ada yg mengatakan hadist

0

sumadiharja ada yg mengatakan hadist palsu – 2008/10/04 05:10 assalamualaikum
warrahmatullahi wabarrakatuh

semoga limpaha rahmat dan anugrah tercurah kepada habibana

Habibana yang saya cinta (HABIB MUNZIR BIN FUAD ALMUSAWWA) ada
orangyg memalsukan sebuah hadist dalam kitab Durrotun nasihin dan
ini adalah web nya silahkan habibana melihatnya (http://
warnaislam.com/kajian/hadis/2008/9/22/38756/
Perginya_bulan_Ramadhan_ditangisi_malaikat.htm) dan bagaimana
tanggapan habibana sendiri ? soalnya saya kurang sependapat
dengan orang yang satu ini .dan yang pasti orang ini menghujat
kitab durrotun nasihin.dengan sangat saya mohon tanggapan dan
jawaban dari habib.

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

munzir Re:ada yg mengatakan hadist palsu – 2008/10/04 14:02 Alaikumsalam
warahmatullah wabarakatuh,

kemuliaan hari Idul fitri, kesucian Rahmat dan kelembutan Nya swt
semoga selalu menaungi hari hari anda,

saudaraku yg kumuliakan,
barangkali hadits itu dhoif, namun maknanya shahih, maka penulis
Durratun Nashihin menampilkannya, mereka kaum wahaby tak mengerti
hadits, maka mereka menghukuminya semauna, berikut penjelasan saya
mengenai hadits dhoif pada buku saya kenalilah Akidahmu :

HADITS DHO IF

Hadits Dhoif adalah hadits yg lemah hukum sanad periwayatnya atau
pada hukum matannya, mengenai beramal dg hadits dhaif merupakan
hal yg diperbolehkan oleh para Ulama Muhadditsin,
Hadits dhoif tak dapat dijadikan Hujjah atau dalil dalam suatu
hukum, namun tak sepantasnya kita menafikan (meniadakan) hadits
dhoif, karena hadits dhoif banyak pembagiannya,

Dan telah sepakat jumhur para ulama untuk menerapkan beberapa
hukum dg berlandaskan dg hadits dhoif, sebagaimana Imam Ahmad bin
Hanbal rahimahullah, menjadikan hukum bahwa bersentuhan kulit
antara pria dan wanita dewasa tidak membatalkan wudhu, dengan
berdalil pada hadits Aisyah ra bersama Rasul saw yg Rasul saw
menyentuhnya dan lalu meneruskan shalat tanpa berwudhu, hadits ini
dhoif, namun Imam Ahmad memakainya sebagai ketentuan hukum
thaharah.

Hadits dhoif ini banyak pembagiannya, sebagian ulama
mengklasifikasikannya menjadi 81 bagian, adapula yg menjadikannya
49 bagian dan adapula yg memecahnya dalam 42 bagian, namun para
Imam telah menjelaskan kebolehan beramal dengan hadits dhoif bila
untuk amal shalih, penyemangat, atau manaqib, inilah pendapat yg
mu tamad, namun tentunya bukanlah hadits dhoif yg telah
digolongkan kepada hadits palsu.

Sebagian besar hadits dhoif adalah hadits yang lemah sanad
perawinya atau pada matannya, tetapi bukan berarti secara
keseluruhan adalah palsu, karena hadits palsu dinamai hadits
munkar, atau mardud, Batil, maka tidak sepantasnya kita
menggolongkan semua hadits dhaif adalah hadits palsu, dan
menafikan (menghilangkan) hadits dhaif karena sebagian hadits
dhaif masih diakui sebagai ucapan Rasul saw, dan tak satu
muhaddits pun yg berani menafikan keseluruhannya, karena menuduh
seluruh hadist dhoif sebagai hadits yg palsu berarti mendustakan
ucapan Rasul saw dan hukumnya kufur.

Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yg sengaja berdusta dengan
ucapanku maka hendaknya ia bersiap siap mengambil tempatnya di
neraka” (Shahih Bukhari hadits no.110),

Sabda beliau SAW pula : “sungguh dusta atasku tidak sama dengan
dusta atas nama seseorang, barangsiapa yg sengaja berdusta atas
namaku maka ia bersiap siap mengambil tempatnya di neraka” (Shahih
Bukhari hadits no.1229),

Cobalah anda bayangkan, mereka yg melarang beramal dengan seluruh
hadits dhoif berarti mereka melarang sebagian ucapan / sunnah
Rasul saw, dan mendustakan ucapan Rasul saw.

