munzir tulis:
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Cahaya Kebahagiaan dan Kelembutan Nya swt semoga selalu menerangi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
Mengenai lafadh niat ini anda boleh menggunakan Qabliyyat Ashr, boleh sunnatal Ashr, boleh Qablal Ashr, dan pada subuh boleh Qabliyyatal Fajr, boleh Qablal fajr, boleh sunnatalfajr,
Kesemuanya sah, dan bila anda lihat di segenap hadits yg meriwayatkan shalat sunnah rawatib tak satupun yg mengatakan kalimat “Qabliyyah” atau “Ba’diyah”, lafadh itu muncul dari Ijtihad ulama saja
Dan sayapun bingung darimana munculnya pemahaman fajar dan subuh itu berbeda?, sayapun dulunya seperti itu, tapi ketika saya ke Yaman dan berhadapan dengan puluhan para Ulama besar dan para mufti disana, dimana guru guru fiqih di negeri kita ini sampai kesana ketika di test ternyata hanya mendapatkan kelas terendah dalam ilmu fiqih, bahkan seorang teman saya yg sudah mengajar kitab Mughnil Muhtaj dan Al Iqna’, sampai disana ketika di test dengan pertanyaan sebutkan rukun shalat?, kapan diwajibkannya shalat?, apa arti kalimat shalat?, ia bungkam saja, maka Guru guru mulia itu hanya tersenyum dan maka teman saya itu mesti mulai dari kelas terendah bersama anak anak usia 7-10 tahun..
Dan disana shalat subuh adalah shalat fajr, sunnah subuh/qabliyah subuh adalah sunnat fajr/qabliyat fajr, demikian pula di Makkah dan Madinah, lalu saya bingung dari fatwa mana pula subuh dan fajar itu berbeda?, coba anda tanyakan pada guru anda, darimana sumber yg mengatakan subuh dan fajar itu berbeda.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
Wallahu a’lam
Assalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh….
Habib Munzir yang saya mulyakan, semoga habib senantiasa diberikan kesehatan oleh Alloh Subhanahu Wata'ala
Saya sependapat dengan jawaban habib bahwa sholat shubuh itu sama dengan sholat fajr, yang saya tanyakan kemarin adalah lafal niatnya saja, dan menurut saya habib telah menjelaskannya secara jelas.
lalu yang menjadi pertanyaan saya apakah semua guru² kita di Indonesia ini selalu semuanya seperti itu bila belajar di yaman (red: Selalu mendapat kelas terendah dalam hal belajarnya) seperti yang habib sampaikan?
Sebab saya sangat kagum dengan salah seorang ulama di Jakarta yang walaupun beliau tidak mengenyam pendidikan di timur tengah tapi mengenai ilmunya diakui oleh para ulama di Jakarta, Beliau adalah Al-Maghfurlah Hadratu Syaikh Buya Kh Muhammad Syafii Hadzami.
Sebelumnya maaf apabila pertanyaan saya kurang berkenan, disini saya hanya ingin mengetahui apakah setiap guru dari Indonesia itu selalu seperti itu keadaannya bila menuntut ilmu di Timur Tengah ?
Wassalam
Hartono – Mangga Besar XIII