kavka83 tentang hadist – 2006/10/11 10:02 assalamualaikum ya habib munzir
sebelumnya saya berterimakasih banyak atas semua pertanyaan yang
habib jawab…alhamdullilah karena kalau tidak kepada ulama kemana
lagi saya harus bertanya
disalah satu posting, kalau tidak salah habib pernah menerangkan
tentang kredibilitas seorang ulama dalam menguasai hadis, seperti
seorang ulama hafidz menguasai sepuluhribu hadis lengkap dengan
matan dan sanadnya, sedangkan muhaddist dan imam tentu lebih
banyak lagi
1.pertanyaan saya…kalau di zaman sekarang sudah tidak ada lagi
ulama yang berpredikat seperti itu, lalu siapa dan kapan ulama
yang terakhir menguasai kredibilitas penguasaan hadist tersebut
yang mendekati zaman ini?
2.apakah mungkin di suatu saat nanti akan kembali muncul imam2
hadist (yang telah menghafal ribuan hadist) lainnya yang boleh
jadi akan dijadikan tambah rujukan bagi umat muslim dalam mengutip
hadist?
3.saya pernah membaca sebuah keterangan tentang turunnya wahyu
pertama kepada rasulullah (dari tafsir database Alquran samir ali
hajic,copyright checnya).
disitu dikatakan bahwa setelah turun ayat almudatsir kepada nabi
maka wahyu pun sempat berhenti turun beberapa saat, lalu disitu
dikatakan bahwa nabi bersedih hingga naik kesebuah bukit /jurang
untuk terjun,
yang jadi pertanyaan saya disini apa betul keterangan tersebut,
terlebih perihal nabi ingin terjun ke jurang.,,apakah disini
menerangkan kegoncangan psikis sebagaimana nabi juga seorang
manusia (yang tentunya derajatnya mulia di sisi Allah) ataukah ada
kesalahan dalam keterangan tersebut, lalu apa hikmah yang bisa
diperoleh dari keterangan tersebut?
atas jawabannya saya ucapkan banyak terimakasih
nb; saya mohon maaf jika pertanyaan saya mungkin sedikit bernada
provokatif, saya cuma ingin bertanya ke ulama yang tepat seperti
habib munzir….boleh jadi dengan jawaban yang saya dapat menambah
mahabbah saya kepada rasulullah saw.
wasalamualaikum
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
munzir Re:tentang hadist – 2006/10/13 06:29 Alaikumsalam warahmatullah
wabarakatuh,
Cahaya Keagungan Lailatulqadar semoga menerangi anda dan keluarga,
1. kalau di Indonesia, diriwayatkan adalah Al Allamah Al Habib
Abdulqadir bin Ahmad Balfaqih, wafat di Malang Jawa Timur,
wafatnya tahun 70an, kabarnya itulah Muhaddits terakhir, bila
diluar negeri yg saya ketahui adalah As Syeikh Al Allamah
Habibullah As Syinggithy rahimahullah dari Afrika, seorang Ulama
Haramain yg terkemuka. Masih tersisa di kota Tarim hadramaut para
Mufti, yg tidak mencapai derajat Al hafidh, namun mereka hafal
ratusan kitab dan belasan kitab hadits, mereka memecahkan masalah
masalah pelik, dan mendalami masalah masalah Mu?amalat (jual
beli), bahkan jinayat (pidana), yang hampir tak lagi ditemukan di
Indonesia ulama yg masih memahami Bab jinayat ini, pernah saya
lihat dimana Mufti Tarim itu Al habib Ali Masyhur bin Hafidh,
beliau memecahkan Hukum waris munasakhat, yaitu harta waris yg
tidak dibagi bagi sampai beberapa keturunan, ini adalah hukum
waris yg paling rumit, biasanya para Fuqaha menyerah dan
memerintahkan pembagian secara kekeluargaan saja, karena tak mampu
memecahkannya, beliau ini memecahkan suatu masalah munasakhat yg
sudah berkesinambungan hingga 13 keturunan, kertas hitungan
rumusnya hingga ratusan halaman, kemudian diperiksa oleh ulama
ulama lainnya dengan cara dibeberkan di Masjid Jami, kertas itu
sedemikian panjangnya hingga mencapai beberapa shaf di Masjid itu
agar bisa diperiksa.
Namun satu hal yg menarik, Ulama ulama disana itu sangat rendah
diri, sangat teramat sopan, beliau mengajar di masjid, suatu hari
di siang hari ramadhan (kami belajar disana kebetulan setiap siang
hari ba?da dhuhur), beliau biasanya dijemput mobil dan diantar ke
masjid tempat beliau mengajar, sebagaimana kita tahu bahwa panas
terik di Negara Arab ini sangat mengerikan, bisa mencapai 47
derajat selsius, tiba tiba beliau datang terlambat, dengan baju
basah oleh keringat, wajah berdebu, beliau terengah engah dan
berkata : ?maaf.. maaf.. saya terlambat, mobil tak datang, jadi
saya jalan kaki..?, Allahu Akbar.., perjalanan 2km ia tempuh
berjalan kaki disiang hari ramadhan teriknya matahari dhuhur di
yaman untuk mengajar, usia beliau diatas 60 tahun, dan mereka ini
tak mau pula dibayar, hanya karena Allah saja.
Mereka akrab dengan orang awam, duduk santai dan bercengkerama
dengan penjual sayuran, hati mereka sangat lembut, sopan, khusyu,
sakinah.. masya Allah.. saya sulit menemukan guru guru seperti itu
ditempat lain, duh saya berbicara terlalu panjang, maaf.
2.tentunya mungkin saja, namun tetap saja para Muhaddits muhaddits
baru itu bila mereka benar benar Fuqaha yg berilmu, mestilah
mereka itu mengikuti fatwa fatwa yg terdahulu, karena tak akan
mungkin ada orang bisa mencapai mereka yg terdahulu, seperti Imam
Ahmad bin Hanbal yg hafal 1 juta hadits dengan sanad dan hukum
matannya, sedangkan 1 hadits saja bisa jadi dua halaman bila
dilengkapi sanad dan hukum matannya, bagaimana dengan 1 juta
hadits..?, bila dikumpulkan seluruh buku hadits yg ada hingga
kini, tak akan mencapai 500 ribu hadits. Karena shahih bukhari
hanya haditsnya berakhir di hadits no.7124, shahih Muslim berakhir
di hadits no.3033, Shahih Ibn Hibban berakhir di hadits no.3079,
Musnad Ahmad bin Hanbal berakhir pada hadits no.27.688, mungkin
masih terdapat puluhan kitab hadits lainnya, Insya Allah tidak
mencapai 200 ribu hadits, siapa pula yg mampu di zaman itu menulis
semua hadits?, Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1 juta hadits karena
dia brilian dan jenius, namun tak mampu pula ia menulis dengan
tangannya sebanyak 1 juta hadits dengan sanad dan hukum matannya,
sedemikian banyak ilmu yg sirna, oleh sebab itu walaupun kita
barangkali tidak menemukan haditsnya, kita seyogyanya mengikuti
fatwa mereka, sebab bukan tidak ada dalilnya, barangkali dalilnya
ada namun sudah tidak teriwayatkan kini, tentunya belasan juta
hadits yg tak teriwayatkan dan sirna begitu saja dengan wafatnya
sang guru guru mulia, yg patut ditertawakan adalah ulama ulama
masa kini yg menentang mereka, padahal ilmu ulama ulama masa kini
tak satupun yg mencapai 1% ilmu yg mereka miliki.
3. mengenai hal itu memang betul, diriwayatkan dalam shahih
Bukhari dan lainnya, diriwayatkan itu adalah beban kenabian, suatu
cobaan yg sangat berat pada Nabi saw dan ujian seperti itu adalah
ujian yg tak bisa terbayangkan, namun bukan bertekad untuk bunuh
diri, namun beliau berdiri dipinggir jurang, dan dalam sekejap
terlintas untuk lompat, namun lintasan pikiran itu lewat begitu
saja, bukan niat untuk bunuh diri, sebagaimana dalam shahih
Bukhari diriwayatkan bahwa beliau saw ketika sedang shalat
diperlihatkan sorga, dan beliau berkata, ?hampir saja kuambil buah
sorga itu dan kuberikan pada kalian?, namun beliau tentu tak akan
melakukannya, karena sedang shalat, dan berbeda dengan pribadi
kita, karena pribadi kita bila teringat dengan sesuatu selain
Allah dalam shalat maka hilanglah kekhusyuan kita, berbeda dengan
Khusyu? nya para Nabi, contoh lain sabda Rasul saw : ?ratakan
shaf, sungguh aku melihat kalian dari belakang punggungku?.
(sahahih Bukhari) Tentunya hal ini mustahil bagi kita, dan bagi
kita hal ini pastilah mengganggu kekhusyuan, dan tidak demikian
dengan para Nabi, nah demikian pula mengenai nabi yg hampir
melemparkan dirinya ke jurang, tidak bisa dikiaskan dengan
kebiasaan pemahaman kita.
Demikian saudaraku yg kumuliakan,
Wallahu a?lam
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=1457© https://carauntuk.com/tentang-hadist-20061011