik), apalagi namanya tetap dzikir.
Menurut Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimain, bahwa sesuatu yang
dianggap sebagai bid^ah hasanah, maka ia memiliki dua kemungkinan,
yang pertama adalah bahwa sebenarnya itu bukan bid^ah namun
disangka bid^ah dan kemungkinan yang ke dua bahwa hal itu memang
bid^ah namun yang bersangkutan tidak tahu keburukannya (sehingga
dikira baik).
Memang ada sebagian ulama yang membagai bid^ah menjadi bid^ah
hasanah (baik) dan bid^ah dhalalah (sesat), atau membagi bid^ah
menjadi wajibah (wajib), mandubah (disukai), mubahah (boleh),
makruhah (dibenci) dan muharramah (terlarang). Hanya saja yang
perlu kita cermati adalah bahwa yang mereka maksudkan dengan
bid’ah yang baik (hasanah) adalah masalah baru yang sama sekali
tidak terkait langsung dengan ibadah. Hal ini terbukti dari contoh
bid^ah hasanah yang mereka kemukakan, seperti mengarang kitab,
membantah kesesatan, membuat sekolah, pesantren, memilih jenis
makanan yang baik, membuat harakat dalam al-Qur^an atau
membukukannya dan lain sebagainya. Dan contoh-contoh di atas sama
sekali tidak ada unsur ibadah yang ditambah dan dikurangi, bahkan
yang demikian merupakan sarana untuk kebaikan atau penunjang
ibadah.
Sedangkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi,
”kullu bid^atin dhalalah,” maka yang dimaksudkan adalah hal baru
dalam ibadah atau syari^at. Maka seluruh hal yang baru dalam
urusan ibadah adalah sesat, karena tidak ada seorang pun yang
berhak membuat tata cara atau bentuk peribadatan di dalam Islam,
siapa pun orangnya. Termasuk di dalamnya menentukan tata cara
berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, menentukan jenis
bacaan, bilangan bacaan dan waktu pelaksanaannya.
Dzikir bersama yang berkembang akhir-akhir ini, kalau kita cermati
ternyata merupakan perkara baru dalam Islam, baik dari sisi cara
pelaksanaannya yang dilakukan secara bersama-sama dengan dipimpin
seorang pemandu, atau dari sisi bilangannya yakni membaca kalimat
ini sekian puluh, atau ratus, atau ribu kali dan juga terkadang
dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu seperti malam Tahun Baru
Hijriyah dan lain sebagainya. Sedangkan ibadah dikatakan benar dan
memenuhi kriteria ittiba^ (meneladani Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam) apabila sesuai dengan petunjuk beliau dari sisi
sebab, tata cara, waktu, bilangan, jenis dan tempatnya. Dan segala
sesuatu yang tidak pernah dikhususkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam maka kita pun tidak boleh mengkhususkannya juga.
(Ibnu Djawari)
HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT.
Oleh
Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani
Al manhajhttp://almanhaj.or.id
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : “Bagaimana hukum
mengeraskan suara dalam dzikir setelah shalat?”
Jawaban.
Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu ^Abbas, ia berkata:
“Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi
karena suara dzikir yang keras”.
Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan Ibnu
^Abbas tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal “Kunnaa” (Kami
dahulu), mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah
berlangsung terus menerus.
Berkata Imam Asy-Syafi^i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi
Shallallahu ^alaihi wa sallam mengeraskan suaranya ketika
berdzikir adalah untuk mengajari orang-orang yang belum bisa
melakukannya. Dan jika amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka
biasanya tidak dilakukan secara terus menerus.
Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal
mestinya dibaca perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang
yang belum bisa.
Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari
bahwa Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam dahulu terkadang
memperdengarkan kepada para shabahat bacaan ayat Al-Qur^an di
dalam shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini.
Imam Asy-Syafi^i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa
Umar pernah men-jahar-kan do^a iftitah untuk mengajari makmum ;
yang menyebabkan Imam ASy-Syafi^i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain
berkesimpulan bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran.
Dan syari^at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir adalah yang
tersembunyi.
Walaupun hadits : “Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi
(perlahan)”. Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya ^shahih^.
Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan
suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy^ari yang
terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para
shahabat bersama Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam. Abu Musa
berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika
kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun
mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu
^alaihi wa sallam.
“Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri
kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli
dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo^a kepada Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian
daripada leher tunggangan kalian sendiri”.
Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin
mengganggu siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan
suara dzikir itu berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu
orang yang sedang membaca Al-Qur^an, orang yang ^masbuq^ dan
lain-lain.
Jadi dengan alasan mengganggu orang lain inilah kita dilarang
mengeraskan suara dzikir.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam.
“Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat
(berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian
kalian men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang
lain.
Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.
“Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu^minin (yang sedang
bermunajat)”.
Sumber:
[Disalin dari kitab Majmu^ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41,
Pustaka At- Tauhid]
Al ibda’ fi kamalisysyar’i wa khathar al ibtida’ edisi terjemah
(Syaikh Ibn Utsaimin), Adz-Dzikr al Jama’i Bainal Ittiba’ wal
Ibtida’ (Dr. Muhammad bin Abdur Rahman al Khumayyis).
Wahai saudaraku cukupkanlah olehmu amalan yg di ajarkan oleh Nabi
Muhammad yg shohih
“Setiap Perkara yg baru adalah Bid^ah dan setiap Bid^ah adalah
sesat dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka”
Dennies, m 17 jkt
[Updated on: Thu, 09/15/05 02:18 PM ]
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
munzir Re:menyoal dzikir berjamaah – 2005/10/19 13:11 Alaikum salam
warahmatullahi wa barakaatuh,
Terimakasih atas perhatian dan partisipasi anda pada ?
www.majelisrasulullah.org.
Menanggapi surat anda, memang perlu sedikit penjelasan tentang
sekte yg baru ini (faham wahabi), butuh kejelian atas tipuan
tipuan sekte ini (maaf saya tidak menamakan mereka ini madzhab).
Sekte wahabi muncul pada abad 14 hijriah, mereka ini merupakan
penyakit dalam tubuh muslimin yg telah menyerang hampir seluruh
Negara muslimin dimuka bumi.
Mereka ini selalu mengada adakan dan mempermasalahkan hal hal yg
tidak pernah dipermasalahkan oleh Ulama Besar, Para Imam, para
Tabi^in, para sahabat, bahkan Rasul saw.
Maaf saya tidak mengakategorikan Ibn Abdulwahhab sebagai Imam
Madzhab, karena seorang Imam Madzhab adalah orang yg suci dari
mencaci maki muslimin, apalagi menganggap musyrik pada ahli
syahadat, atau menganggap perbuatan sahabat rasul
radhiyallahu^anhum adalah Bid?ah munkarah.
Imam madzhab adalah pewaris Rasul saw, orang yg berjiwa arif dan
lidahnya selalu basah berdzikir kepada Allah, mendoakan yg sesat,
mendoakan hidayah bagi orang kafir, demikian pulalah Lidah Rasul
saw.
Dzikir berjamaah sejak zaman Rasul saw, sahabat, tabi^in tak
pernah dipermasalahkan, bahkan merupakan sunnah rasul saw, dan
pula secara akal sehat, semua orang mukmin akan asyik berdzikir,
dan hanya syaitan yg benci dan akan hangus terbakar dan tak tahan
mendengar suara dzikir. kita bisa bandingkan mereka ini dari
kelompok mukmin, atau kelompok syaitan yg sesat.., dengan cara
mereka yg memprotes dzikir jamaah, telinga mereka panas, dan ingin
segera kabur bila mendengar jamaah berdzikir.
1). para sahabat berdoa bersama Rasul saw dengan melantunkan syair
(Qasidah/Nasyidah) di saat menggali khandaq (parit) Rasul saw dan
sahabat2 radhiyallhu?anhum bersenandung bersama sama dengan ucapan
: “HAAMIIIM LAA YUNSHARUUN..”. (Kitab Sirah Ibn Hisyam Bab Ghazwat
Khandaq). Perlu diketahui bahwa sirah Ibn Hisyam adalah buku
sejarah yg pertama ada dari seluruh buku sejarah, yaitu buku
sejarah tertua. Karena ia adalah Tabi^in.
2). saat membangun Masjidirrasul saw : mereka bersemangat sambil
bersenandung : “Laa ^Iesy illa ^Iesyul akhirah, Allahummarham Al
Anshar wal Muhaajirah” setelah mendengar ini maka Rasul saw pun
segera mengikuti ucapan mereka seraya bersenandung dengan semangat
: “Laa ^Iesy illa ^Iesyul akhirah, Allahummarham Al Anshar wal
Muhajirah.. ” (Sirah Ibn Hisyam Bab Hijraturrasul saw- bina^
masjidissyarif hal 116)
3). ucapan ini pun merupakan doa Rasul saw demikian diriwayatkan
dalam shahihain
4). Firman Allah swt : “SABARKANLAH DIRIMU BERSAMA KELOMPOK ORANG
ORANG YG BERDOA PADA TUHAN MEREKA SIANG DAN MALAM SEMATA MATA
MENGINGINKAN KERIDHOAN NYA, DAN JANGANLAH KAU JAUHKAN PANDANGANMU
(dari mereka), UNTUK MENGINGINKAN KEDUNIAWIAN.” (QS Alkahfi 28)
Ayat ini turun ketika Salman Alfarisi ra berdzikir bersama para
sahabat, maka Allah memerintahkan Rasul saw dan seluruh ummatnya
duduk untuk menghormati orang2 yg berdzikir.
Mereka (sekte wahabi) mengatakan bahwa ini tidak teriwayatkan
bentuk dan tata cara dzikirnya, ah..ah?ah.. Dzikir ya sudah jelas
dzikir.., menyebut nama Allah, mengingat Allah swt, adakah lagi
ingin dicari pemahaman lain?,
5). Sahabat Rasul radhiyallahu^anhum mengadakan shalat tarawih
berjamaah, dan Rasul saw justru malah menghindarinya, mestinya
merekapun shalat tarawih sendiri sendiri, kalau toh Rasul saw
melakukannya lalu menghindarinya, lalu mengapa Generasi Pertama yg
terang benderang dg keluhuran ini justru mengadakannya dengan
berjamaah..,
Sebab mereka merasakan ada kelebihan dalam berjamaah, yaitu syiar,
ah..ah..ah.. mereka masih butuh syiar dibesarkan, apalagi kita
dimasa ini..,
maka kalau ada pertanyaan : “siapakah yg pertama kali mengajarkan
Bid^ah hasanah?, maka kita dengan mudah menjawab, yg pertama kali
mengajarkannya adalah para Sahabat Rasul saw, karena saat itu Umar
ra setelah bersepakat dengan seluruh sahabat untuk jamaah tarawih,
lalu Umar ra berkata : “WA NI^MAL BID^AH HADZIH..”. (inilah Bid^ah
yg terindah).
Siapa lebih tahu makna menghindari bid^ah?, Umar bin Khattab ra,
makhluk nomer dua paling mulia di ummat ini bersama seluruh
sahabat radhiyallahu^anhum.., atau madzhab sempalan abad ke 20
ini.
6). Lalu para tabi^in sebab cinta mereka pada sahabat, maka mereka
menggelari setiap menyebut nama sahabat dengan ucapan
Radhiyalahu^anhu/ha/hum. Inipun tak pernah diajarkan oleh Rasul
saw, tak pula pernah diajarkan oleh sahabat, walaupun itu
berdalilkan beberapa ayat didalam alqur^an bahwa bagi mereka itu
kerdhoan Allah, namun tak pernah ada perintah dari Rasul saw untuk
menggelari setiap nama sahabat beliau saw dg ucapan
radhiyallahu^anhu/ha/hum.
Inipun Bid^ah hasanah, kita mengikuti Tabi^in mengucapkannya krn
cinta kita pd Sahabat.
7). Khalifah Umar bin Abdul Aziz menambahkan lagi dengan menyebut
nyebut nama para Khulafa?urrasyidin dalam khotbah kedua pada
khutbah jumat, Ied dll.., inipun bid?ah, tak pernah diperbuat oleh
para Tabi^in, Sahabat, bahkan Rasul saw, namun diada adakan karena
telah banyak kaum mu^tazilah yg mencaci sahabat dan melaknat para
Khulafa^urrasyidin, maka hal ini mustahab saja, (baik dilakukan),
tak ada pula yg benci dengan hal ini kecuali syaitan dan para
tentaranya.
Lalu kategori Bid^ah ini pun muncul entah darimana?, membawa
hadits : “Semua Bid?ah adalah sesat dan semua sesat adalah di
neraka”. Menimpakan hadits ini pada kelompok sahabat.
Ah..ah..ah… adakah seorang muslim mengatakan orang yg memanggil
nama Allah Yang Maha Tunggal, menyebut nama Allah dengan takdhim,
berdoa dan bermunajat, mereka ini sesat dan di neraka?,
Orang yg berpendapat ini berarti ia telah mengatakan seluruh nama
nama diatas adalah penduduk neraka termasuk Umar bin Khattab ra
dan seluruh sahabat, dan seluruh tabi?in, dan seluruh ulama
ahlussunnah waljama^ah termasuk Sayyidina Muhammad saw, yg juga
diperintah Allah untuk duduk bersama kelompok orang yg berdoa, dan
beliau lah saw yg mengajarkan doa bersama sama.
Kita di Majelis Majelis menjaharkan lafadz doa dan munajat untuk
menyaingi panggung panggung maksiat yg setiap malam menggelegar
dengan dahsyatnya menghancurkan telinga, berpuluh ribu pemuda dan
remaja MEMUJA manusia manusia pendosa dan mengelu elukan nama
mereka.. menangis menjilati ludah dan air seni mereka..
Salahkah bila ada sekelompok pemuda mengelu-elukan nama Allah Yang
Maha Tunggal?, menggemakan nama Allah?,
Ah..ah..ah..apakah Nama Allah sudah tak boleh dikumandangkan lagi
dimuka bumi?.??!!
Seribu dalil mereka cari agar Nama Allah tak lagi dikumandangkan..
cukup berbisik bisik..!, sama dengan komunis yg melarang
meneriakkan nama Allah, dan melarang kumpulan dzikir..
Adakah kita masih bisa menganggap kelompok wahabi ini adalah
madzhab..?!!
Kita Ahlussunnah waljama?ah berdoa, berdzikir, dengan sirran wa
jahran, di dalam hati, dalam kesendirian, dan bersama sama.
Sebagaimana Hadist Qudsiy Allah swt berfirman : “BILA IA (HAMBAKU)
MENYEBUT NAMAKU DALAM DIRINYA, MAKA AKU MENGINGATNYA DALAM DIRIKU,
BILA MEREKA MENYEBUT NAMAKAU DALAM KELOMPOK BESAR, MAKA AKUPUN
MENYEBUT (membanggakan) NAMA MEREKA DALAM KELOMPOK YG LEBIH BESAR
DAN LEBIH MULIA”. (HR Bukhari Muslim).
Saran saya, kita doakan saja madzhab sempalan abad ke 20 ini, agar
mereka diberi hidayah dan kembali kepada kebenaran.
Wahai Allah telah terkotori permukaan Bumi Mu dengan sanubari
sanubari yg disesatkan syaitan, maka hujankanlah hidayah Mu pada
mereka agar mereka mau kembali pd kebenaran, beridolakan sang Nabi
saw, beridolakan Muhajirin dan Anshar, berakhlak dengan akhlak
mereka, sopan dan rendah diri sebagaimana mereka. Demi Kemuliaan
Ramadhan, Demi Kemuliaan Shiyaam walqiyaam, Demi Kemuliaan
Nuzululqur^an, dan Demi Kemuliaan Muhammad Rasulullah saw, amiin.
Terimakasih atas surat anda, semoga penjelasan saya dapat
memperkuat I^tikad kita dan bagi para pengunjung website kita
untuk tidak tercemar dengan fitnah fitnah, dan tetap berpijak dg
mantap pada Ahlussunnah wal jama^ah, amiin.
wassalam
Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah
Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=43© https://carauntuk.com/menyoal-dzikir-berjamaah-arsip-2005