TAWASSUL DAN YUSUF QARDHAWI

0

NURYADIN TAWASSUL DAN YUSUF QARDHAWI – 2007/05/07 03:12 Yusuf Qardhawi
mendefinisikan tawassul sebagai Menggunakan wasilah (perantara)
untuk mencapai sebuah hal. Hal tersebut tidak mungkin dicapai
kecuali dengan menggunakan wasilah.
Jelaslah bahwa definisi seperti itu adalah tidak benar. Sebab,
dalam bertawassul, terkadang kita bertawassul dengan amal shalih
kita. Jika dikatakan bahwa hal tersebut tidak mungkin dicapai
kecuali dengan menggunakan wasilah (yaitu amal shalih kita) , maka
jelaslah bahwa ini adalah definisi yang bathil. Mana mungkin ada
sesuatu yang tidak akan terwujud tanpa menggunakan amal shalih
kita ? Padahal, yang benar adalah bahwa segala sesuatu itu tidak
mungkin terwujud, kecuali dengan Allah. Wasilah bukanlah yang
mewujudkan sesuatu itu.
Kemudian Yusuf Qardhawi mengomentari ayat ke-35 dari surat Al-Ma
`idah yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
carilah wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah
di jalan-Nya agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Ma`idah: 35)
Yusuf Qardhawi berkata, “Wasilah dalam ayat di atas adalah jalan
yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dengan hal yang dicintai
dan diridhai Allah. Baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun niat.”
Dia tidak menyebut soal Nabi dan Orang-Orang Shalih sebagai
yang juga dicintai dan diridhai Allah. Suatu pandangan yang tidak
lengkap.

Lalu Yusuf Qardhawi berkata bahwa tawassul yang disepakati itu ada
empat, yaitu:
1. Tawassul dengan Dzat Allah.
2. Tawassul dengan Asma dan Sifat Allah.
3. Tawassul dengan amal shalih.
4. Meminta doa kepada orang shalih.

Lalu Qardhawi berkata lagi bahwa tawassul dengan Nabi Muhammad,
salah seorang Nabi, atau pun orang-orang shalih adalah hal yang
diperselisihkan.
Padahal pendapat lain mengatakan bahwa yang diperselisihkan itu
bukan bertawassul dengan Nabi, melainkan bertawassul dengan orang
shalih itulah yang diperselisihkan. Dan lagi bukan bertawassul
dengan orang shalih -nya yang diperselisihkan, sebab suatu
pendapat mengatakan bahwa boleh saja kita bertawassul dengan orang
shalih, asalkan orang shalih tersebut memang jelas keshalihannya.
Adapun Nabi, sudah jelas keshalihannya, maka tidak ada ikhtilaf
dalam hal ini. Namun mengenai keshalihan seseorang selain Nabi,
kita tidak dapat memastikannya. Jadi bukan tawassul dengan orang
shalih yang diperselisihkan, tetapi keshalihan orang yang
dijadikan sebagai wasilah itulah yang menjadi ikhtilaf. Maka
sebagian ulama berpendapat bahwa bertawassul dengan orang shalih
itu sebaiknya dihindari, kecuali jika orang tersebut diyakini
keshalihannya hingga akhir hayatnya. Jadi, mengkategorikan
tawassul dengan orang shalih sebagai perkara khilafiyah adalah
suatu kesalah-pahaman atas aqidah yang dipegang oleh kaum salafus
shalih.

Lebih lanjut, untuk menolak tawassul dengan Nabi dan orang-orang
shalih, Yusuf Qardhawi berkata, “Antara Allah dan makhluq-Nya
tidak terdapat penghalang. Inilah kelebihan aqidah Islam yang
telah menghapus segala bentuk monopoli perantaraan Allah dan
manusia yang dilakukan oleh pendeta serta pemuka agama. Aqidah
tersebut telah membuka pintu untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan tanpa perantara.” Lalu dia mengutip ayat:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.” (Al-Baqarah: 186)

Perlu diketahui bahwa orang yang bertawassul dengan Nabi itu tidak
pernah meminta sesuatu kepada Nabi dalam doanya, mereka hanya
berdoa, misalnya, Ya Allah, demi Nabi-Mu, ampunilah aku. Dan doa
semacam ini pernah dicontohkan Nabi Muhammad, dimana Nabi telah
berdoa, “Dengan haq Nabi-Mu dan Nabi-Nabi sebelum aku.” [HR. Imam
Thabrani]

Yusuf Qardhawi, dengan komentarnya tersebut, sepertinya telah
salah memahami tawassul dengan Nabi . Dalam komentaranya
tersebut, dia seakan berkata bahwa kita tidak perlu perantara
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Padahal Allah menyuruh kita
untuk mencari wasilah yang mendekatkan kepada Allah. Dalam
komentar itu, dia juga seakan berkata bahwa jika Anda ingin
meminta, minta saja langsung kepada Allah. Dengan komentar
demikian, berarti dia telah menyalahi tawassul yang disepakati.
Yusuf Qardhawi berkata, “Aqidah Islam telah membuka pintu untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan tanpa perantara.” Jika hal
ini dia maksudkan untuk menolak tawassul dengan Nabi , maka
sesungguhnya hal tersebut juga telah menolak meminta doa kepada
orang shalih . Pertama, karena orang yang kita anggap shalih itu
belum tentu shalih. Kedua, karena jika Anda ingin meminta, minta
saja langsung kepada Allah. Mengapa harus meminta doa dari orang
shalih? Bukankah Allah itu dekat?

Maka, jika dia menolak tawassul dengan Nabi dengan komentar
demikian, seharusnya dia juga menolak meminta doa kepada orang
shalih . Tetapi karena dia tidak menolak meminta doa kepada orang
shalih , maka seharusnya dia juga menerima tawassul dengan Nabi
atau pun orang shalih . Ini hanyalah salah satu contoh dari
kecacatan cara berfikir Yusuf Qardhawi dan para pendukungnya,
dimana mereka berfikir secara parsial.

Allah memang Mahadekat lagi Mahamendengar. Namun adalah suatu
sunnah untuk berdoa dengan ^bertawassul dengan nabi^ atau dengan
meminta didoakan. Penolakan Yusuf Qardhawi terhadap ^tawasul
dengan Nabi^ adalah suatu penolakan yang lemah dan tidak sah.

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=3997

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments