Qunut Nazilah arsip 2006

0
   Wahyu      Doa Qunut - 2006/02/15 22:39 Assalamualaikum Wr Wb
   
              Semoga Habib selalu dalam keadaan Sehat Walafi.. Amin

              Saya mau tanyakan kalau saya ke cidodol ke tempat habib, pada hari
              kamis malam jum,at habib selalu melakukan sholat isya jamah ,
              dalam rakaat terakhir , habib membaca doa Qunut... mohon
              pejelasannya.. saya tahu hanya sholat subuh habib...

              Terima Kasih Habib
              Wassalam

                               | | ==========

   munzir     Re:Doa Qunut - 2006/02/17 03:37 Alaikumsalam warahmatullah
              wabarakatuh
    
              Salam sejahtera dan semoga curahan Rahmat Nya selalu atas anda.

              mengenai Qunut di waktu subuh memang itu selalu kita jalankan,
              sebagaimana kita bermadzhabkan Syafii.

              namun adalagi yg disebut Qunut Nazilah, yaitu doa Qunut yg dibaca
              oleh Rasul saw bila keadaan muslimin sedang terancam, atau sedang
              ditimpa musibah atau kesulitan, maka Rasul saw membaca Qunut
              Naazilah yg maknanya adalah mendoakan muslimin, dan memohon
              perlindungan bagi muslimin dan mendoakan kecelakaan bagi yg
              kecelakaan mereka menguntungkan muslimin.
              Demikian diriwayatkan dalam Kutubussab'ah (Bukhari, Muslim,
              Nasa'i, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibn Maajah, Musnad Ahmad).

              Qunut Nazilah ini dibaca oleh Rasul saw disaat shalat lima waktu,
              sampai musibah atas muslimin terselesaikan, atau musuh musuh
              muslimin hancur atau tunduk.

              Guru Saya, Alhabib Umar bin Hafihd memerintahkan untuk membaca
              Qunut Nazilah setiap shalat lima waktu, seterusnya, karena saat
              ini musibah atas muslimin tak habis habisnya di Barat dan Timur,
              dan musuh musuh muslimin terus bermunculan dimana mana,

              maka bagi kita untuk terus mendoakan mereka setiap shalatnya.
              sebagaimana dilakukan oleh Rasul saw,

              wallahu a'lam.

              Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
              groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

              Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
              No rekening Majelis Rasulullah saw:
              Bank Syariah Mandiri
              Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
              No rek : 061-7121-494
              
                                | | ==========

   ghofur     Re:Doa Qunut - 2008/02/20 01:56 Assalamu alikum wr wb
   
              Habib Munzir yang dimuliakan Allah, mohon penjelasan hadist yang
              mendzoifkan qunut subuh beserta bacaannya , apakah tulisan ini
              benar?
              Terima kasih banyak

              Wassalamu alikum wr wb
              Abdul Ghofur

              HADITS-HADITS TENTANG QUNUT SHUBUH DAN PENJELASANNYA
              Sumber : www.almanhaj.or.id

              HADITS PERTAMA
              Dari Anas bin Malik, ia berkata:  Senantiasa Rasulullah
              Shallallahu  alaihi wa sallam berqunut pada shalat Shubuh sehingga
              beliau berpisah dari dunia (wafat). 

              Hadits ini telah diriwayatkan oleh: Imam Ahmad[1],  Abdurrazzaq
              [2], Ibnu Abi Syaibah[3], secara ringkas, ath-Thahawi[4],
              ad-Daruquthni[5], al-Hakim, dalam kitab al-Arba iin, al-Baihaqi
              [6], al-Baghawi[7], Ibnul Jauzi[8].

              Semuanya telah meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Ja far
              ar-Razi (yang telah menerima hadits ini) dari Rubaiyyi  bin Anas,
              ia berkata:  Aku pernah duduk di sisi Anas bin Malik, lalu ada
              (seseorang) yang bertanya:  Apakah sesungguhnya Rasulullah
              Shallallahu  alaihi wa sallam, pernah qunut selama sebulan? 
              Kemudian Anas bin Malik menjawab:  ...(Seperti lafazh hadits di
              atas). 

              Keterangan:
              Walaupun sebagian ulama ada yang meng-hasan-kan hadits di atas.
              Akan tetapi yang benar adalah bahwa hadits ini derajatnya dha if
              (lemah), hadits ini telah dilemahkan oleh ulama para Ahli Hadits:

              Imam Ibnu Turkamani yang memberikan ta liq (ko-mentar) atas Sunan
              Baihaqi membantah pernyataan al-Baihaqi yang mengatakan hadits itu
              shahih. Ia berkata:  Bagaimana mungkin sanadnya shahih? Sedang
              perawi yang meriwayatkan dari Rubaiyyi , yaitu ABU JA FAR  ISA BIN
              MAHAN AR-RAZI masih dalam pembicaraan (para Ahli Hadits):

              [1]. Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam an-Nasa-i ber-kata:  Ia bukan
              orang yang kuat riwayatnya. 
              [2]. Imam Abu Zur ah berkata:  Ia banyak salah. 
              [3]. Imam al-Fallas berkata:  Ia buruk hafalannya. 
              [4]. Imam Ibnu Hibban menyatakan bahwa ia sering mem-bawakan
              hadits-hadits munkar dari orang-orang yang masyhur. 

              [Lihat Sunan al-Baihaqi (I/202) dan periksa Mizaanul I tidal III/
              319.] [9]

              [5]. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata:  Abu Ja far ini telah
              dilemahkan oleh Imam Ahmad dan imam-imam yang lain  Syaikh kami
              Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata kepadaku,  Sanad hadits ini
              (hadits qunut Shubuh) sama dengan sanad hadits (yang ada dalam
              Mustadrak al-Hakim (II/ 323-324): Tentang ma-salah Ruh yang
              diambil perjanjian dalam surat 7 ayat 172, (yakni firman Allah
              Subhanahu wa Ta ala):

               Artinya : Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu mengeluarkan (keturunan
              anak-anak Adam) dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
              terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):  Bukankah Aku ini
              Rabb-mu?  Mereka menjawab:  Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi
              saksi.  (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu
              tidak mengatakan:  Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
              orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Allah).  [Al-A 
              raaf: 172]

              (Yakni) hadits Ubay bin Ka ab yang panjang yang di-sebutkan di
              dalamnya: Dan ruh Isa  alaihis salam termasuk dari (kumpulan)
              ruh-ruh yang diambil kesaksiannya pada zaman Adam, maka (Dia)
              kirimkan ruh tersebut kepada Maryam  alaihas salam ketika ia pergi
              ke arah Timur, maka Allah kirimkan dengan rupa seorang laki-laki
              yang tampan, maka dia pun hamil dengan orang yang mengajarkan
              bi-cara, maka masuklah (ruh tersebut) ke dalam mulutnya. Jadi,
              yang dimaksud adalah Isa dan yang mengajak bicara ibunya adalah  
              Isa, bukan Malaikat, padahal menurut ayat yang mengajak bicara
              adalah Malaikat, dalam surat Mar-yam ayat 19, Allah berfirman:

               Artinya : Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Rabb-mu,
              untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.  [Maryam: 19]

              Yang mengajak bicara bukan  Isa, sebab hal ini mus-tahil dan hal
              ini merupakan kesalahan yang jelas.
              [Periksa: Zaadul Ma aad (I/276), tahqiq: Syaikh Syu aib
              al-Arnauth, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H]

              Syaikhul Islam Ibnul Qayyim berkata:  Maksud dari Syaikhul Islam
              Ibnu Taimiyyah ialah: Bahwa Abu Ja far  Isa bin Mahan ar-Razi
              adalah orang yang sering memba-wakan hadits-hadits munkar. Yang
              tidak ada seorang pun dari Ahli Hadits yang berhujjah dengannya
              ketika dia menyendiri (dalam periwayatannya). 

              Saya katakan:  Dan di antara hadits-hadits itu ialah hadits qunut
              Shubuh terus-menerus. 

              [6]. Al-Hafizh Ibnu Katsir ad-Damsyqiy asy-Syafi i dalam kitab
              tafsirnya juga menyatakan bahwa riwayat Abu Ja far ar-Razi itu
              mungkar.

              [7]. Al-Hafizh az-Zaila i dalam kitabnya Nashbur Raayah (II/132)
              sesudah membawakan hadits Anas di atas, ia berkata:  Hadits ini
              telah dilemahkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitabnya at-Tahqiq dan
              al- Ilalul Muta-nahiyah, ia berkata: Hadits ini tidak sah, karena
              se-sungguhnya Abu Ja far ar-Razi, namanya adalah Isa bin Mahan,
              dinyatakan oleh Ibnul Madini:  Ia sering keliru.  

              [8]. Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah, seorang
              Ahli Hadits zaman ini berkata:  Hadits Anas munkar.  [10]

              Kemudian al-Hafizh al-Baihaqi telah membawakan beberapa syawahid
              (penguat) bagi hadits Anas, sebagai-mana yang dikatakan oleh
              al-Hafizh al-Baihaqi sendiri dalam kitab Sunanul Kubra dan Imam
              an-Nawawi dalam kitab Majmu  Syarah Muhadzdzab. Dan
              riwayat-riwayatnya adalah sebagai berikut:

              HADITS KEDUA
              Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam pernah qunut, begitu juga
              Abu bakar, Umar, Utsman sampai meninggal dunia.

              Hadits ini telah diriwayatkan oleh: ad-Daruquthni[11], dan
              al-Baihaqi[12], kemudian ia berkata:  Kami tidak dapat berhujjah
              dengan Isma il al-Makki dan  Amr bin Ubaid. 

              Keduanya telah meriwayatkan hadits yang kedua ini dari jalan Isma 
              il bin Muslim al-Makki dan Ibnu Ubaid (yang keduanya telah terima
              hadits ini ) dari al-Hasan al-Bashri (yang telah terima hadits
              ini) dari Anas (bin Malik).

              PENJELASAN PARA AHLIS HADITS TENTANG PARA PERAWI HADITS KEDUA
              DIATAS

              [1]. Isma il bin Muslim al-Makki, ia adalah seorang yang lemah
              haditsnya, berikut ini keterangan para ulama jarh wat ta dil
              tentangnya:

              a. Abu Zur ah berkata:  Ia adalah seorang perawi yang lemah. 
              b. Imam Ahmad dan yang lainnya berkata:  Ia adalah seorang
              munkarul hadits. 
              c. Imam an-Nasa-i dan yang lainnya berkata:  Ia se-orang perawi
              yang matruk (seorang perawi yang ditinggalkan atau tidak dipakai,
              karena tertuduh dusta). 
              d. Imam Ibnul Madini berkata:  Tidak boleh ditulis haditsnya ...".
              [Periksa Mizanul I'tidal I/248 no. 945, Taqribut Tahdzib I/99 no.
              485]

              [2]. Amr bin Ubaid bin Bab (Abu  Utsman al-Bashri), adalah seorang
              Mu tazilah yang selalu mengajak manusia untuk berbuat bid ah.

              1. Imam Ibnu Ma in berkata,  Tidak boleh ditulis haditsnya. 
              2. Imam an-Nasa-i berkata:  Ia matrukul hadits. 

              [Periksa Miaznul I'tidal III/273 no. 6404, Taqribut Tahdzib I/740
              no. 5087]

              [3]. Hasan bin Abil Hasan Yasar al-Bashri, namanya yang sudah
              masyhur adalah Hasan al-Bashri.

              1. Al-Hafizh adz-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:  Ia
              adalah seorang Tabi in dan seorang yang mempunyai keutamaan, akan
              tetapi ia banyak me-mursal-kan hadits dan sering melakukan tadlis.
              Dan dalam hadits di atas, ia memakai sighat  an. 

              [Periksa Mizaanul I tidal (I/527), Tahdziibut Tahdzib (II/ 231),
              Taqriibut Tahdziib (I/202 no. 1231), cet. Daarul Kutub al- 
              Ilmiyyah]

              Dari keterangan di atas, dapat kita simpulkan bahwa hadits yang
              kedua di atas itu derajatnya dha ifun jiddan (sangat lemah).

              Sehingga hadits tersebut tidak dapat dijadikan penguat (syahid)
              bagi hadits Anas yang pertama di atas. Dan seka-ligus tidak dapat
              juga untuk dijadikan sebagai hujjah.

              Seandainya saja sanad hadits itu sah sampai kepada Hasan
              al-Bashri, itupun belum bisa dipakai hadits terse-but, apalagi
              telah meriwayatkan darinya dua orang perawi yang matruk!?

              [Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul
              Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan
              1425H/Oktober 2004M]
              _________
              Foote Note
              [1]. Dalam kitab al-Musnad (III/162).
              [2]. Dalam kitab al-Mushannaf (III/110).
              [3]. Dalam kitab al-Mushannaf (II/312).
              [4]. Dalam kitab Syarah Ma anil Atsar (I/244).
              [5]. Dalam kitab as-Sunan (II/39).
              [6]. Dalam kitab Sunanul Kubra (II/201).
              [7]. Dalam kitab Syarhus Sunnah (III/124).
              [8]. Dalam kitab al- Ilalul Mutanahiyah (I/441) no.753, dengan
              lafazh se-bagai berikut:  Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu  
              alaihi wa sallam qunut pada shalat Shubuh sampai beliau wafat. 
              [9]. Lihat juga kitab Tarikh Baghdad XI/146, Tahdzibut Tahdzib XII
              /57.
              [10]. Lihat kitab Silsilah Ahaadits adh-Dha iifah no. 1238.
              [11]. Dalam kitab as-Sunan: II/166-167 no. XIV/1679 cet. Darul Ma 
              rifah.
              [12]. Dalam kitab Sunanul Kubra: II/201

              Bagian Kedua dari Enam Tulisan 2/6

              HADITS KETIGA
               Artinya : Aku pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu  
              alaihi wa sallam, beliau qunut di belakang  Umar dan di belakang  
              Utsman, mereka semuanya qunut. 

              Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Baihaqi. [1]

              Imam Ibnu Turkamani berkata tentang hadits ini:  Kita harus lihat
              kepada seorang perawi Khulaid bin Da laj, apakah ia bisa dipakai
              sebagai penguat hadits atau tidak? 

              Karena Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Ma in dan Daraquthni
              melemahkannya. Pernah sekali Ibnu Ma in berkata:  Ia tidak ada
              apa-apanya (ia tidak bisa dipakai hujjah). 

              Imam an-Nasa-i berkata:  Ia bukan orang yang bisa dipercaya. Dan
              di dalam Mizaanul I tidal (I/663) disebut-kan bahwa Imam
              ad-Daraquthni memasukkannya dalam kelompok para perawi yang
              matruk.  

              Ada sesuatu hal yang aneh dalam membawakan ini yaitu mengapa
              riwayat Khulaid dijadikan penguat pada-hal di situ tidak ada
              sebutan Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam qunut
              terus-menerus pada shalat Shubuh. Dalam riwayat itu hanya disebut
              qunut. Kalau soal Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam qunut
              banyak haditsnya yang shahih, akan tetapi yang jadi persoalan
              adalah  Ada tidak hadits yang shahih yang menerangkan beliau
              terus-me-nerus qunut Shubuh? [2]

              HADITS KEEMPAT
              Hadits lain yang dikatakan sebagai  syahid  (penguat) ialah
              hadits:

               Artinya : Senantiasa Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam
              qunut pada shalat Shubuh hingga beliau wafat. 

              Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam al-Khathib al-Baghdadi
              dalam Kitaab al-Qunut.

              Al-Hafizh Abul Faraj Ibnul Jauzi telah mencela al-Khathib
              (al-Baghdadi), mengapa ia memasukkan hadits ini di dalam kitabnya
              al-Qunut padahal di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Dinar
              bin  Abdillah.

              Ibnu Hibban berkata:  Dinar bin  Abdillah banyak meriwayatkan
              Atsar yang maudhu  (palsu) dengan meng-atasnamakan Anas, maka
              sudah sewajarnya hadits yang ia riwayatkan tidak halal untuk
              disebutkan (dimuat) di dalam berbagai kitab, kecuali bila ingin
              menerangkan cacatnya. 

              Ibnu  Adiy berkata:  Ia (Dinar) dha if dzahib (sangat lemah). 
              [Periksa: Mizaanul I tidal (II/30-31).]

              Dari sini dapatlah kita ketahui bersama bahwa perka-taan Imam
              an-Nawawi bahwa hadits Anas mempunyai penguat dari beberapa jalan
              yang shahih (?) yang diriwa-yatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi dan
              ad-Daraquthni, ada-lah perkataan yang tidak benar dan sangat
              keliru sekali, karena semua jalan yang disebutkan oleh Imam
              an-Nawawi ada cacat dan celanya, sebagaimana yang sudah
              diterang-kan di atas. Kelemahan hadits-hadits di atas bukanlah
              kelemahan yang ringan yang dengannya, hadits Anas bisa terangkat
              menjadi hasan lighairihi, tidaklah demikian. Akan tetapi kelemahan
              hadits-hadits di atas adalah ke-lemahan yang sangat menyangkut
              masalah  adalatur rawi (keadilan seorang perawi).

              Jadi, kesimpulannya hadist-hadits di atas sangat lemah dan tidak
              boleh dipakai sebagai hujjah.

              Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany berkata:  Hadits-hadits Anas
              terjadi kegoncangan dan perselisihan, maka yang seperti ini tidak
              boleh dijadikan hujjah. (Yakni hadits Abu Ja far tidak boleh
              dijadikan hujjah -pen.).
              [Lihat Talkhisul Habir ma asy Syarhil Muhadzdzab (III/418).]

              Bila dilihat dari segi matan-nya (isi hadits), maka matan hadits
              (kedua dan keempat) bertentangan dengan matan hadits-hadits Anas
              yang lain dan bertentangan pula dengan hadits-hadits shahih yang
              menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam qunut
              pada waktu ada nazilah (musibah).

              HADITS KELIMA
              Riwayat dari Anas yang membantah adanya qunut Shubuh
              terus-menerus:

              "Artinya : Ashim bin Sulaiman berkata kepada Anas,  Sesungguh-nya
              orang-orang menyangka bahwa Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam
              senantiasa qunut dalam shalat Shubuh.  Jawab Anas bin Malik:  
              Mereka dusta! Beliau Shallallahu  alaihi wa sallam qunut satu
              bulan mendo akan kecelakaan atas satu qabilah dari qabilah-qabilah
              bangsa  Arab. 
              [Hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Khathib al-Bagh-dadi
              sebagaimana yang dikatakan oleh al- Allamah Ibnul Qayyim dalam
              kitab Zaadul Ma aad (I/278)]

              Derajat Hadits.
              Derajat hadits ini tidak sampai kepada shahih, karena dalam
              sanadnya ada Qais bin Rabi , ia dilemahkan oleh Ibnu Ma in dan
              ulama lainnya mengatakan ia tsiqah. Qais ini lebih tsiqah dari Abu
              Ja far semestinya orang lebih con-dong memakai riwayat Qais
              ketimbang riwayat Abu Ja far, dan lagi pula riwayat Qais ada
              penguatnya dari hadits-hadits yang sah dari Anas sendiri dan dari
              para Shahabat yang lainnya.

              HADITS KEENAM
              Dari Anas bahwasanya Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam tidak
              pernah qunut melainkan apabila beliau mendo a-kan kecelakaan bagi
              kaum (kafir).
              [Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuza-imah dalam
              kitab Shahih-nya no. 620]

              QUNUT SHUBUH TERUS MENERUS ADALAH BID'AH !!!

              Qunut Shubuh yang dilakukan oleh ummat Islam di Indonesia dan di
              tempat lain secara terus-menerus adalah ibadah yang tidak pernah
              dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam, para
              Shahabatnya dan tidak juga dilakukan oleh para tabi in. Para
              Shahabat Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam -mudah-mudahan Allah
              meridhai mereka-, mereka adalah orang-orang yang selalu shalat
              berjama ah bersama Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam dan mereka
              menceritakan apa yang mereka lihat dari tata cara shalat
              Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam yang lima waktu dan
              lainnya. Mereka jelas-jelas mengatakan bahwa qunut Shubuh
              terus-menerus tidak ada Sunnahnya dari Nabi Shallallahu  alaihi wa
              sallam. Bahkan di antara mereka ada yang berkata : Qunut Shubuh
              adalah bid ah, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat-riwayat
              yang akan saya paparkan di bawah ini:

              HADITS KETUJUH
              Dari Abi Malik al-Asyja i, ia berkata kepada ayahnya:  Wahai
              ayahku, sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah
              Shallallahu  alaihi wa sallam, di bela-kang Abu Bakar,  Umar,  
              Utsman dan di belakang  Ali di daerah Qufah sini kira-kira selama
              lima tahun, apakah qunut Shubuh terus-menerus?  Ia jawab:  Wahai
              anakku qunut Shubuh itu bid ah!!
              [Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (no. 402), Ahmad (III/472, VI/
              394), Ibnu Majah (no. 1241), an-Nasa-i (II/204), ath-Thahawi (I/
              146), ath-Thayalisi (no. 1328) dan Baihaqi (II/213), dan ini
              adalah lafazh hadits Imam Ibnu Majah, dan Imam at-Tirmidzi
              berkata:  Hadits hasan shahih.  Lihat pula kitab Shahih Sunan
              an-Nasa-i (I/233 no. 1035) dan Irwaa-ul Ghalil (II/182) keduanya
              karya Imam al-Albany.] [4]

              Bid ah yang dimaksud oleh Thariq bin Asyyam al-Asyja i ini adalah
              bid ah menurut syari at, yaitu: Mengadakan suatu ibadah yang tidak
              dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam, dengan
              maksud bertaqarrub kepada Allah. Dan semua bid ah adalah sesat,
              sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam:

               Artinya : Tiap-tiap bid ah adalah sesat dan tiap-tiap kesesatan
              tempatnya di Neraka. 

              Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam an-Nasa-i dalam kitab
              Sunan-nya (III/188-189) dan al-Baihaqi dalam kitab al-Asma  wash
              Shifat, lihat juga kitab Shahih Sunan an-Nasa-i (I/346), karya
              Imam al-Albany.

              [Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul
              Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan
              1425H/Oktober 2004M]
              _________
              Foote Note
              [1]. Di dalam kitab Sunanul Kubra II/202
              [2]. Lihat di dalam kitab Sunanul Kubra II/201-202
              [3]. Nama lengkap beliau adalah : Ahmad bin Ali bin Muhammad
              Al-Kannani Al-Asqalani Abul Fadhl, dan beliau terkenal sebagai
              ulama dari kalangan madzhab Imam As-Syafi'i, lihat biografi
              lengkapnya di kitab Al-Jawaahir wad Durar Fii Tarjamati Syaikhil
              Islam Ibni Hajar oleh Syaikh As-Syakhawi dan kitab-kitab yang
              lainnya.
              [4]. Lihat juga di kitab Bulughul Maram no. 289, karya Al-Hafidzh

              Bagian Ketiga dari Enam Tulisan 3/6

              HADITS KEDELAPAN
              Dari Abi Mijlaz, ia berkata:  Aku pernah shalat Shubuh bersama
              Ibnu  Umar, tetapi ia tidak qunut.  Lalu aku ber-tanya kepadanya:
               Aku tidak lihat engkau qunut Shubuh?  Ia jawab:  Aku tidak dapati
              seorang Shahabat pun yang melakukan hal itu.  

              Atsar ini telah diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi di dalam kitab
              Sunanul Kubra (II/213) dengan sanad yang hasan, sebagaimana yang
              telah dikatakan oleh Syaikh Syuaib al-Arnauth dalam tahqiq beliau
              atas kitab Zaadul Ma ad (I/272).

              Ibnu  Umar seorang Shahabat yang zuhud dan wara  yang selalu
              menemani Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam, beliau (Ibnu  
              Umar) mengatakan:  Tidak satu Shahabat yang melakukan qunut Shubuh
              terus-menerus. Para Shahabat yang sudah jelas mendapat pujian dari
              Allah tidak melakukan qunut Shubuh,  

              Namun mengapa ummat Islam yang datang sesudah para Shahabat malah
              berani melakukan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah
              Shallallahu  alaihi wa sallam?

              Seorang Shahabat Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam yang bernama
              Thariq bin Asyyam bin Mas ud al-Asyja i ayahanda Abu Malik Sa d
              al-Asyja i dengan tegas dan tandas mengatakan:  Qunut Shubuh
              adalah bid ah! 

              PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS MENERUS
              [1]. Imam Ibnul Mubarak berpendapat tidak ada qunut di shalat
              Shubuh.

              [2]. Imam Abu Hanifah berkata:  Qunut Shubuh (terus-menerus itu)
              dilarang.  [Lihat Subulus Salam (I/378).]

              [3]. Abul Hasan al-Kurajiy asy-Syafi i (wafat th. 532 H), beliau
              tidak mengerjakan qunut Shubuh. Dan ketika ditanya:  Mengapa
              demikian?  Beliau menjawab:  Tidak ada satu pun hadits yang shah
              tentang masalah qunut Shubuh!!  [Lihat Silsilatul Ahaadits adh-Dha
               iifah wal Maudhu ah (II/388).]

              [4]. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata:  Tidak ada sama sekali
              petunjuk dari Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam mengerjakan
              qunut Shubuh terus-menerus. Jumhur ulama berkata:  Tidaklah qunut
              Shubuh ini dikerjakan Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam, bahkan
              tidak ada satupun dalil yang sah yang menerangkan bahwa Nabi
              Shallallahu  alaihi wa sallam mengerjakan demikian.  [Lihat Zaadul
              Ma aad (I/271 & 283), tahqiq: Syu aib al-Arnauth dan  Abdul Qadir
              al-Arnauth]

              [5]. Syaikh Sayyid Sabiq berkata:  Qunut Shubuh tidak disyari 
              atkan kecuali bila ada nazilah (musibah) itu pun dilakukan di lima
              waktu shalat, dan bukan hanya di waktu shalat Shubuh. Imam Abu
              Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Mubarak, Sufyan ats-Tsauri dan
              Ishaq, mereka semua tidak melakukan qunut Shubuh.  [Lihat Fiqhus
              Sunnah (I/167-168)]

              PENJELASAN TENTANG PENDAPAT MEREKA YANG MENYUNNAHKANNYA
              Sebagian orang ada yang mengatakan:  Madzhab kami berpendapat
              sunnah berqunut pada shalat Shubuh, baik ada nazilah ataupun tidak
              ada nazilah. 

              Apabila kita perhatikan, maka kita dapat mengetahui bahwa yang
              melatarbelakangi pendapat mereka adalah  anggapan  mereka tentang
              ke-shahih-an hadits tentang qunut Shubuh secara terus-menerus.
              Akan tetapi setelah pemeriksaan, kita mengetahui bahwa semua
              hadits tersebut ternyata dha if (lemah) semuanya.

              Kemungkinan besar, mereka belum mengetahui tentang kelemahan
              hadits-hadits tersebut. Karena ma-nusia tetaplah manusia, siapapun
              dia, dan sifat manusia itu bisa benar dan bisa juga salah. Dan
              Imam asy-Syafi i sangat memahami hal ini, sehingga beliau berkata:

              "Apabila kamu mendapati dalam kitabku pendapat-pen-dapatku yang
              menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam, maka
              peganglah Sunnah Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam dan
              tinggalkanlah pendapatku. Dalam riwayat lain beliau berkata:
              Ikutilah Sunnah Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam, dan
              jangan kamu menoleh kepada pendapat siapapun. 

              Diriwayatkan oleh Imam al-Harawi, al-Khathib al-Baghdadi,
              sebagaimana yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Majmu 
              Syarah Muhadzdzab [1]. Lihat kitab Shifat Shalat Nabi Shallallahu
               alaihi wa sallam, karya Imam al-Albany..

              "Setiap masalah yang sudah sah haditsnya dari Rasulullah
              Shallallahu  alaihi wa sallam menurut para ulama-ulama hadits,
              akan tetapi pendapatku menyelisihi hadits yang shahih, maka aku
              akan rujuk dari pendapatku, dan aku akan ikut hadits Nabi
              Shallallahu  alaihi wa sallam yang shahih baik ketika aku masih
              hidup, maupun setelah aku wafat. [Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu
              Nu aim al-Ashba-hani dan al-Harwi, lihat di kitab Sifat Shalatin
              Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam karya Imam al-Albany]

               Setiap pendapatku yang menyalahi hadits Nabi Shallallahu  alaihi
              wa sallam. Itulah yang wajib diikuti, dan janganlah kamu taqlid
              kepadaku.  [Diriwayatkan oleh: Imam Ibnu Abi Hatim, al-Hafizh Abu
              Nu aim dan al-Hafizh Ibnu  Asakir. Lihat kitab Sifat Shalat Nabi
              Shallallahu  alaihi wa sallam, karya Imam al-Albani.]

              QUNUT NAZILAH
              Qunut Nazilah adalah do a qunut ketika musibah atau kesulitan
              menimpa kaum Muslimin, seperti peperangan, terbunuhnya kaum
              Muslimin atau diserangnya kaum Muslimin oleh orang-orang kafir.
              Qunut Nazilah, yaitu mendo akan kebaikan atau kemenangan bagi kaum
              Muk-minin dan mendo akan kecelakaan atau kekalahan, ke-hancuran
              dan kebinasaan bagi orang-orang kafir, Musy-rikin dan selainnya
              yang memerangi kaum Muslimin. Qunut Nazilah ini hukumnya sunnat,
              dilakukan sesudah ruku  di raka at terakhir pada shalat wajib lima
              waktu, dan hal ini dilakukan oleh Imam atau Ulil Amri.

              Imam at-Tirmidzi berkata:  Ahmad (bin Hanbal) dan Ishaq bin
              Rahawaih telah berkata:  Tidak ada qunut dalam shalat Fajar
              (Shubuh) kecuali bila terjadi Nazilah (musibah) yang menimpa kaum
              Muslimin. Maka, apabila telah ter-jadi sesuatu, hendaklah Imam
              (yakni Imam kaum Mus-limin atau Ulil Amri) mendo akan kemenangan
              bagi ten-tara-tentara kaum Muslimin.  [2]

              Berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu  anhuma, bahwasanya
              Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam mela-kukan qunut satu
              bulan berturut-turut pada shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib,  Isya dan
              Shubuh di akhir setiap shalat, yakni apabila beliau telah membaca
               Sami allaahu liman hamidah  dari raka at terakhir, beliau
              Shallallahu  alaihi wa sallam mendo akan kecelakaan atas mereka,
              satu kabilah dari Bani Sulaim, Ri il, Dzakwan dan Ushayyah
              sedangkan orang-orang yang di belakang beliau mengaminkannya. [3]

              Hadits-hadits tentang qunut Nazilah banyak sekali, dilakukan pada
              shalat lima waktu sesudah ruku  di raka at yang terakhir.

              Imam an-Nawawi memberikan bab di dalam Syarah Muslim dari Kitabul
              Masaajid, bab 54: Istihbaabul Qunut fii Jami ish Shalawat idzaa
              Nazalat bil Muslimin Nazilah (bab Disunnahkan Qunut pada Semua
              Shalat (yang Lima Waktu) apabila ada musibah yang menimpa kaum
              Muslimin) [4]

              [Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul
              Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan
              1425H/Oktober 2004M]
              _________
              Foote Note
              [1]. Majmu  Syarahil Muhadzdzab I/63.
              [2]. Tuhfatul Ahwadzi Syarah at-Tirmidzi II/434.
              [3]. Abu Dawud no.1443, al-Hakim I/225 dan al-Baihaqi II/200 &
              212, lihat Irwaa-ul ghaliil II/163.
              [4]. Lihat juga masalah ini dalam Zaadul Ma aad I/272-273, Nailul
              Authar II/374-375  muhaqqaq.

              Bagian Keempat dari Enam Tulisan 4/6

              HADITS-HADITS SHAHIH TENTANG QUNUT NAZILAH

              HADITS PERTAMA
              Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah Shallallahu  alaihi wa
              sallam pernah qunut selama satu bulan secara terus-menerus pada
              shalat Zhuhur,  Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh di akhir setiap
              shalat, (yaitu) apabila ia mengucap Sami Allahu liman hamidah di
              raka at yang akhir, beliau mendo akan kebinasaan atas kabilah Ri 
              lin, Dzakwan dan  Ushayyah yang ada pada perkampungan Bani Sulaim,
              dan orang-orang di belakang beliau mengucapkan amin.

              Hadits ini telah diriwayatkan oleh Abu Dawud[1], Ibnul Jarud[2],
              Ahmad[3], al-Hakim dan al-Baihaqi[4]. Dan Imam al-Hakim
              menambahkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu  anhuma berkata: Beliau
              Shallallahu  alaihi wa sallam pernah mengutus para da i agar
              mereka (kabilah-kabilah itu) masuk Islam, tapi malah mereka
              membunuh para da i itu.  Ikrimah berkata: Inilah pertama kali
              qunut diadakan. [Lihat Irwaa-ul Ghalil II/163]

              HADITS KEDUA
              Dari Anas, ia berkata:  Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam
              pernah qunut selama satu bulan setelah bangkit dari ruku , yakni
              mendo a kebinasaan untuk satu kabilah dari kabilah-kabilah Arab,
              kemudian beliau meninggal-kannya (tidak melakukannya lagi). 

              Diriwayatkan oleh Ahmad[5], Bukhari[6], Muslim[7], an-Nasaa-i[8],
              ath-Thahawi[9].

              Dalam hadits Ibnu Abbas dan hadits Anas dan beberapa hadits yang
              lainnya menunjukkan bahwa pertama kali qunut dilakukan ialah
              ketika Bani Sulaim yang terdiri dari Kabilah Ri lin, Hayyan,
              Dzakwan dan  Ushayyah meminta kepada Nabi Shallallahu  alaihi wa
              sallam agar mau mengajarkan mereka tentang Islam.

              Maka, kemudian Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam mengutus kepada
              mereka tujuh puluh orang qurra  (para penghafal al-Qur'an),
              sesampainya mereka di sumur Ma unah, mereka (para qurra ) itu
              dibunuh semuanya. Pada saat itu, tidak ada kesedihan yang lebih
              menyedihkan yang menimpa Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam selain
              kejadian itu. Maka kemudian beliau Shallallahu  alaihi wa sallam
              qunut selama satu bulan, yang kemudian beliau tinggalkan.

              Di antaranya adalah hadits Ibnu  Umar dan Abu Hu-rairah di bawah
              ini:

              Dari Ibnu Umar,  Sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah
              Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau mengangkat kepalanya
              dari ruku  di raka at yang terakhir ketika shalat Shubuh, ia
              membaca:  Allahummal  an fulanan wa fulanan wa fulanan (Ya Allah
              laknatlah si fulan dan si fulan dan si fulan) sesudah ia membaca
              Sami allaahu liman hamidahu. Kemudian Allah menurunkan ayat (yang
              artinya):  Sama sekali soal (mereka) itu bukan menjadi urusanmu,
              apakah Allah akan menyiksa mereka atau akan mengampuni mereka.
              Maka sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang zhalim.   [Ali  
              Imraan: 128]

              Hadits shahih riwayat Ahmad (II/147)

              Dari Abu Hurairah,  Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa
              sallam, apabila hendak mendo akan kecelakaan atas seseorang atau
              mendo akan kebaikan untuk seseorang, beliau mengerjakan qunut
              sesudah ruku , dan kemungkinan apabila ia membaca: Sami allahu
              liman hamidah, (lalu) beliau membaca,  Allahumma  dan seterusnya
              (yang artinya: Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid dan Salamah
              bin Hisyam dan  Ayyasy bin Abi Rabi ah dan orang-orang yang
              tertindas dari orang-orang Mukmin. Ya Allah, keraskanlah siksa-Mu
              atas (kaum) Mudhar, Ya Allah, jadikanlah atas mereka musim kemarau
              seperti musim kemarau (yang terjadi pada zaman) Yusuf.  

              Abu Hurairah berkata,  Nabi keraskan bacaannya itu dan ia membaca
              dalam akhir shalatnya dalam shalat Shu-buh: Allahummal  an fulanan
                dan seterusnya (Ya Allah, laknatlah si fulan dan si fulan) yaitu
              (dua orang) dari dua kabilah bangsa Arab, sehingga Allah
              menurunkan ayat:  Sama sekali urusan mereka itu bukan menjadi
              urusanmu... (dan seterusnya).  

              Hadits shahih riwayat Ahmad ii/255 dan al-Bukhari No 4560

              Di dalam hadits shahih riwayat Imam al-Bukhari dalam kitab
              Shahih-nya no. 1004 disebutkan bahwa Nabi Shallallahu  alaihi wa
              sallam pernah qunut pada shalat Shubuh dan Maghrib.

              Lafazhnya adalah sebagai berikut:

              Dari Anas, ia berkata,  Qunut itu ada dalam shalat Maghrib dan
              Shubuh. 

              Dan dalam hadits yang shahih pula disebutkan bahwa Abu Hurairah
              pernah qunut pada shalat Zhuhur dan  Isya sesudah mengucapkan Sami
               allahu liman hamidahu (setelah bangkit dari ruku  (di saat sedang
              i tidal).), ia berdo a untuk kebaikan/kemenangan kaum Mukminin dan
              melaknat orang-orang kafir. Kemudian Abu Hurairah berkata:  
              Shalatku ini menyerupai shalatnya Rasulullah Shallallahu  alaihi
              wa sallam. 

              Lafazh haditsnya secara lengkap adalah sebagai berikut:

              Dan dari Abu Hurairah, ia berkata,  Sungguh aku akan mendekatkan
              kamu dengan shalat Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam. Maka,
              Abu Hurairah kemudian qunut dalam raka at yang akhir dari shalat
              Zuhur,  Isya dan shalat Shubuh, sesudah ia membaca:  Sami allahu
              liman hamidah.  Lalu ia mendo akan kebaikan untuk orang-orang
              Mukmin dan melaknat orang-orang kafir. 

              Hadits shahih riwayat Ahmad (II/255), al-Bukhari (no. 797) dan
              Muslim (no.676 (296), ad-Daraquthni (II/37 atau II/165) cet. Darul
              Ma rifah.

              Memang Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam pernah qunut pada
              shalat Shubuh, begitu juga Abu Hurairah, akan tetapi ingat, bahwa
              hal itu bukan semata-mata dilakukan pada shalat Shubuh saja! Sebab
              apabila dibatasi pada shalat Shubuh saja, maka hal ini akan
              berten-tangan dengan riwayat yang sangat banyak sekali yang
              menyebutkan bahwa beliau Shallallahu  alaihi wa sallam melakukan
              qunut pada lima waktu shalat yang wajib. Menurut hadits yang
              keenam bahwa Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam tidak qunut
              melainkan apabila beliau hendak mendo akan kebaikan atau mendo 
              akan kebinasaan atas suatu kaum. Maka apabila beliau qunut itu
              menunjukkan ada musibah yang menimpa ummat Islam dan dilakukan
              selama satu bulan[10]

              [Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul
              Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan
              1425H/Oktober 2004M]
              _________
              Foote Note
              [1]. Dalam kitab al-Musnad (I/301-302).
              [2]. Dalam kitab Mustadrak-nya (I/225-226).
              [3]. Dalam kitab Sunanul Kubra (II/200 & II/212).
              [4]. Dalam kitab al-Musnad III/115, 180, 217, 261 & III/191, 249.
              [5]. Di dalam kitab Shahih-nya no. 4089.
              [6]. Dalam kitab Shahih-nya no.677 (304), tanpa lafazh  ba dar
              ruku . 
              [7]. Dalam kitab Sunan-nya II/203-204.
              [8]. Dalam kitab Syarah Ma anil Atsar (I/245).
              [9]. Dan hadits ini telah diriwayatkan pula oleh Abu Dawud
              ath-Thayalisi dalam Musnad-nya no.1989, Abu Dawud no.1445,
              sebagaimana juga telah disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam
              kitab Bulughul Maram no.287, lihat juga kitab Irwaa-ul Ghalil II/
              163.
              [10]. Sebelum ini telah disebutkan hadits-hadits yang menunjukkan
              adanya qunut pada shalat Shubuh, Zhuhur,  Ashar, dan  Isya, adapun
              yang menerangkan adanya qunut pada shalat Maghrib, adalah hadits
              Bara  bin  Azib:
              Dari Baraa  bin  Azib,  Sesungguhnya Rasulullah shallalllahu  
              alaihi wa sallam pernah qunut dalam shalat Shubuh dan Maghrib. 
              Hadits shahih riwayat Ahmad IV/285, Muslim no.678 (306), Abu Dawud
              no.1441, at-Tirmidzi no.401, an-Nasaa-i II/202, ad-Dara-quthni II/
              36, al-Baihaqi II/198, ath-Thahawi II/242, Abu Dawud ath-Thayalisi
              dalam Musnad-nya no.737, lafazh ini milik Muslim.

              Bagian Kelima dari Enam Tulisan 5/6

              MAKNA QUNUT
              Kata (Qunut): Secara bahasa memiliki banyak makna,[1] di antaranya
              adalah:

              [1]. Berdiri lama, berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu  
              alaihi wa sallam:
               Artinya : Seutama-utama shalat yaitu yang lama berdirinya" [HSR.
              Ahmad (III/302, 391), Muslim (no. 756), at-Tirmidzi (no. 387),
              dari Shahabat Jabir, Ibnu Majah (no. 1421) dan al-Baihaqi (III/8)]

              [2]. Diam.[2]

              [3].Selalu ta at, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta ala:

              "Artinya : Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung)
              ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan
              berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
              rahmat Rabb-nya?...  [Az-Zumar: 9]

              Dan firman Allah Subhanahu wa Ta ala:

               Artinya : Dan (ingatlah) Maryam binti  Imran yang memelihara
              kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari
              ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabb-nya dan
              Kitab-kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang ta'at. 
              [At-Tahrim: 12]

              [4].Tunduk menghinakan diri kepada Allah.

               Artinya : Dan kepunyaan-Nya lah siapa saja yang ada di langit dan
              di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.  [Ar- Rum: 26]

              [5]. Do a, sebagaimana yang dikenal saat ini, yaitu do a qunut.

              [6]. Khusyu .

              [7]. Tasbih[3]

              MAKNA NAZILAH
              Kata (an Nazilah)  artinya: Musibah, bencana, malapetaka.

              Jadi, qunut Nazilah yaitu qunut untuk mendo akan kebaikan
              (kemenangan) bagi kaum Muslimin dan mendo akan kecelakaan
              (kebinasaan) bagi kaum Kafir atau Musyrik yang menjadi musuh
              Islam.

              Qunut Nazilah ini hukumnya sunnat dan adanya di lima waktu shalat
              wajib; Shubuh, Zhuhur,  Ashar, Magh-rib dan Isya . Tempatnya doa
              qunut ialah waktu berdiri sesudah ruku  di raka at yang akhir.
              Adapun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu  alaihi wa
              sallam qunut sebelum ruku  maksudnya: Lama berdiri dalam membaca
              ayat, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

              "Artinya : Seutama-utama shalat yaitu yang lama berdirinya."
              [Lihat Zaadul Ma aad (I/235)]

              BEBERAPA MASALAH PENTING BERKENAAN DENGAN QUNUT
              [1]. Bacaan do a qunut yang biasa dipakai sebagian kaum Muslimin
              yang berbunyi:

               Artinya : Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang
              telah Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan (dari
              penyakit dan apa yang tidak disukai) sebagaimana orang yang pernah
              Engkau lindungi, sayangilah aku sebagaimana orang yang telah
              Engkau sayangi. Berikanlah berkah terhadap apa-apa yang telah
              Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan apa yang
              Engkau telah takdirkan, sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan
              hukum, dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepada-Mu.
              Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina, dan tidak
              akan mulia orang yang Engkau musuhi. Mahasuci Engkau, wahai Rabb
              kami Yang Mahatinggi.

              Sebenarnya lafazh do a ini adalah lafazh do a untuk qunut witir,
              sebagaimana yang telah diriwayatkan dari al-Hasan bin  Ali
              radhiyallahu  anhuma. [HR. Abu Dawud (no. 1425), at-Tirmidzi (no.
              464), Ibnu Majah (no. 1178), an-Nasa-i (III/248), Ahmad (I/199,
              200) dan al-Baihaqi (II/209, 497-498)]

              Sedang do a yang ada di dalam kurung menurut ri-wayat al-Baihaqi.
              Hadits ini diriwayatkan dari Shahabat Hasan bin Ali radhiyallahu  
              anhuma:  Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam mengajarkan
              kepadaku beberapa kalimat yang aku baca dalam shalat witir  
              [Lihat Shahiih at-Tirmidzi (I/144), Shahih Ibni Majah (I/194),
              Irwaa-ul Ghalil, oleh Syaikh al-Albani (II/172) dan Shahiih Kitaab
              al-Adzkaar (I/176-177, no. 155/125). Hadits shahih. Lihat kepada
              kitab saya yang berjudul:  Do a dan Wirid Mengobati Guna-guna dan
              Sihir Menu-rut al-Qur an dan as-Sunnah  hal. 193-194, cet. IV]

              Do a qunut Witir dilakukan sebelum ruku  pada raka at terakhir
              dari shalat Witir, dengan dasar hadits Ubay bin Ka ab:  Bahwa
              Rasulullah Shallallahu  alaihi wa sallam melakukan qunut dalam
              shalat witir sebelum ruku .[4]

              Hukum qunut Witir ini adalah sunnah, disyari atkan melakukan qunut
              Witir sepanjang tahun sebelum ruku , sebagaimana hadits Hasan bin
               Ali Radhiyallahu  anhuma, dan riwayat ini shahih dari  Abdullah
              bin Mas ud dan  Abdullah bin Umar radhiyallahu  anhum, bahkan
              diriwayatkan dari Jumhur Shahabat, sebagaimana yang diri-wayatkan
              dari Ibrahim, dari  Alqamah:  Sesungguhnya Ibnu Mas ud dan para
              Shahabat Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam (melakukan) qunut
              dalam shalat witir sebelum ruku .  [5]

              Dari Ibrahim an Nakha i, ia berkata:  Abdullah bin Mas ud
              radhiyallahu  anhu tidak pernah qunut Shubuh sepanjang tahun dan
              ia qunut Witir setiap malam se-belum ruku . [6]

              Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah berkata:  Ini adalah atsar yang kami
              pegang. 
              Ishaq bin Rahawaih memilih qunut (Witir) dilaksana-kan sepanjang
              tahun. [7]

              QUNUT PADA PERTENGAHAN RAMADHAN SAMPAI AKHIR RAMADHAN
              Disyari atkan juga qunut pada pertengahan Ramadhan sampai akhir
              Ramadhan, berdasarkan riwayat Sahabat dan Tabi in.

              Dari  Amr bin Hasan, bahwasanya  Umar radhiyallahu anhu menyuruh
              Ubay radiyallahu  anhu mengimami shalat (Tarawih) pada bulan
              Ramadhan, dan beliau menyuruh Ubay radhiyallahu  anhu untuk
              melakukan qunut pada pertengahan Ramadhan yang dimulai pada malam
              16 Ramadhan.[8]

              Ma mar berkata:  Sesungguhnya aku melaksanakan qunut Witir
              sepanjang tahun, kecuali pada awal Ramadhan sampai dengan
              pertengahan (aku tidak qunut), demikian juga dilakukan oleh
              al-Hasan al-Bashri, ia menyebutkan dari Qatadah dan lain-lain.[9]

              Demikian juga dari Ibnu Sirin.[10]

              Syaikh al-Albani berkata:  Boleh juga do a qunut sesudah ruku  dan
              ditambah dengan (do a) melaknat orang-orang kafir, lalu shalawat
              kepada Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam dan mendo akan kebaikan
              untuk kaum Musli-min pada pertengahan bulan Ramadhan, karena
              terdapat dalil dari para Shahabat radhiyallahu  anhum di zaman  
              Umar radhiyallahu  anhu. Terdapat keterangan di akhir hadits
              tentang Tarawihnya para Shahabat radhiyallahu  anhum, Abdurrahman
              bin  Abdul Qari berkata:  Mereka (para Shahabat) melaknat
              orang-orang kafir pada (shalat Witir) mulai pertengahan Ramadhan

               Artinya : Ya Allah, perangilah orang-orang kafir yang mencegah
              manusia dari jalan-Mu, yang mendustakan Rasul-Rasul-Mu dan tidak
              beriman kepada janji-Mu. (Ya Allah) perselisihkanlah, hancurkanlah
              persatuan mereka, timpakanlah rasa takut dalam hati mereka,
              timpakanlah kehinaan dan siksa-Mu atas mereka. (Ya Allah) Ilah
              Yang Haq. 

              Kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu  alaihi wa
              sallam, mendo akan kebaikan bagi kaum Musli-min, kemudian memohon
              ampun bagi kaum Mukminin.

              Setelah itu membaca:

              "Artinya : Ya Allah, hanya kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami
              melakukan shalat dan sujud, kepadamu kami berusaha dan bersegera,
              kami mengharapkan rahmat-Mu, kami takut siksaan-Mu. Sesungguhnya
              siksaan-Mu akan menimpa orang-orang yang memusuhi-Mu. 

              Kemudian takbir, lalu melakukan sujud.[11]

              Atau setelah membaca : "Allahummah diniy fiiman hadayt"

              Kemudian membaca:

              "Artinya :  Ya Allah, kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami
              melakukan shalat dan sujud, kepada-Mu kami berusaha dan bersegera
              (melakukan ibadah). Kami mengharapkan rahmat-Mu, kami takut kepada
              siksaan-Mu. Sesungguh-nya siksaan-Mu akan menimpa pada orang-orang
              kafir. Ya Allah, kami minta pertolongan dan memohon ampun
              kepada-Mu, kami memuji kebaikan-Mu, kami tidak ingkar kepada-Mu,
              kami beriman kepada Mu, kami tunduk kepada-Mu dan meninggalkan
              orang-orang yang kufur kepada-Mu.  [12]

              Do a di akhir shalat witir [13]

              "Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan
              keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari
              ancaman-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan
              kepada-Mu, Engkau adalah sebagai-mana yang Engkau sanjungkan pada
              Diri-Mu sendiri [14]

              "Artinya : Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja
              Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci. (Nabi
              Shallallahu  alaihi wa sallam mengangkat suara dan memanjangkannya
              pada ucapan yang ketiga.)" [15]

              [Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul
              Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan
              1425H/Oktober 2004M]
              _________
              Foote Note
              [1]. Lihat Muqaddimah Fathul Baari hal.176 dalam pasal-(Þ   ä).
              [2]. Dalilnya adalah hadits Zaid bin Arqam:
              "Artinya : Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: Ada seseorang di
              antara kami berbicara dengan orang di sampingnya ketika shalat,
              maka turunlah (firman Allah Ta ala): Berdirilah untuk Allah (dalam
              shalatmu) dengan khusyu'. [Al-Baqarah: 238] Beliau memerintahkan
              kami untuk diam dan dilarang untuk berbicara. [Diriwayatkan oleh
              Imam al-Bukhari no. 4534, Muslim no.539, at-Tirmidzi 405 & 2986,
              Abu Dawud no.949, an-Nasaa-i III/18.]
              [3]. Semua makna ini telah dikenal dalam bahasa Arab, sebagaimana
              tertera dalam kitab-kitab kamus Bahasa Arab, seperti Lisanul  Arab
              XI/313-314, Mu jamul Wasith hal.761 dan yang lainnya
              [4]. HR. Abu Dawud no. 1427, Ibnu Majah no. 1182, sanad hadits ini
              shahih [lihat Irwaa-ul ghaliil I/167 hadits no.426 dan Shahih
              Sunan Abi Dawud no. 1266]
              [5]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (II/302 atau II/202 no.
              12), di-katakan oleh al-Hafizh dalam ad-Diraayah:  Sanadnya hasan.
                Syaikh al-Albani berkata:  Sanadnya jayyid, menurut syarat
              Muslim.  (Irwaa-ul ghaliil II/166).
              [6]. HR. Ibnu Abi Syaibah II/305-306 atau II/205 cet. Darul Fikr.
              [7]. Mukhtashar Qiyamul Lail hal. 125, lihat juga at-Tarjih Fii
              Masaa-ilith Thaharah Wash Shalah oleh DR.Muhammad bin Umar Bazmul
              hal. 362-385, cet. Daarul Hijrah th. 1423 H/2003 M.
              [8]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah II/205 no.10.
              [9]. Mushannaf  Abdirrazzaq III/120 dengan sanad yang shahih.
              [10]. Mushannaf  Abdirrazzaq III/120 dengan sanad yang shahih.
              [11]. HR. Ibnu Khuzaiimah II/155-156 no.1100 sanadnya shahih.
              [12]. HR. Al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra  sanadnya menurut
              pendapat al-Baihaqi shahih (II/211). Syaikh al-Albani dalam
              Irwaa-ul Ghaliil II/170 berkata:  Sanadnya shahih dan mauquf pada
              Umar radhiyallahu  anhu.  Lihat Shahih Kitab al-Adzkar I/179.
              [13]. Ali bin Abi Thalib berkata:  Nabi shallallahu  alaihi wa
              sallam mem-baca di akhir witirnya: "Artinya : Yang dimaksud akhir
              witir bisa dibaca sebelum salam atau sesudah salam.  [Lihat
              Qiyaamur Ramadhaan hal. 32 oleh syaikh al-Albani]
              [14]. HR. Abu Dawud no.1427, at-Tirmidzi no.3566, Ibnu Majah
              no.1179, an-Nasaa-i III/249 dan Ahmad I/98,118,150. Lihat Shahih
              at-Tirmidzi III/180, Shahih Ibni Majah I/194, Irwaa-ul ghaliil II/
              175 dan Shahih Kitab al-Adzkar I/255-256 no.246, 184
              [15]. Abu Dawud no.1430, an-Nasaa-i III/245 dan Ahmad V/123, Ibnu
              Hibban no.677, al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah IV/98 no.972 dan
              Ibnus Sunni no. 706 dan hadits ini shahih. (Lihat Shahih Kitab
              al-Adzkaar I/255 dan Zaadul Ma aad I/337.)

              Bagian Terakhir dari Enam Tulisan 6/6

              TENTANG MENGANGKAT TANGAN KETIKA MEMBACA DO A QUNUT

              Tentang mengangkat tangan, terdapat dalil berupa hadits-hadits
              yang sah, baik dalam qunut Nazilah maupun qunut witir, di antara
              dalilnya adalah:

               Artinya : Dari Tsabit, dari Anas bin Malik tentang peristiwa
              al-Qurra  (pembaca al-Qur an) dan terbunuhnya mereka, bahwasanya
              ia (Anas) berkata:  Aku telah melihat Rasulullah Shallallahu  
              alaihi wa sallam setiap kali shalat Shubuh, beliau mengangkat
              kedua tangannya mendo akan kece-lakaan atas mereka, yakni
              orang-orang yang membunuh mereka. 

              Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (II/211), dan ia berkata:  Beberapa
              Shahabat mengangkat tangan mereka ketika Qunut, di samping yang
              kami riwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi Shallallahu  alaihi
              wa sallam. 

              Beliau juga berkata :  Riwayat bahwa  Umar bin al-Khaththab
              Radhiyallahu  anhu mengangkat tangan ketika Qunut adalah shahih. 
              [Al-Baihaqy, II/212]

              TENTANG MENGUSAP WAJAH SETELAH QUNUT ATAU BERDO A

              Adapun mengusap wajah sesudah qunut atau do a, maka perinciannya
              adalah sebagai berikut :

              [1]. Tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang mengusap muka
              dengan telapak tangan setelah berdo a. Semua hadits-haditsnya
              sangat lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah, jadi tidak boleh
              dijadikan alasan tentang bolehnya mengusap.

              [2]. Karena tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu  
              alaihi wa sallam, maka mengamalkannya merupakan perbuatan bid ah
              [1]

              [3]. Begitu juga tidak ada satu pun riwayat yang shahih dari Nabi
              Shallallahu  alaihi wa sallam dan tidak juga dari para Shahabatnya
              tentang mengusap muka sesudah qunut nazilah.

              [4]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:  Adapun tentang Nabi
              Shallallahu  alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya di waktu
              berdo a, maka sesungguhnya telah datang hadits-hadits yang shahih
              (lagi) banyak jumlahnya. Sedangkan tentang mengusap muka, tidak
              ada satu pun hadits yang shahih, ada satu dua hadits, tetapi tidak
              dapat dijadikan hujjah[2]

              [5]. Imam Al- Izz bin Abdis Salam berkata:  Tidaklah (yang
              melakukan) mengusap muka melainkan orang yang bodoh.  [3]

              [6]. Imam An-Nawawy berkata:  Tidak ada sunnahnya mengusap muka. 
              [4]

              [6]. Imam Al-Baihaqi juga menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun
              dari ulama Salaf yang melakukan pengusapan wajah sesudah do a
              qunut dalam shalat. [5]

              TENTANG UCAPAN AMIN

              Berdasarkan hadits Ibnu  Abbas radhiyallahu  anhuma para Shahabat
              mengucapkan amin dalam do a qunut. [6]

              Do a qunut hendaklah pendek, singkat dan tidak panjang,
              sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu  alaihi wa
              sallam dan para Shahabatnya radhiyallahu  anhum ajma in.

              KESIMPULAN

              [1]. Hadits-hadits yang menetapkan bahwa Nabi Shallallahu  alaihi
              wa sallam qunut Shubuh terus-menerus sampai meninggal dunia
              semuanya dha if (lemah) dan tidak dapat dijadikan hujjah.

              [2]. Kita wajib mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu  alaihi wa
              sallam. Karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi
              Shallallahu  alaihi wa sallam, karena beliau telah bersabda.

               Artinya : Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
              Shallallahu  alaihi wa sallam. 

              [3]. Qunut Nazilah disyari atkan oleh Nabi yang mulia Shallallahu
               alaihi wa sallam. Dan dikerjakan di lima waktu shalat yang wajib
              (Zhuhur, Ashar, Maghrib,  Isya dan Shubuh). Dan tempat berdo anya
              adalah di raka at yang akhir sesudah bangkit dari ruku  dan
              hukumnya sunnat.

              [6]. Hukum qunut Shubuh terus-menerus adalah bid ah.

              [7]. Bacaan do a qunut yang berbunyi :  Allahumma ihdinii fiiman
              hadayt ... 
              Adalah bacaan untuk do a qunut Witir dan bukan bacaan do a qunut
              Nazilah, sebagaimana yang telah diamalkan oleh kebanyakan kaum
              Muslimin pada saat ini dan di negeri ini khususnya.

              [8]. Mengangkat tangan ketika membaca do a qunut telah sah
              sunnahnya.

              [9]. Begitu juga membaca amin.

              [10]. Mengusap wajah sesudah qunut atau do a, tidak ada satu pun
              riwayat yang sah. Maka, perbuatan ini adalah bid ah. [7]

              Wallaahu a lam bish Shawab.

              [Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul
              Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan
              1425H/Oktober 2004M]
              _________
              Foote Note
              [1]. Lihat Irwaa-ul Ghaliil II/178-182, Shahih Kitab al-Adzkar wa
              Dha ifuhu hal. 960-962.
              [2]. Majmu  Fataawaa Ibnu Taimiyyah XXII/519.
              [3]. Irwaa-ul ghaliil II/182, Shahih Kitab al-Adzkar wa Dha ifuhu
              hal. 960-962.
              [4]. Ibid.
              [5]. Sunanul Kubra al-Baihaqi II/212 Lihat juga kitab Majmuu 
              Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, XXII/519, lihat juga Do a
              & Wirid hal. 68-69, cet. IV, oleh penulis.
              [6]. Lihat Buku Do a & Wirid hal. 200-201, cet. IV, oleh penulis.
              [7]. Lihat Irwaa-ul Ghaliil fii Takhriiji Ahaadits Manaaris Sabiil
              II/178-182, hadits no. 433-434 dan Shahih al-Adzkaar wa Dha iifuhu
              hal. 960-962.

              MARAJI 
              [1]. Sunan Abi Dawud.
              [2]. Sunan an-Nasaa-i.
              [3]. Sunan at-Tirmidzy.
              [4]. Sunan Ibni Majah.
              [5]. Musnad Imam Ahmad, oleh Imam Ahmad.
              [6]. Al-Mushannaf, oleh Imam Abdurrazzaq.
              [7]. Al-Mushannaf, oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, cet. Daarul Fikr
              th. 1414 H.
              [8]. Syarah Ma anil Atsar, oleh Imam ath-Thahawi, cet. Daarul
              Kutub al- Ilmiyyah, th. 1416 H.
              [9]. Sunan Daruquthni, oleh Imam ad-Daraquthni, cet. Daarul Ma 
              rifah, th. 1422 H.
              [10]. Sunanul Kubra, oleh Imam al-Baihaqy, tahqiq: Syu aib
              al-Arnauth dan Muhammad Zuhair asy-Syawaisy, cet. Al-Maktab
              al-Islamy, th. 1403 H.
              [11]. Syarhus Sunnah, oleh Imam al-Baghawi.
              [12]. Musnad Abi Dawud ath-Thayalisy, tahqiq: Dr. Muham-mad bin
              Abdul Muhsin at-Turky, cet. Daar Hajr, th. 1419 H.
              [13]. Shahih Ibni Khuzaimah, oleh Imam Ibnu Khuzaimah.
              [14]. Kitab al-Muntaqa , oleh Ibnul Jarud, cet. Daarul Kutub al- 
              Ilmiyyah, th. 1417 H.
              [15]. Al- Ilalul Mutanahiyah, oleh Ibnul Jauzi, cet. Daarul Kutub
              al- Ilmiyyah, th. 1403 H.
              [16]. Mizanul I tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, cet. Daarul Fikr.
              [17]. Tahdziibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al- Asqalany.
              [18]. Zaadul Ma ad fii Hadyi Khairil  Ibaad, oleh Syaikhul Islam
              Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq: Syu aib dan Abdul Qadir
              al-Arnauth, cet. Mu-assasah ar-Risalah.
              [19]. Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah, oleh Imam Muhammad
              Nashiruddin al-Albany.
              [20]. Silsilatul Ahaaditsidh Dha ifah Wal Maudhu ah, oleh Imam
              Muhammad Nashiruddin al-Albany.
              [21]. Nashbur Raayah, al-Hafizh az-Zaila i.
              [22]. Al-Kifayah fii  Ilmir Riwayah, oleh al-Khathib al-Bagh-dady.
              [23]. Taqribut Tahdzib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al- Asqa-lany,
              cet. Daarul Kutub al- Ilmiyyah, th. 1413 H.
              [24]. Al-Jawaahir Wad Durar Fii Tarjamati Syaikhil Islam Ibni
              Hajar, oleh Syaikh as-Sakhawi.
              [25]. Talkhisul Habir, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al- Asqalany.
              [26]. Irwaa-ul Ghaliil, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
              [27]. Shahih Sunan an-Nasa-i bi Ikhtishaaris Sanad, oleh Imam
              Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah at-Tarbiyyah al- 
              Araby lid-Duwalij al-Khalij, th. 1409 H.
              [28]. Bulughul Maram, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al- Asqalany.
              [29]. Al-Asma  wash Shifat, oleh Imam al-Baihaqy.
              [30]. Subulus Salam, oleh Imam ash-Shan any.
              [31]. Fiqhus Sunnah, oleh Syaikh Sayyid Sabiq.
              [32]. Majmuu  Syarhul Muhadzdzab, oleh Imam an-Nawawy, cet Daarul
              Fikr.
              [33]. Shifat Shalat Nabi Shallallahu  alaihi wa sallam, oleh Imam
              Muhammad Nashiruddin al-Albany.
              [34]. Tuhfatul Ahwadzi Syarah at-Tirmidzi, oleh Imam
              al-Mubarakfury.
              [35]. Nailul Authar, oleh Imam asy-Syaukany.
              [36]. Hadyus Sary Muqaddimah Fat-hul Bary, oleh al-Hafizh Ibnu
              Hajar al- Asqalany, cet. Daarul Fikr.
              [37]. Lisanul  Arab, oleh Ibnu Manzhur.
              [38]. Mu jamul Wasith.
              [39]. At-Tarjih fii Masaa-ilith Thaharah wash Shalah, oleh Dr.
              Muhammad bin Umar Bazmul, cet. Daarul Hijrah th. 1423 H/2003 M.
              [40]. Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaditsil Hidayah, oleh al-Hafizh
              Ibnu Haja al- Asqalany.
              [41]. Shahih Kitabil Adzkaar wa Dha iifuhu, oleh Syaikh Salim bin
               Ied al-Hilaly.
              [42]. Shahih at-Tirmidzy, oleh Imam Muhammad Nashiruddin
              al-Albany.
              [43]. Shahih Ibni Majah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
              [44].  Amalul Yaumi wal-Lailah, oleh Ibnus Sunny.

              Sumber : www.almanhaj.or.id

                               | | ==========

   juhani     Re:Doa Qunut - 2008/02/20 19:44 Assalammu'alaikum Wr Wb,
   
              Semoga Allah Senantiasa bersama sama dengan orang orang yang
              berjuang di jalannya.

              Habib bagaimana bacaaan dari doa qunut Nazila ? Apa sama dengan
              doa Qunut saat sholat subuh ? Mohon penjelasannya.

              Wassalammu'alaikum Wr Wb

                               | | ==========

   munzir     Re:Doa Qunut - 2008/02/24 10:35 Alaikumsalam warahmatullah
              wabarakatuh,
              Cahaya Kemuliaan Nya semoga selalu menaungi aktifitas anda setiap
              saat,

              Mengenai Qunut subuh, memang terdapat Ikhtilaf pada 4 madzhab,
              masing masing mempunyai pendapat, sebagaimana Imam Syafii
              mengkhususkannya pada setelah ruku pada rakaat kedua di shalat
              subuh.., dan Imam Malik mengkhususkannya pada sebelum ruku pada
              Rakaat kedua di shalat subuh (Ibanatul Ahkam fii Syarhi
              Bulughulmaram Bab I).

              Apapun bualan yg mereka ucapkan, tentunya kita lebih memegang
              pendapat Imam Malik dan Imam Syafii dibanding pendapat mereka.

              saya hanya tertawa melihat rentetan fatwa mereka ini, siapa mereka
              ini?, hanya menukil nukil hadits dari buku buku terjemah, lalu
              berfatwa menjatuhkan fatwa Imam Syafii,

              walaupun hadits qunut subuh itu dhoif, adakah hadits yg
              melarangnya?

              para Imam Imam Madzhab telah menjalankannya dalam madzhab, dan
              mereka mengingkarinya?
              Siapapula mereka ini?, sedangkan Imam Syafii dan Imam Malik adalah
              Muhaddits dan Hujjatul islam, syarat seorang mencapai derajat
              Hujjatul islam adalah hafal 300 ribu hadits dengan sanad dan
              matannya, sedangkan satu kalimat pendek hadits saja bila dg hukum
              sanad dan matannya bisa menjadi dua halaman panjangnya,
              lalu bagaimana dengan 300 ribu hadits dg sanad matan?

              Ketahuilah bahwa Imam Ahmad bin Hanbal telah hafal 1 juta hadits
              dg sanad dan matannya, sedangkan Imam Ahmad ini adalah murid Imam
              Syafii, dan Imam Syafii adalah murid Imam Malik.
              Imam Syafii menulis seluruh fatwa dan catatan2nya hingga memenuhi
              kamarnya (entah berapa juta halaman), lalu berkata Imam syafii,
              "sulit sekali aku, karena tak bisa bepergian kemana mana karena
              ilmuku semua terkumpul di kamar kerjaku, maka aku menghafal
              kesemuanya, lalu kubakar seluruh catatan itu, karena sudah
              kupindahkan ke kepalaku kesemuanya".

              Imam Malik telah menulis sebuah buku hadits yg dinamakan :
              Almuwatta', yg artinya : "yg menginjak", karena kitabnya itu
              mengungguli dan menengelamkan semua kitab para ulama Imam imam dan
              Muhadditsin lainnya di zamannya, semua terinjak/terkalahkan oleh
              kitab beliau. dan Imam Syafii sudah hafal kitab ALmuwatta pada
              usia 15 tahun, ia hafal Alqur'an pada usia 10 tahun, dan berkata
              Imam Ahmad bin Hanbal, tak kulihat orang yg lebih menginginkan
              berada pada sunnah melebihi Imam Syafii.

              Nah.. apalah artinya ucapan ucapan mereka itu dibanding Imam Imam
              besar yg mereka itu tak akan melupakan sebutir kesalahanpun dalam
              fatwanya, dan bila fatwanya ada kesalahan, niscaya sudah dilewati
              beribu2 muhaddits dan Imam Imam yg menyangkalnya dizamannya.

              namun Qunut subuh tetap dilakukan, demikian dalam Madzhab Syafii
              dan Madzhab Maliki,

              lucu sekali melihat fatwa mereka diatas, panjang lebar menyebut
              puluhan kitab hadits, seakan mereka adalah pakar hadits, padahal
              mereka tak hafal satu haditspun berikut sanad dan matannya, mereka
              cuma nukil nukil saja, lalu berfatwa.

              Rasul saw bersabda :
              Sebesar besar kejahatan muslimin pada muslimin lainnnya adalah yg
              bertanya tentang sesuatu yg tak diharamkan, menjadi diharamkan
              Karena sebab pertanyaannya" (Shahih Muslim)

              Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita
              cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

              Wallahu a'lam

              Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
              groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

              Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
              No rekening Majelis Rasulullah saw:
              Bank Syariah Mandiri
              Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
              No rek : 061-7121-494
              
                                | | ==========

   munzir     Re:Doa Qunut - 2008/02/24 10:41 Alaikumsalam warahmatullah
              wabarakatuh,
    
              Kebahagiaan dan Cahaya Kelembutan Nya swt semoga selalu menaungi
              hari hari anda dan keluarga,

              Saudaraku yg kumuliakan,
              mengenai Qunut nazilah maka hal itu teriwayatkan dalam hadits
              shahih dan tidak ada ikhtilaf padanya.

              Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita
              cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

              Wallahu a'lam

              Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
              groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

              Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
              No rekening Majelis Rasulullah saw:
              Bank Syariah Mandiri
              Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
              No rek : 061-7121-494
              
                                | | ==========

   ghofur     Re:Doa Qunut - 2008/02/24 18:42 Assalamu alaikum wr wb
   
              Habib Munzir & keluarga yang dimuliakan Allah,
              Terima kasih banyak atas jawabannya, jawaban yang sangat baik,
              accurat & melegakan hati semoga Habib sekeluarga selalu diridhoi
              Allah SWT. amin

              wassalamu alaikum wr wb
              Abdul ghofur

                               | | ==========

   munzir     Re:Doa Qunut - 2008/02/25 05:20 Alaikumsalam warahmatullah
              wabarakatuh,
    
              Kebahagiaan dan Cahaya Kelembutan Nya swt semoga selalu menaungi
              hari hari anda dan keluarga,

              Saudaraku yg kumuliakan,
              sebenarnya inti permasalahannya adalah jarak kita yg sangat jauh
              pada Imam Syafii dan Imam Malik, seandainya Imam Syafii hidup masa
              ini, maka tentu kita bisa "mengadilinya" dengan pertanyaan2 yg
              meragukan kita, namun beliau telah wafat 12 abad yg silam, dan
              para Imam Ahli Hadits pun banyak yg hidup jauh setelah Imam
              Syafii, misalnya Imam Bukhari, sungguh imam Bukhari ini baru lahir
              setelah Imam Syafii menjadi Imam Besar,

              dan cukuplah pengetahuan kita bahwa ratusan Imam dan pakar hadits
              yg bermadzhabkan syafii, belasan Hujjatul Islam pun bermadzhabkan
              syafii, bahkan Madzhab Syafii adalah madzhab mayoritas muslimin
              dimuka bumi, salahkah mereka itu semua dalam 12 abad dan wahabilah
              yg benar?

              mereka menggembar gemborkan untuk jangan fanatik mazhab, justru
              merekalah yg fanatik madzhab, karena mereka berada di lingkungan
              masyarakat yg bermadzhab syafii namun mereka memaksakan kemauan yg
              berbeda,

              jelasnya, jika mereka tak fanatik madzhab maka jika mereka ada
              ditempat orang bermadzhab hambali maka ikutilah mereka, karena
              merekapun muslimin, hargai madzhab setempat, jangan memaksakan
              kemauan untuk terus bermadzhab syafii ditengah masyarakat yg
              bermadzhab hambali,

              demikian sebaliknya, jika kita berada di indonesia, disini
              mayoritas adalah bermadzhab syafii, hargailah masyarakat sekitar,
              tak selayaknya orang muslim memakai madzhab lain sendiri ditengah
              masyarakat yg bermadzhab syafii, inilah yg fanatik madzhab.

              dan hal yg sangat kronis kesalahannya adalah menyalahkan fatwa
              Imam Imam Madzhab, karena ini adalah sama saja mengingkari fatwa
              ratusan imam, dengan fatwa seorang yg tak mengerti hadits.

              Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita
              cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

              Wallahu a'lam

              Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
              groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

              Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
              No rekening Majelis Rasulullah saw:
              Bank Syariah Mandiri
              Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
              No rek : 061-7121-494
              
                                | | ==========

sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=11994
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments