nuzulul qur^an – 2009/09/04

0

GustiFauzan nuzulul qur^an – 2009/09/04 14:55 Assalamu^alaikum Wr WB…
semoga Habibana diberikan kesehatan oleh Allah SWT dlm mnjlani
rutinitas dakwahnya..

Habibana yang ana cintai dan dimuliakan Allah..
Insya Allah,hari ini ana berangkat k Jakarta sendiri,mudah2an
tidak ada halangan untuk menghadiri Acara di AT.Tien dan Majlis
di ALmunawwar dan mohon do^anya agar ana selalu dalam lindungan
Allah SWT..

Sungguh sedih hati ini,,ketika ana mendengar celetukan dari
seseorang “ngapain menghdiri acara 17 ramadhan,bid^ah
itu”,,teriris hati ini ana mendengar orng itu…
bagaimana menyikapi orang seperti itu? karena ketika ana jelasin
sebagaimana di Buku kenalilah aqidahmu karangan Habibana itu
itu,,,dia menjawab “nampaknya ada perbedaan pandangan dan
perbedaan pintu pemahaman diantara kita . Antum meyakini apa yg
antum ilmui, dan demikian juga ana.”.
jadi dia itu merasa benar..

beribu-ribu maaf ana terlalu lancang.

Wasslm

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

munzir Re:nuzulul qur^an – 2009/09/06 13:23 Alaikumsalam warahmatullah
wabarakatuh,

Kemuliaan Ramadhan, Kesucian Nuzulul Qur^an, Cahaya Keagungan
Lailatul Qadr, Keluhuran Badr Alkubra, dan Ijabah pada hari hari
shiyam dan qiyam semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
saya menyesal tak bisa jumpa dg anda tadi, saya tanyakan pada
ainiy apakah fauzan sudah tiba di markas?, katanya di kalibata dan
akan jumpa di majelis, namun saya tidak tahu bisa jumpa atau tidak
tadi.

mengenai orang itu, biarkan saja, doakan ia, kasihani ia, semoga
ALlah swt memberinya hidayah,

salam rindu..

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a^lam

Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

GustiFauzan Re:nuzulul qur^an – 2009/09/08 06:54 Assalamu^alaikum Wr.Wb.(bang
admin tolong pargrf ke 2nya disembunyikan)
Siang tadi ana pulang dari Jakarta,,kemarin di at tien ana tidak
enak melwti jamaah border,dan hari senin ana jatuh sakit sehingga
tidak bisa menghadiri di almunawwar,tapi ana mendengarkan
pengjian tersebut via telpon.padahal ana sangat ingin untuk bisa
jumpa dan meminta ijazah sama Habibana,namun tidak apa2,bisa
memandang Habibana dan menghadiri Acara di At^tien merupakan
suatu kebahagiaan yang tak tehingga..

Habibana,kemarin itu ana berniat kalaupun jumpa,ana pengen cium
tangan dan meminta ijazah Tariqat Alawiyah,tapi kemarin tidak
sempat,namun ketika malamnya ana tidur,dan bermimpi silaturahmi
dgn Habibana,dan cium tangan kemudian Habibana pun memberikan
ijazah tariqat alawiyah kepada ana,,yang ana tanyakan apakah di
mimpi itu ijazahnya sah?kalaupun tidak,ana minta ijazahkan di
forum ini..

Habibana,mohon kiranya Habibana memberikan nama untuk majlis kami
dan mendoakan agar menjadi mercusuar dakwah di wilayah kami yang
insya allah kami adakan setiap malam minggu sehabis lebaran
ini,,dan apakah boleh kalau menggunakan Majelis Rasulullah SAW
juga?..

beribu2 maaf,,ana telah merepotkan semua kru MR dan terutama
Habibana..

Jazakumullah Khair.

Wasslm.

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

munzir Re:nuzulul qur^an – 2009/09/08 13:11 Alaikumsalam warahmatullah
wabarakatuh,

Kemuliaan Ramadhan, Kesucian Nuzulul Qur^an, Cahaya Keagungan
Lailatul Qadr, Keluhuran Badr Alkubra, dan Ijabah pada hari hari
shiyam dan qiyam semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
rindu dan niat saya pada anda sudah dipenuhi Allah swt dialam ruh,
saya ijazahkan pula dalam forum ini Ijazah Thariqah alawiyyah pada
anda, salam rindu sedalam dalamnya untuk anda dan jamaah di
Kalsel, boleh memakai nama Majelis Rasulullah saw namun berhati
hatilah karena saya risau anda akan terserang fitnah karena di
Kalsel Majelis Rasulullah saw sudah dikenal dipimpin oleh saya,
namun anda istikharahlah, jika jawabannya anda mantap maka
silahkan dilanjut, asal jangan dikira akan bersaing pula dg
majelis lain krn menggunakan nama tsb,

senoga sdr ku tercinta selalu dalam kemudahan dan keluhuran, salam
rindu tuk anda

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a^lam

Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

GustiFauzan Re:nuzulul qur^an – 2009/09/08 13:52 Kesejukan dan Kekuatan
semoga selalu diberikan Allah SWT kepada Habibana..

Qobiltu Ijazah.
Ana terima ijazahnya Bib..

Insya Allah akan ana laksanakan,karena semua ini teman2 ana yang
meminta,mereka sangat mencintai Majelis Rasulullah SAW,mereka
selalu meminta downloadkan majlis mingguan di almunawwar,dan tiap
bulan ada saja teman ana yg nitip minta belikan jaket MR kpd
Ana,dan insya Allah ana akan selalu melaporkan perkembangan
dakwah ini kepada Habibana.

dan Habibana ana mendapat pesan dari seorang wahabi,dia membantah
tentang buku Habibana itu,karena ketika dia mempertanyakan suatu
dalil,ana kirim Buku yang ditulis Habibana Bab Bid^ah kemudian
dia membalas..
“BEBERAPA PERTANYAAN TENTANG BID^AH DAN JAWABANNYA

Oleh : Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-^Utsaimin

Mungkin ada di antara pembaca yang bertanya : Bagaimanakah
pendapat anda tentang perkataan Umar bin Khatab Radhiyallahu
^Anhu setelah memerintahkan kepada Ubay bin Ka^ab dan Tamim
Ad-Dari agar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika
keluar mendapatkan para jama^ah sedang berkumpul dengan imam
mereka, beliau berkata : “inilah sebaik-baik bid^ah …. dst”.

Jawabannya.

Pertama.
Bahwa tak seorangpun di antara kita boleh menentang sabda Nabi
Shallallahu ^alaihi wa sallam, walaupun dengan perkataan Abu
Bakar, Umar, Utsman, Ali atau dengan perkataan siapa saja selain
mereka. Karena Allah Ta^ala berfirman :

“Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya
(Rasul) takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih”.
[An-Nuur : 63].

Imam Ahmad bin Hambal berkata : “Tahukah anda, apakah yang
dimaksud dengan fitnah ?. Fitnah, yaitu syirik. Boleh jadi
apabila menolak sebagian sabda Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam
akan terjadi pada hatinya suatu kesesatan, akhirnya akan binasa”.

Ibnu Abbas Radhiyallahu ^anhu berkata : “Hampir saja kalian
dilempar batu dari atas langit. Kukatakan : Rasulullah
Shallallahu ^alaihi wa sallam bersabda, tapi kalian menentangnya
dengan ucapan Abu Bakar dan Umar”.

Kedua.
Kita yakin kalau Umar Radhiyallahu ^anhu termasuk orang yang
sangat menghormati firman Allah Ta^ala dan sabda Rasul-Nya
Shallallahu alaihi wa sallam. Beliaupun terkenal sebagai orang
yang berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, sehingga tak heran
jika beliau mendapat julukan sebagai orang yang selalu berpegang
teguh kepada kalamullah. Dan kisah perempuan yang berani
menyanggah pernyataan beliau tentang pembatasan mahar (maskawin)
dengan firman Allah, yang artinya : ” … sedang kamu telah
memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak
…” [An-Nisaa : 20] bukan rahasia lagi bagi umum, sehingga
beliau tidak jadi melakukan pembatasan mahar.

Sekalipun kisah ini perlu diteliti lagi tentang keshahihahnya,
tetapi dimaksudkan dapat menjelaskan bahwa Umar adalah seorang
yang senantiasa berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, tidak
melanggarnya.

Oleh karena itu, tak patut bila Umar Radhiyallahu ^anhu menentang
sabda Nabi Muhammad Shallallahu ^alaihi wa sallam dan berkata
tentang suatu bid^ah : “Inilah sebaik-baik bid^ah”, padahal
bid^ah tersebut termasuk dalam kategori sabda Rasulullah
Shallallahu ^alaihi wa sallam : “Setiap bid^ah adalah kesesatan”.

Akan tetapi bid^ah yang dikatakan oleh Umar, harus ditempatkan
sebagai bid^ah yang tidak termasuk dalam sabda Rasulullah
Shallallahu ^alaihi wa sallam tersebut. Maksudnya : adalah
mengumpulkan orang-orang yang mau melaksanakan shalat sunat pada
malam bulan Ramadhan dengan satu imam, di mana sebelumnya mereka
melakukannya sendiri-sendiri.

Sedangkan shalat sunat ini sendiri sudah ada dasarnya dari
Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam, sebagaimana dinyatakan
oleh Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ^anha berkata : “Nabi
Shallallahu ^alaihi wa sallam pernah melakukan qiyamul lail
(bersama para sahabat) tiga malam berturut-turut, kemudian beliau
menghentikannnya pada malam keempat, dan bersabda :
“Artinya : Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut
diwajibkan atas kamu, sedanghkan kamu tidak mampu untuk
melaksanakannya”. [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim].

Jadi qiyamul lail (shalat malam) di bulan Ramadhan dengan
berjamaah termasuk sunnah Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa
sallam. Namun disebut bid^ah oleh Umar Radhiyallahu anhu dengan
pertimbangan bahwa Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam setelah
menghentikannya pada malam keempat, ada di antara orang-orang
yang melakukannya sendiri-sendiri, ada yang melakukannya secara
berjama^ah dengan orang banyak. Akhirnya Amirul Mu^minin Umar
Radhiyallahu ^anhu dengan pendapatnya yang benar mengumpulkan
mereka dengan satu imam. Maka perbuatan yang dilakukan oleh Umar
ini disebut bid^ah, bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan
oleh orang-orang sebelum itu. Akan tetapi sebenarnya bukanlah
bid^ah, karena pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu
^alaihi wa sallam.

Dengan penjelasan ini, tidak ada suatu alasan apapun bagi ahli
bid^ah untuk menyatakan perbuatan bid^ah mereka sebagai bid^ah
hasanah.

Mungkin juga di antara pembaca ada yang bertanya : Ada hal-hal
yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi Shallallahu ^alaihi wa
sallam, tetapi disambut baik dan diamalkan oleh umat Islam,
seperti; adanya sekolah, penyusunan buku, dan lain sebagainya.
Hal-hal baru seperti ini dinilai baik oleh umat Islam, diamalkan
dan dipandang sebagai amal kebaikan. Lalu bagaimana hal ini, yang
sudah hampir menjadi kesepakatan kaum Muslimin, dipadukan dengan
sabda Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam : “Setiap bid^ah adalah
kesesatan ?”.

Jawabnya : Kita katakan bahwa hal-hal seperti ini sebenarnya
bukan bid^ah, melainkan sebagai sarana untuk melaksanakan
perintah, sedangkan sarana itu berbeda-beda sesuai tempat dan
zamannya. Sebagaimana disebutkan dalam kaedah : “Sarana dihukumi
menurut tujuannya”. Maka sarana untuk melaksanakan perintah,
hukumnya diperintahkan ; sarana untuk perbuatan yang tidak
diperintahkan, hukumnya tidak diperintahkan ; sedang sarana untuk
perbuatan haram, hukumnya adalah haram. Untuk itu, suatu kebaikan
jika dijadikan sarana untuk kejahatan, akan berubah hukumnya
menjadi hal yang buruk dan jahat.

Firman Allah Ta^ala.

“Artinya : Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang
mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah
dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. [Al-An^aam : 108].

Padahal menjelek-jelekkan sembahan orang-orang yang musyrik
adalah perbuatan hak dan pada tempatnya. Sebaliknya,
mejelek-jelekan Rabbul ^Alamien adalah perbuatan durjana dan
tidak pada tempatnya. Namun, karena perbuatan menjelek-jelekkan
dan memaki sembahan orang-orang musyrik menyebabkan mereka akan
mencaci maki Allah, maka perbuatan tersebut dilarang.

Ayat ini sengaja kami kutip, karena merupakan dalil yang
menunjukkan bahwa sarana dihukumi menurut tujuannya. Adanya
sekolah-sekolah, karya ilmu pengetahuan dan penyusunan
kitab-kitab dan lain sebagainya walaupun hal baru dan tidak ada
seperti itu pada zaman Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam, namun
bukan tujuan, tetapi merupakan sarana. Sedangkan sarana dihukumi
menurut tujuannya. Jadi seandainya ada seseorang membangun gedung
sekolah dengan tujuan untuk pengajaran ilmu yang haram, maka
pembangunan tersebut hukumnya adalah haram. Sebaliknya, apabila
bertujuan untuk pengajaran ilmu syar^i, maka pembangunannya
adalah diperintahkan.

Jika ada pula yang mempertanyakan : Bagaimana jawaban anda
terhadap sabda Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam.

“Artinya : Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam
maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang
mengikuti (meniru) perbuatannya itu ..”.

“Sanna” di sini artinya : membuat atau mengadakan.

Jawabnya :
Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang
menyatakan pula : “Setiap bid^ah adalah kesesatan”. yaitu
Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam. Dan tidak mungkin sabda
beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada yang
bertentangan satu sama lainnya, sebagaimana firman Allah juga
tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan
seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali. Anggapan
tersebut terjadi mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau
karena kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada pertentangan
dalam firman Allah Subhanahu wa Ta^ala atau sabda Rasulullah
Shallallahu ^alaihi wa sallam.

Dengan demikian tidak ada pertentangan antara kedua hadits
tersebut, karena Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam menyatakan :
“man sanna fil islaam”, yang artinya : “Barangsiapa berbuat dalam
Islam”, sedangkan bid^ah tidak termasuk dalam Islam ; kemudian
menyatkan : “sunnah hasanah”, berarti : “Sunnah yang baik”,
sedangkan bid^ah bukan yang baik. Tentu berbeda antara berbuat
sunnah dan mengerjakan bid^ah.

Jawaban lainnya, bahwa kata-kata “man sanna” bisa diartikan pula
: “Barangsiapa menghidupkan suatu sunnah”, yang telah
ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya. Jadi kata “sanna” tidak
berarti membuat sunnah dari dirinya sendiri, melainkan
menghidupkan kembali suatu sunnah yang telah ditinggalkan.

Ada juga jawaban lain yang ditunjukkan oleh sebab timbulnya
hadits diatas, yaitu kisah orang-orang yang datang kepada Nabi
Shallallahu ^alaihi wa sallam dan mereka itu dalam keadaan yang
amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untuk
mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah
seorang Anshar dengan membawa sebungkus uang perak yang
kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkannya di hadapan
Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam. Seketika itu
berseri-serilah wajah beliau dan bersabda.

“Artinya : Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam
maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang
mengikuti (meniru) perbuatannya itu ..”.

Dari sini, dapat dipahami bahwa arti “sanna” ialah : melaksanakan
(mengerjakan), bukan berarti membuat (mengadakan) suatu sunnah.
Jadi arti dari sabda beliau : “Man Sanna fil Islaami Sunnatan
Hasanan”, yaitu : “Barangsiapa melaksanakan sunnah yang baik”,
bukan membuat atau mengadakannya, karena yang demikian ini
dilarang. berdasarkan sabda beliau : “Kullu bid^atin dhalaalah”.

[Disalin dari buku Al-Ibdaa^ fi Kamaalisy Syar^i wa Khatharil
Ibtidaa^ edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid^ah
karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-^Utsaimin, penerjemah Ahmad
Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor – Jabar]

ETIAP BID^AH ADALAH KESESATAN

Oleh : Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-^Utsaimin

Apabila masalah tadi sudah jelas dan menjadi ketetapan saudara,
maka ketahuilah bahwa siapapun yang berbuat bid^ah dalam agama,
walaupun dengan tujuan baik, maka bid^ahnya itu, selain merupakan
kesesatan, adalah suatu tindakan menghujat agama dan mendustakan
firman Allah Ta^ala, yang artinya : ” Pada hari ini telah Ku
sempurnakan untuk kamu agamamu …..” . Karena dengan
perbuatannya tersebut, dia seakan-akan mengatakan bahwa Islam
belum sempurna, sebab amalan yang diperbuatnya dengan anggapan
dapat mendekatkan diri kepada Allah belum terdapat di dalamnya.

Anehnya, ada orang yang melakukan bid^ah berkenan dengan dzat,
asma^ dan sifat Allah Azza wa Jalla, kemudian ia mengatakan bahwa
tujuannya adalah untuk mengagungkan Allah, untuk mensucikan
Allah, dan untuk menuruti firman Allah Ta^ala.

“Artinya : Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah”. [Al-Baqarah : 22]

Aneh, bahwa orang yang melakukan bid^ah seperti ini dalam agama
Allah, yang berkenan dengan dzat-Nya, yang tidak pernah dilakukan
oleh para ulama salaf, mengatakan bahwa dialah yang mensucikan
Allah, dialah yang mengagungkan Allah dan dialah yang menuruti
firman-Nya : “Artinya : Maka janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah”, dan barangsiapa yang menyalahinya maka
dia adalah mumatstsil musyabbih (orang yang menyerupakan Allah
dengan makhluk-Nya), atau menuduhnya dengan sebutan-sebutan jelek
lainnya.

Anehnya lagi, ada orang-orang yang melakukan bid^ah dalam agama
Allah berkenaan dengan pribadi Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa
sallam. Dengan perbuatannya itu mereka menganggap bahwa
dirinyalah orang yang paling mencintai Rasulullah Shallallahu
^alaihi wa sallam dan yang mengagungkan beliau, barangsiapa yang
tidak berbuat sama seperti mereka maka dia adalah orang yang
membenci Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam, atau
menuduhnya dengan sebutan-sebutan jelek lainnya yang biasa mereka
pergunakan terhadap orang yang menolak bid^ah mereka.

Aneh, bahwa orang-orang semacam ini mengatakan : “Kamilah yang
mengagungkan Allah dan Rasul-Nya”. Padahal dengan bid^ah yang
mereka perbuat itu, mereka sebenarnya telah bertindak lancang
terhadap Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta^ala telah berfirman.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
[Al-Hujuraat : 1]

Pembaca Yang Budiman.

Disini penulis mau bertanya, dan mohon -demi Allah- agar jawaban
yang anda berikan berasal dari hati nurani bukan secara
emosional, jawab yang sesuai dengan tuntunan agama anda, bukan
karena taklid (ikut-ikutan).

Apa pendapat anda terhadap mereka yang melakukan bid^ah dalam
agama Allah, baik yang berkenan dengan dzat, sifat dan asma^
Allah Subhanahu wa Ta^ala atau yang berkenan dengan pribadi
Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam. Kemudian mengatakan :
“Kamilah yang mengagungkan Allah dan Rasulullah ?”.

Apakah mereka ini yang lebih berhak disebut sebagai pengagung
Allah dan Rasulullah, ataukah orang-orang yang mereka itu tidak
menyimpang seujung jaripun dari syari^at Allah, yang berkata :
“Kami beriman kepada syari^at Allah yang dibawa Nabi, kami
mempercayai apa yang diberitakan, kami patuh dan tunduk terhadap
perintah dan larangan ; kami menolak apa yang tidak ada dalam
syari^at, tak patut kami berbuat lancang terhadap Allah dan
Rasul-Nya atau mengatakan dalam agama Allah apa yang tidak
termasuk ajarannya ?”.

Siapakah, menurut anda, yang lebih berhak untuk disebut sebagai
orang yang mencintai serta mengagungkan Allah dan Rasul-Nya .?

Jelas golongan yang kedua, yaitu mereka yang berkata : “Kami
mengimani dan mempercayai apa yang diberitakan kepada kami, patuh
dan tunduk terhadap apa yang diperintahkan ; kami menolak apa
yang tidak diperintahkan, dan tak patut kami mengada-adakan dalam
syari^at Allah atau melakukan bid^ah dalam agama Allah”. Tak syak
lagi bahwa mereka inilah orang-orang yang tahu diri dan tahu
kedudukan Khaliqnya. Merekalah yang mengagungkan Allah dan
Rasul-Nya, dan merekalah yang menunjukkan kebenaran kecintaan
mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.

Bukan golongan pertama, yang melakukan bid^ah dalam agama Allah,
dalam hal akidah, ucapan, atau perbuatan. Padahal, anehnya,
mereka mengerti sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam.

“Artinya : Jauhilah perkara-perkara baru, karena setiap perkara
baru adalah bid^ah, setiap bid^ah adalah kesesatan, dan setiap
kesesatan masuk dalam neraka”.

Sabda beliau : “setiap bid^ah ” bersifat umum dan menyeluruh, dan
mereka mengetahui hal itu.

Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam yang menyampaikan
maklumat umum ini, tahu akan konotasi apa yang disampaikannya.
Beliau Shallallahu ^alaihi wa sallam adalah manusia yang paling
fasih, paling tulus terhadap umatnya, tidak mengatakan kecuali
apa yang dipahami maknanya, Maka ketika Nabi shallallahu ^alaihi
wa sallam bersabda : “Kullu bid^atin dhalalah”, Beliau menyadari
apa yang diucapkan, mengerti betul akan maknanya, dan ucapan ini
timbul dari beliau karena beliau benar-benar tulus terhadap
umatnya.

Apabila suatu perkataan memenuhi ketiga unsur ini, yaitu :
diucapkan dengan penuh ketulusan, penuh kefasihan dan penuh
pengertian, maka perkataan tersebut tidak mempunyai konotasi lain
kecuali makna yang dikandungnya.

Dengan pernyataan umum tadi, benarkah bahwa bid^ah dapat kita
bagi menjadi tiga bagian, atau lima bagian ?

Sama sekali tidak benar. Adapun pendapat sebagian ulama yang
mengatakan bahwa ada bid^ah hasanah, maka pendapat tersebut tidak
lepas dari dua hal.

Pertama : kemungkinan tidak termasuk bid^ah tapi dianggapnya
sebagai bid^ah.
Kedua : kemungkinan termasuk bid^ah, yang tentu saja sayyi^ah
(buruk), tetapi dia tidak mengetahui keburukannya.

Jadi setiap perkara yang dianggapnya sebagai bid^ah hasanah, maka
Jawabannya adalah demikian tadi.

Dengan demikian, tak ada jalan lagi bagi ahli bid^ah untuk
menjadikan sesuatu bid^ah mereka sebagai bid^ah hasanah, karena
kita telah mempunyai senjata ampuh dari Rasulullah Shallallahu
^alaihi wa sallam, yaitu :

“Artinya : Setiap bid^ah adalah kesesatan”

Senjata itu bukan dibuat di sembarang pabrik, melainkan datang
dari Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam dan dibuat sedemikian
sempurna. Maka barangsiapa yang memegang senjata ini tidak akan
dapat dilawan oleh siapapun dengan bid^ah yang dikatakannya
sebagai hasanah, sementara Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa
sallam telah menyatakan : “Setiap bid^ah adalah kesesatan”.

[Disalin dari buku Al-Ibdaa^ fi Kamaalisy Syar^i wa Khatharil
Ibtidaa^ edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid^ah
karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-^Utsaimin, penerjemah Ahmad
Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor – Jabar]

PEMBAGIAN BID AH.[1]

[1]. Bid ah Haqiqiyah.
Yakni bid ah yang tidak memiliki indikasi dari syar i baik dari
Kitabullah, dari Sunnah dan Ijma . Dan juga tidak ada dalil yang
digunakan oleh para ulama baik secara global maupun rinci. Oleh
sebab itu, disebut sebagai bid ah karena ia merupakan hal yang
dibuat-buat dalam perkara agama tanpa contoh sebelumnya[2].

Di antara contohnya adalah bid ahnya perkataan Jahmiyah yang
menafikan Sifat-Sifat Allah, bid ahnya Qadariyah, bid ahnya Murji
ah dan lainnya yang mereka mengatakan apa-apa yang tidak
dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam dan para
Shahabatnya

Contoh lain adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan hidup
kependetaan (seperti pendeta) dan mengadakan perayaan maulid Nabi
Shallallahu ^alaihi wa sallam, Isra Mi raj dan lainnya.

[2]. Bid ah Idhafiyah.
Adapun bid ah Idhafiyah adalah bid ah yang mempunyai dua sisi.
Pertama, terdapat hubungannya dengan dalil. Maka dari sisi ini
dia bukan bid ah. Kedua, tidak ada hubungannya sama-sekali dengan
dalil melainkan seperti apa yang terdapat dalam bid ah haqiqiyah.
Artinya ditinjau dari satu sisi ia adalah Sunnah karena bersandar
kepada Sunnah, namun ditinjau dari sisi lain ia adalah bid ah
karena hanya berlandaskan syubhat bukan dalil.

Adapun perbedaan atara keduanya dari sisi makna adalah bahwa dari
sisi asalnya terdapat dalil padanya. Tetapi jika dilihat dari
sisi cara, sifat, kondisi pelaksanaannya atau perinciannya, tidak
ada dalil sama sekali, padahal kala itu ia membutuhkan dalil. Bid
ah semacam itu kebanyakan terjadi dalam ibadah dan bukan
kebiasaan semata.

Atas dasar ini, maka bid ah Haqiqi lebih besar dosanya karena
dilakukan langsung oleh pelakunya tanpa perantara, sebagai
pelang-garan murni dan keluar dari syari at sangat jelas, seperti
ucapan kaum Qadariyah yang menyatakan baik dan buruk menurut
akal, mengingkari hadits ahad sebagai hujjah[3], mengingkari
adanya Ijma , mengingkari haramnya khamer, mengatakan bahwa para
Imam adalah ma shum[4] (terpelihara dari dosa)… dan hal-hal
lain yang seperti itu[5].

Dikatakan bid ah Idhofiyah artinya bahwa bid ah bila ditinjau
dari satu sisi disyari atkan tapi dari sisi lain ia hanya
pendapat belaka. Sebab dari sisi orang yang membuat bid ah itu
dalam sebagian kondisinya masuk dalam kategori pendapat pribadi
dan tidak di-dukung oleh dalil-dalil dari setiap sisi[6].

HUKUM BID AH DALAM AGAMA ISLAM.

Sesungguhnya agama Islam sudah sempurna dengan wafatnya
Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam. Allah Suabhnahu wa
Ta^ala berfirman:

“Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam
itu jadi agama bagimu. [Al-Maaidah: 3]

Rasulullah Shallallahu ^alaihi wa sallam telah menyampaikan semua
risalah, tidak ada satupun yang ditinggalkan. Beliau Shallallahu
^alaihi wa sallam telah menunaikan amanah dan menasehati umatnya.
Kewajiban seluruh umat mengikuti petunjuk Nabi Muhammad ^Alaihi
Shallatu wa sallam, karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad Shallallahu ^alaihi wa sallam dan sejelek-jelek
perkara adalah yang diada-adakan. Wajib bagi seluruh ummat untuk
mengikuti beliau Shallallahu ^alaihi wa sallam dan tidak berbuat
bid ah serta tidak mengadakan perkara-perkara yang baru karena
setiap yang baru dalam agama adalah bid ah dan setiap yang bid ah
adalah sesat.

Tidak diragukan lagi bahwa setiap bid ah dalam agama adalah sesat
dan haram, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ^alaihi wa sallam

“Artinya : Hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang
baru. Setiap perkara-perkara yang baru adalah bid ah, dan setiap
bid ah adalah sesat. [7]

Demikian juga sabda beliau Shallallahu ^alaihi wa sallam

“Artinya :Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami
ini, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak [8]

Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa perkara baru yang
dibuat-buat dalam agama ini adalah bid ah, dan setiap bid ah itu
sesat dan tertolak. Bid ah dalam agama itu diharamkan. Namun
tingkat keharamannya berbeda-beda tergantung jenis bid ah itu
sendiri.

Ada bid ah yang menyebabkan kekufuran (Bid ah Kufriyah), seperti
berthawaf keliling kuburan untuk mendekatkan diri kepada para
penghuninya, mempersembahkan sembelihan dan nadzar kepada
kuburan-kuburan itu, berdo a kepada mereka, meminta keselamatan
kepada mereka, demikian juga pendapat kalangan Jahmiyah, Mu
tazilah dan Rafidhah.

Ada juga bid ah yang menjadi sarana kemusyrikan, seperti
mendirikan bangunan di atas kuburan, shalat dan berdoa di atas
kuburan dan mengkhususkan ibadah di sisi kubur.

Ada juga perbuatan bid ah yang bernilai kemaksiyatan, seperti bid
ah membujang -yakni menghindari pernikahan- puasa sambil berdiri
di terik panas matahari, mengebiri kemaluan dengan niat menahan
syahwat dan lain-lain[9]

Ahlus Sunnah telah sepakat tentang wajibnya mengikuti al-Qur-an
dan as-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih, yaitu tiga
generasi yang terbaik (Shahabat, Tabi in, Tabi ut Tabi in) yang
disaksikan oleh Nabi j bahwa mereka adalah sebaik-baik manusia.
Mereka juga sepakat tentang keharamannya bid ah dan setiap bid ah
adalah sesat dan kebinasaan, tidak ada bid ah yang hasanah.

Ibnu Umar Radhiyallahu ^anhuma berkata:

“Artinya : Setiap bid ah adalah sesat, meskipun manusia memandang
baik. [10]

Imam Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat th. 61 H)[11] berkata:

“Artinya : Perbuatan bid ah lebih dicintai oleh iblis daripada
kemaksiyatan dan pelaku kemaksiyatan masih mungkin dia untuk
bertobat dari kemaksiyatannya sedangkan pelaku kebid ahan sulit
untuk bertaubat dari kebid ahannya. [12]

Imam al-Barbahary Rahimahullah berkata: Jauhilah setiap perkara
bid ah sekecil apapun, karena bid ah yang kecil lambat laun akan
menjadi besar. Demikian pula kebid ahan yang terjadi pada ummat
ini berasal dari perkara kecil dan remeh yang mirip kebenaran
sehingga banyak orang terpedaya dan terkecoh, lalu mengikat hati
mereka sehingga susah untuk keluar dari jeratannya dan akhirnya
mendarah daging lalu diyakini sebagai agama. Tanpa disadari,
pelan-pelan mereka menyelisihi jalan lurus dan keluar dari Islam.
[13]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama^ah Oleh
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box
264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus
2004M]
_________
Foote Note
[1]. Lihat al-I tisham (I/367), dan seterusnya.
[2]. Ibid.
[3]. Sebagaimana yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir dan
orang-orang yang serupa dengannya. Lihat kitab Ilmu Ushuulil
Bida (hal. 148).
[4]. Seperti yang diyakini oleh Syi ah Imamiyah.
[5]. Al-I tisham (I/221).
[6]. Ibid.
[7]. HR. Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), Ahmad (IV/
46-47) dan Ibnu Majah (no. 42, 43, 44). Hasan Shahih, dari
Shahabat Irbadh bin Saariyah Radhiyallahu ^anhu.
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 2697) dan Muslim (no. 1718), dari
Aisyah Radhiyallahu ^anha.
[9]. Lihat Kitabut Tauhid (hal. 82 ) oleh Syaikh Shalih bin
Fauzan al-Fauzan dan Nuurus Sunnah wa Zhulumatul Bid ah (hal.
76-77).
[10]. Riwayat al-Laalika-iy dalam Syarah Ushuul I tiqad Ahlis
Sunnah wal Jamaa ah (no. 126), Ibnu Baththah al- Ukbary fil
Ibaanah (no. 205). Lihat Ilmu Ushulil Bid ah (hal. 92).
[11]. Nama lengkapnya adalah Sufyan bin Sa id bin Masruq
ats-Tsauri. Abu Abdillah al-Kufi, seorang hafizh yang tsiqah,
faqih, ahli ibadah dan Imamul hujjah. Beliau meninggal pada tahun
61 H pada usia 64 tahun. Lihat biografi beliau di dalam kitab
Taqriibut Tahdziib (I/371).
[12]. Riwayat al-Lalikaiy dalam Syarah Ushul I tiqad Ahlis Sunnah
wal Jama ah no. 238.
[13]. Syarhus Sunnah lil Imam al-Barbahary (no. 7), tahqiq Khalid
bin Qasim ar-Radady, cet. II-Daarus Salaf, th. 1418 H. ”

itu bantahan mereka Bib,ana bingung mau jawab,mereka ini sangat
keras.

Mohon maaf dan ampun yang sebesar2nya..

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

munzir Re:nuzulul qur^an – 2009/09/09 10:17 Alaikumsalam warahmatullah
wabarakatuh,

Kemuliaan Ramadhan, Kesucian Nuzulul Qur^an, Cahaya Keagungan
Lailatul Qadr, Keluhuran Badr Alkubra, dan Ijabah pada hari hari
shiyam dan qiyam semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
sebenarnya jika ia mendalami ucapan para Hujjatul Islam dan para
Imam mengenai Bid^ah, ia akan mengenal kebenaran, karena utsaimin
ini tidak sampai sebutir debu para Hujjatul Islam dan para Imam,

pakar hadits mempunyai syarat untuk menghukumi hadits, ada gelar
Alhafidh, yaitu yg hafal lebih dari 100.000 hadits berikut sanad
dan hukum matannya, ada gelar Hujjatul Islam yaitu yg hafal lebih
dari 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya.

Imam Nawawi adalah Hujjatul Islam, Imam Syafii jauh diatasnya, dan
banyak lagi para Hujjatul Islam dan Imam yg menjelaskan tentang
makna kalimat bid;ah.

namun ditentang oleh wahabi dan kelompoknya yg mereka itu tak
hafal 10 hadits pun berikut sanad dan hukum matannya.

hafal hadits berikut sanad dan matannya adalah hafal haditsnya,
dan nama nama periwayatnya sampai ke Rasul saw berikut riwayat
hidup mereka, guru mereka, akhlak mereka, kedudukan mereka yg
ditetapkan para Muhadditsin, dan lainnya.

namun wahabi cuma menukil dari buku sisa sisa yg masih ada saat
ini, buku buku hadits yg ada saat ini hanya mencapai sekitar 80
ribu hadits, dan tak ada kitab yg menjelaskan semua periwayat
berikut sejarahnya kecuali sebagian kecil hadit saja,.

maka fatwa para penukil ini batil tanpa perlu dijawab,

namun saya perjelas masalah tarawih dan bid;ah sbgbr :

TAMBAHAN DALAM HAL BID AH HASANAH

mengenai ucapan Al Hafidh Al Imam Assyaukaniy, beliau tidak
melarang hal yg baru, namun harus ada sandaran dalil secara logika
atau naqli nya, maka bila orang yg bicara hal baru itu punya
sandaran logika dan sandaran Naqli nya, maka terimalah,
sebagaimana ucapan beliau :

وهذا الحديث من قواعد الدين لأنه يندرج تحته من الأحكام ما لا يأتي
عليه الحصر وما مصرحه وأدله على إبطال ما فعله الفقهاء من تقسيم
البدع إلى أقسام وتخصيص الردببعضها بلا مخصص من عقل ولا نقل
فعليك إذا سمعت من يقول هذه بدعة حسنة بالقيام في مقام المنع مسندا
له بهذه الكلية وما يشابهها من نحو قوله صلى الله عليه وآله وسلم كل
بدعة ضلالة طالبا لدليل تخصيص تلك البدعة التي وقع النزاع في شأنها
بعد الاتفاق على أنها بدعة فإن جاءك به قبلته وإن كاع كنت قد ألقمته
حجرا واسترحت من المجادلة

hadits hadits ini merupakan kaidah kaidah dasar agama karena
mencakup hukum hukum yg tak terbatas, betapa jelas dan terangnya
dalil ini dalam menjatuhkan perbuatan para fuqaha dalam pembagian
Bid ah kepada berbagai bagian dan mengkhususkan penolakan pada
sebagiannya (penolakan thd Bid;ah yg baik) dengan tanpa
mengkhususkan (menunjukkan) hujjah dari dalil akal ataupun dalil
tulisan (Alqur an/hadits),
maka bila kau dengar orang berkata : ini adalah Bid ah hasanah ,
dg kau mengambil posisi melarangnya dg bertopang pada dalil bahwa
keseluruhan Bid;ah adalah sesat dan yg semacamnya sebagaimana
sabda Nabi saw : semua Bid ah adalah sesat dan (kau) meminta
dalil pengkhususan (secara aqli dan naqli) mengenai hal Bid ah yg
menjadi pertentangan dalam penentuannya (apakah itu bid;ah yg baik
atau bid ah yg sesat) setelah ada kesepakatan bahwa hal itu Bid;ah
(hal baru), maka bila ia membawa dalilnya (tentang Bid ah hasanah)
yg dikenalkannya maka terimalah, bila ia tak bisa membawakan
dalilnya (aqlan wa syar an) maka sungguh kau telah menaruh batu
dimulutnya dan kau selesai dari perdebatan (Naylul Awthaar Juz 2
hal 69-70).

Jelaslah bahwa ucapan Imam Assyaukaniy menerima Bid;ah hasanah yg
disertai dalil Aqli (Aqliy = logika) atau Naqli (Naqli = dalil
Alqur an atau hadits), bila orang yg mengucapkan pada sesuatu itu
Bid ah hasanah namun ia tak bisa mengemukakan alasan secara
logika, atau tak ada sandaran Naqli nya maka pernyataan tertolak,
bila ia mampu mengemukakan dalil logikanya, atau dalil Naqli nya
maka terimalah.

Jelas jelas beliau mengakui Bid ah hasanah.

وقال ابن رجب في كتابه جامع العلوم والحكم ما لفظه جوامع الكلم التي
خص بها النبي صلى الله عليه وسلم نوعان أحدهما ما هو في القران كقوله
تعالى إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن
الفحشاء والمنكر والبغي قال الحسن لم تترك هذه الاية خيرا إلا أمرت
به ولا شرا إلا نهت عنه والثاني ما هو في كلامه صلى الله عليه وسلم
وهو منتشر موجود في السنن المأثورة عنه صلى الله عليه وسلم انتهى

Berkata Ibn Rajab dalam kitabnya Jami ul Uluum walhikam bahwa
lafadhnya : kumpulan seluruh kalimat yg dikhususkan pada nabi saw
ada dua macam, yg pertama adalah Alqur an sebagaimana firman Nya
swt : Sungguh Allah telah memerintahkan kalian berbuat adil dan
kebaikan, dan menyambung hubungan dg kaum kerabat, dan melarang
kepada keburukan dan kemungkaran dan kejahatan berkata Alhasan
bahwa ayat ini tidak menyisakan satu kebaikanpun kecuali sudah
diperintahkan melakukannya, dan tiada suatu keburukan pun kecuali
sudah dilarang melakukannya.
Maka yg kedua adalah hadits beliau saw yg tersebar dalam semua
riwayat yg teriwayatkan dari beliau saw. (Tuhfatul Ahwadziy Juz 5
hal 135)

jelas sudah bahwa semua hal yg baik sudah diperintah oleh Allah
swt walau belum ada dizaman Rasul saw, demikian pula hal buruk
sudah dilarang walau belum ada dimasa Rasul saw, seperti
penjilidan Alqur^an, pembuatan hukum untuk periwayat hadits, dan
semua hal baik, sudah diperintah oleh Allah swt,

dan semua hal buruk sudah dilarang oleh Allah swt walau belum ada
dimasa Rasul saw, sebagaimana narkotika, ganja, dan banyak hal
mungkar dan buruk, sudah dilarang oleh Allah swt walau belum ada
dimasa Rasul saw.

hal bid;ah hasanah mestilah ada sandaran secara logika bahwa itu
membawa kebaikan, atau sandaran dalil penguatnya.

ucapan Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar :

ما أحدث وليس له أصل في الشرع ويسمى في عرف الشرع بدعة وما كان له
أصل يدل عليه الشرع فليس ببدعة، فالبدعة في عرف الشرع مذمومة بخلاف
اللغة فان كل شيء أحدث مثال يسمى بدعة سواء كان محمودا أو مذموما
وكذا القول في المحدثة وفي الأمر المحدث الذي ورد في حديث عائشة من
أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد كما تقدم شرحه ومضى بيان ذلك
قريبا في كتاب الأحكام وقد وقع في حديث جابر المشار اليه وكل بدعة
ضلالة وفي حديث العرباض بن سارية وإياكم ومحدثات الأمور فان كل بدعة
ضلالة وهو حديث أوله وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم موعظة بليغة
فذكره وفيه هذا أخرجه احمد وأبو داود والترمذي وصححه بن ماجة وابن
حبان والحاكم وهذا الحديث في المعنى قريب من حديث عائشة المشار اليه
وهو من جوامع الكلم قال الشافعي البدعة بدعتان محمودة ومذمومة فما
وافق السنة فهو محمود وما خالفها فهو مذموم أخرجه أبو من طريق
إبراهيم بن الجنيد عن الشافعي
وجاء عن الشافعي أيضا ما أخرجه البيهقي في مناقبه قال المحدثات ضربان
ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا فهذه بدعة الضلال وما
أحدث من الخير لا يخالف شيئا من ذلك فهذه محمودة انتهى وقسم بعض
العلماء البدعة الى الأحكام الخمسة وهو واضح.

semua hal baru yg tak ada asal/dalil dalam syariah dinamakan Bid
ah, namun apa apa yg ada dasar syariahnya maka bukanlah Bid ah,
maka kalimat Bid ah dalam makna syariah adalah hal yg buruk, namun
berbeda dengan makna bahasa, karena dalam bahasa kesemua hal baru
disebut Bid ah, sama saja apakah itu yg baik atau yg buruk,
demikian pula dalam hal hal baru, sebagaimana hadits yg
diriwayatkan oleh Aisyah ra: barangsiapa yg membuat hal baru
dalam urusan kami (syariah) yg bukan dari syariah maka ia tertolak
, sebagaimana penjelasannya sudah kukemukakan beserta
penjelasannya dalam kitab Al Ahkam, lalu pula terjadi pada hadits
riwayat Jabir ra : Semua yg bid;ah adalah sesat , demikian pula
hadits riwayat Al Irbadh bin Saariyah ra : Hati hatilah dg hal yg
baru, maka sungguh semua yg bid;ah itu sesat , hadits itu diawali
dengan wasiat Nabi saw pada kami dengan wasiat yg indah, maka
disebutlah hadits itu, hasdits itu dikeluarkan oleh Ahmad, dan Abu
Dawud, dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibn Majah, dan Ibn
Hibban dan Hakim, maka hadits ini dg makna yg dekat dg hadits
Aisyah sebagaimana disebutkan, dan terpadu padanya banyak sumber
pemahaman kalimat, dan berkata Imam Syafii bahwa Bid;ah terbagi
dua, Bid;ah terpuji dan Bid;ah tercela, maka hal hal baru yg
sesuai dg sunnah maka ia terpuji, dan yg tak sesuai dg sunnah maka
tercela, demikian diriwayatkan dari Abu, dari Ibrahim bin
Aljuneid, dari Assyafii.
Dan juga datang dari riwayat Assyafii sebagaimana dikeluarkan oleh
Imam Al Baihaqi dalam manakibnya, bahwa hal hal baru adalah dua
macam : yaitu apa apa dari hal baru yg bertentangan dg Kitab dan
Sunnah atau Atsar sahabat, atau Ijma; ulama maka itu adalah Bid;ah
dhalalah, dan hal hal baru berupa kebaikan yg tak bertentangan dg
hal hal diatas maka hal itu terpuji.
Dan sebagian para Ulama telah membagi Bid ah kepada 5 hukum, dan
hal ini telah jelas. (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 254)

berkata Hujjatul islam Al Imam Nawawi mengenai hadits riwayat
shahih Muslim no.1017 ini yaitu barangsiapa yg membuat buat hal yg
baru berupa kebaikan… dst.

:
هذا الحديث تخصيص قوله صلى الله عليه وسلم كل محدثة بدعة وكل بدعة
ضلالة وأن المراد به المحدثات الباطلة والبدع المذمومة

pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw :
semua yg baru adalah Bid ah, dan semua yg Bid ah adalah sesat ,
sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk dan Bid ah yg
tercela . (Syarh Annawawi ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a^lam
[/size][size=3][size=3][/size]

Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=23629