Wahai saudaraku ketahuilah, bahwa hukum hadits dan Ilmu hadits itu
tak ada di zaman Rasulullah saw, ilmu hadits itu adalah Bid^ah
hasanah, baru ada sejak Tabi^in, mereka membuat syarat perawi
hadits, mereka membuat kategori periwayat yg hilang dan tak
dikenal, namun mereka sangat berhati hati karena mereka mengerti
hukum, bila mereka salah walau satu huruf saja, mereka bisa
menjebak ummat hingga akhir zaman dalam kekufuran, maka tak
sembarang orang menjadi muhaddits, lain dengan mereka ini yg
dengan ringan saja melecehkan hadits Rasulullah saw.

Sebagaimana para pakar hadits bukanlah sebagaimana yg terjadi
dimasa kini yg mengaku ngaku sebagai pakar hadits, seorang ahli
hadits mestilah telah mencapai derajat Alhafidh, alhafidh dalam
para ahli hadits adalah yg telah hafal 100 ribu hadits berikut
hukum sanad dan matannya, sedangkan 1 hadits yg bila panjangnya
hanya sebaris saja itu bisa menjadi dua halaman bila ditulis
berikut hukum sanad dan hukum matannya, lalu bagaimana dg yg hafal
100 ribu hadits?.

Diatas tingkatan Al Hafidh ini masih adalagi yg disebut Alhujjah,
yaitu yg hafal 300 ribu hadits dengan hukum matan dan hukum
sanadnya, diatasnya adalagi yg disebut : Hakim, yaitu yg pakar
hadits yg sudah melewati derajat Ahafidh dan Alhujjah, dan mereka
memahami banyak lagi hadits hadits yg teriwayatkan.
(Hasyiah Luqathuddurar Bisyarh Nukhbatulfikar oleh Imam Al Hafidh
Ibn Hajar Al Atsqalaniy).

Diatasnya lagi adalah derajat Imam, sebagaimana Imam Ahmad bin
Hanbal yg hafal 1 juta hadits dengan sanad dan matannya, dan Ia
adalah murid dari Imam Syafii rahimahullah, dan dizaman itu
terdapat ratusan Imam imam pakar hadits.

Perlu diketahui bahwa Imam Syafii ini lahir jauh sebelum Imam
Bukhari, Imam Syafii lahir pada th 150 Hijriyah dan wafat pd th
204 Hijriyah, sedangkan Imam Bukhari lahir pada th 194 Hijriyah
dan wafat pada 256 Hijriyah, maka sebagaimana sebagian kelompok
banyak yg meremehkan Imam syafii, dan menjatuhkan fatwa fatwa Imam
syafii dg berdalilkan shahih Bukhari, maka hal ini salah besar,
karena Imam Syafii sudah menjadi Imam sebelum usianya mencapai 40
tahun, maka ia telah menjadi Imam besar sebelum Imam Bukhari lahir
ke dunia.
Lalu bagaimana dengan saudara saudara kita masa kini yg
mengeluarkan fatwa dan pendapat kepada hadits hadits yg
diriwayatkan oleh para Imam ini?, mereka menusuk fatwa Imam
Syafii, menyalahkan hadits riwayat Imam Imam lainnya,
seorang periwayat mengatakan hadits ini dhoif, maka muncul mereka
ini memberi fatwa bahwa hadits itu munkar, darimanakah ilmu
mereka?, apa yg mereka fahami dari ilmu hadits?, hanya menukil
nukil dari beberapa buku saja lalu mereka sudah berani berfatwa,
apalagi bila mereka yg hanya menukil dari buku buku terjemah,
memang boleh boleh saja dijadikan tambahan pengetahuan, namun buku
terjemah ini sangat dhoif bila untuk dijadikan dalil.

Saudara saudaraku yg kumuliakan, kita tak bisa berfatwa dengan
buku buku, karena buku tak bisa dijadikan rujukan untuk
mengalahkan fatwa para Imam terdahulu, bukanlah berarti kita tak
boleh membaca buku, namun maksud saya bahwa buku yg ada zaman
sekarang ini adalah pedoman paling lemah dibandingkan dengan fatwa
fatwa Imam Imam terdahulu, terlebih lagi apabila yg dijadikan
rujukan untuk merubuhkan fatwa para imam adalah buku terjemahan.

Sungguh buku buku terjemahan itu telah terperangkap dengan
pemahaman si penerjemah, maka bila kita bicara misalnya terjemahan
Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ini
hafal 1 juta hadits, lalu berapa luas pemahaman si penerjemah yg
ingin menerjemahkan keluasan ilmu Imam Ahmad dalam terjemahannya?

Bagaimana tidak?, sungguh sudah sangat banyak hadits hadits yg
sirna masa kini, bila kita melihat satu contoh kecil saja, bahwa
Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1 juta hadits, lalu kemana hadits
hadits itu?, Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad haditsnya hanya
tertuliskan hingga hadits no.27.688, maka kira kira 970 ribu
hadits yg dihafalnya itu tak sempat ditulis !
Lalu bagaimana dengan ratusan Imam dan Huffadh lainnya?, lalu
logika kita, berapa juta hadits yg sirna dan tak sempat
tertuliskan?, mengapa?

Tentunya dimasa itu tak semudah sekarang, kitab mereka itu ditulis
tangan, bayangkan saja seorang Imam besar yg menghadapi ribuan
murid2nya, menghadapi ratusan pertanyaan setiap harinya, banyak
beribadah dimalam hari, harus pula menyempatkan waktu menulis
hadits dengan pena bulu ayam dengan tinta cair ditengah redupnya
cahaya lilin atau lentera, atau hadits hadits itu ditulis oleh
murid2nya dg mungkin 10 hadits yg ia dengar hanya hafal 1 atau 2
hadits saja karena setiap hadits menjadi sangat panjang bila dg
riwayat sanad, hukum sanad, dan mustanadnya.
Bayangkan betapa sulitnya perluasan ilmu saat itu, mereka tak ada
surat kabar, tak ada telepon, tak ada internet, bahkan barangkali
pos jasa surat pun belum ada, tak ada pula percetakan buku,
fotocopy atau buku yg diperjualbelikan.

Penyebaran ilmu dimasa itu adalah dengan ucapan dari guru kepada
muridnya (talaqqiy), dan saat itu buku hanyalah 1% saja atau
kurang dibanding ilmu yg ada pd mereka.

Lalu murid mereka mungkin tak mampu menghafal hadits seperti
gurunya, namun paling tidak ia melihat tingkah laku gurunya, dan
mereka itu adalah kaum shalihin, suci dari kejahatan syariah,
karena di masa itu seorang yg menyeleweng dari syariah akan segera
diketahui karena banyaknya ulama.

Oleh sebab itu sanad guru jauh lebih kuat daripada pedoman buku,
karena guru itu berjumpa dengan gurunya, melihat gurunya,
menyaksikan ibadahnya, sebagaimana ibadah yg tertulis di buku,
mereka tak hanya membaca, tapi melihat langsung dari gurunya, maka
selayaknya kita tidak berguru kepada sembarang guru, kita mesti
selektif dalam mencari guru, karena bila gurumu salah maka
ibadahmu salah pula.
Maka hendaknya kita memilih guru yg mempunyai sanad silsilah guru,
yaitu ia mempunyai riwayat guru guru yg bersambung hingga Rasul
saw.
Hingga kini kita ahlussunnah waljamaah lebih berpegang kepada
silsilah guru daripada buku buku, walaupun kita masih merujuk pada
buku dan kitab, namun kita tak berpedoman penuh pada buku semata,
kita berpedoman kepada guru guru yg bersambung sanadnya kepada
Nabi saw, ataupun kita berpegang pada buku yg penulisnya mempunyai
sanad guru hingga nabi saw.

Maka bila misalnya kita menemukan ucapan Imam Syafii, dan Imam
Syafii tak sebutkan dalilnya, apakah kita mendustakannya?,
cukuplah sosok Imam Syafii yg demikian mulia dan tinggi pemahaman
ilmu syariahnya, lalu ucapan fatwa fatwanya itu diteliti dan
dilewati oleh ratusan murid2nya dan ratusan Imam sesudah beliau,
maka itu sebagai dalil atas jawabannya bahwa ia mustahil mengada
ada dan membuat buat hukum semaunya.

Maka muncullah dimasa kini pendapat pendapat dari beberapa saudara
kita yg membaca satu dua buku, lalu berfatwa bahwa ucapan Imam
Syafii Dhoif, ucapan Imam hakim dhoif, hadits ini munkar, hadits
itu palsu, hadits ini batil, hadits itu mardud, atau berfatwa
dengan semaunya dan fatwa fatwa mereka itu tak ada para Imam dan
Muhaddits yg menelusurinya sebagaimana Imam imam terdahulu yg bila
fatwanya salah maka sudah diluruskan oleh imam imam berikutnya,
sebagaimana berkata Imam Syafii : Orang yg belajar ilmu tanpa
sanad guru bagaikan orang yg mengumpulkan kayu baker digelapnya
malam, ia membawa pengikat kayu bakar yg terdapat padanya ular
berbisa dan ia tak tahu (Faidhul Qadir juz 1 hal 433), berkata
pula Imam Atsauri : Sanad adalah senjata orang mukmin, maka bila
kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan berperang? ,
berkata pula Imam Ibnul Mubarak : Pelajar ilmu yg tak punya sanad
bagaikan penaik atap namun tak punya tangganya, sungguh telah
Allah muliakan ummat ini dengan sanad (Faidhul Qadir juz 1 hal
433)

Semakin dangkal ilmu seseorang, maka tentunya ia semakin mudah
berfatwa dan menghukumi, semakin ahli dan tingginya ilmu
seseorang, maka semakin ia berhati hati dalam berfatwa dan tidak
ceroboh dalam menghukumi.

Maka fahamlah kita, bahwa mereka mereka yg segera menafikan /
menghapus hadits dhoif maka mereka itulah yg dangkal pemahaman
haditsnya, mereka tak tahu mana hadits dhoif yg palsu dan mana
hadits dhoif yg masih tsiqah untuk diamalkan, contohnya hadits
dhoif yg periwayatnya maqthu (terputus), maka dihukumi dhoif,
tapi makna haditsnya misalnya keutamaan suatu amal, maka para
Muhaddits akan melihat para perawinya, bila para perawinya orang
orang yg shahih, tsiqah, apalagi ulama hadits, maka hadits itu
diterima walau tetap dhoif, namun boleh diamalkan karena perawinya
orang orang terpercaya, Cuma satu saja yg hilang, dan yg lainnya
diakui kejujurannya, maka mustahil mereka dusta atas hadits Rasul
saw, namun tetap dihukumi dhoif, dan masih banyak lagi contoh
contoh lainnya,

Masya Allah dari gelapnya kebodohan.. sebagaimana ucapan para
ulama salaf : dalam kebodohan itu adalah kematian sebelum
kematian, dan tubuh mereka telah terkubur (oleh dosa dan
kebodohan) sebelum dikuburkan .

walillahittaufiq

hadits itu dhoif, namun maknanya shahih, tidak mustahil para
malaikat sedih dengan kepergian bulan ramadhan, karena para
malaikat itu selalu mendoakan muslimin muslimat., sebagaimana
firman Nya swt : “Dan mereka (para malaikat) yg menopang Arsy
Allah Arrahman, dan (para malaikat) yg disekitar Arsy bertasbih
dan memuji Allah dan beriman kepada Nya, dan mereka beristighfar
untuk orang orang yg beriman, (mereka berkata) Wahai Tuhan Kami
Engkau Maha meluaskan pada segala sesuatu berupa Rahmat dan Ilmu,
maka ampunilah merekas yg bertobat, dan mengikuti jalan Mu, dan
jauhkan mereka dari siksa neraka Jahim, Wahai Tuhan Kami masukkan
mereka ke Sorga Adn yg kau janjikan untuk mereka, dan mereka yg
baik dari ayah ibu mereka, istri suami mereka, dan keturunan
mereka, sungguh Engkau Maha Agung dan Maha Menghakimi” (QS Al
Ghafir 7-8).

Allah swt juga berfirman menjelaskan bahwa kematian orang shalih
akan membuat langit dan bumi menangis, sebagaimana firman yg
menjelaskannya : “(orang orang yg tidak beriman ketika wafat) Maka
mereka tidak ditangisi oleh langit dan bumi” (QS Addukhan 29).

berkata Imam Ibn Katsir atas tafsir ayat ini : “Karena mereka tak
punya amal shalih naik ke langit, yg alam akan menangisi jika amal
shalih itu berhenti dg wafatnya mereka, dan tiadalah bagian dari
permukaan bumi yg dipakai menyembah Allah yg kehilangan mereka
(karena mereka tidak beramal)”.(Tafsir Imam Ibn Katsir pada Surat
Addukhan 29)

lalu Imam Ibn katsir menukil hadits Nabi saw : “Tiadalah seorang
hamba kecuali mempunyai dua pintu dilangit, pintu naiknya amal
shalihnya, dan pintu keluarnya rizkinya, jika wafat (orang shalih)
maka kedua pintu itu menangisi kematiannya, lalu Rasul saw membaca
ayat ini, dan disebutkan bahwa mereka tak mempunyai amal shalih di
bumi dan tidak pula naik amal shalih mereka ke langit hingga jika
mereka wafat maka langit dan bumi kehilangan atas kemangkatan
mereka” (Tafsir Imam Ibn Katsir pada surat Addukhan 29).

maka jika malaikat menangis akan kepergian ramadhan maka hal itu
bisa saja terjadi, bahkan alam semesta ini gembira dengan amal
shalih keturunan Adam as, maka kepergian Ramadhan tidak mustahil
ditangisi malaikat,

dan pengingkaran atas hal ini adalah fatwa yg salah.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita
cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a^lam

Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=18568

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments