mohon jelasnya beserta dalil

0

Artikel

aditya mohon jelasnya beserta dalil tuk menanggapi tulisa – 2009/04/28
09:47 assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Rahmad serta InayahNYA semoga terus tercurah kepada kita semua,
kecintaan kita kepada orang paling mulia yaitu habubunnah Muhammad
SAW di seluruh alam semoga tetap dan terus ditambah oleh Allah.
semoga habib selalu dan selalu dapat memberi kita ayoman untuk
tempat mengadu dari segala macam persoalan.

bib langsung saja bib,
1.kapan habib ke malang lagi, saya sudah kangen pingin mencium
tangan habib lagi ……… kapan bib mohon tanggapannya , terima
kasih

2. ada tulisan dari seseorang yang mengaku pembela kemurnian
islam, tetapi saya tidak mampu mengetengahkan hujjah karena saya
tidak ada ilmu untuk itu, moga moga habib bisa menggamblangkannya,
agar untuk saya teruskan menjawab hujjah mereka. ini tulisannya
bib

Studi Kritis Kisah Bilal Bertawassul di Kuburan Nabi.

Kisah ini cukup populer di kalangan NU, dimana mereka menggunakan
kisah ini untuk melegalkan ritual Tawassul dengan dzat/kedudukan
orang shalih yang masih hidup atau sudah mati. Mereka sering
mendengungkan kisah ini di berbagai kesempatan, bahkan untuk
membantah hujjah kaum salafi.

Di antara kitab-kitab terkenal yang memuat kisah ini adalah: Syifa
As-Siqom fi Ziyarati Khairil Anam oleh As-Subki, Tuhfatuz Zuwar
ila Qobri Nabi Mukhtar oleh Al-Haitsami, dan Al-Misku wal Inbar fi
Khutabi Minbar oleh Aidh Al-Qorni.

Takhrij kisah:

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Fawasid dan Ibnu Asakir dalam
Tarikh dari jalan Muhammad bin Al-Faidh dari Abu Ishaq Ibrahim bin
Muhammad bin Sulaiman bin Bilal bin Abu Darda dari ayahnya dari
kakeknya dari Ummu Darda dari Abu Darda

1. Ibrahim bin Muhammad bin Sulaiman bin Bilal
– Al-Hafidz Ibnu Abdil Hadi berkata: Orang ini tidak dikenal
dengan kepercayaan, amanah, hafalan dan keadilan, bahkan dia
adalah seorang yang Majhul, tidak dikenal dengan riwayat hadits.
Tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Muhammad bin Al-Faidh
yang meriwayatkan kisah mungkar ini. (Ash-Shorim Al-Mungki
hal.314)
– Al-Hafidz Adz-Dzahabi menghukumi orang ini Majhul (Mizanul I
tidal 1/64), Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Ibnu Asakir menulis
biografi tentangnya dan membawakan riwayatnya dari ayahnya dari
kakeknya dari Ummu Darda dari Abu Darda tentang kisah perjalanan
Bilal ke Syam dan kedatangannya ke kota Madinah dan Adzannya di
Madinah serta goncangnya Madinah karena adzannya. Kisah ini sangat
nyata dustanya. (Lisanul Mizan 1/107)

2. Sulaiman bin Bilal bin Abu Darda
– Al-Hafidz Ibnu Abdil Hadi berkata: Dia tidak dikenal, majhul
hal, sedikit riwayatnya dan tidak ada seorang imam-pun sepanjang
pengetahuan saya yang menganggapnya tsiqoh. Imam Bukhari juga
tidak mencantumkannya dalam kitab beliau, tidak pula Ibnu Abi
Hatim, ditambah lagi dia tidak diketahui bahwa dia endengar dari
Ummu Darda . (Ash-Shorim Al-Mungki hal.320)

Komentar Ahli Hadits:

– Adz-Dzahabi: Sanadnya layyin, yaitu mungkar. (Siyar A lamin
Nubala 1/358)
– Ibnu Andil Hadi: Atsar gharib mungkar, sanadnya majhul dan
terputus. (Ash-Shorim Al-Mungki hal.314)
– Ibnu Hajar: Kisah ini sangat jelas palsunya. (Lisanul Mizan 1/
107-108)
– Ibnu Arraq menyetujui ucapan Ibnu Hajar (Tanzih Syari ah 1/24)
– Asy-Syaukani: Tidak ada asalnya. (Al-Fawaid Al-Majmuah hal.40)
– Ali Al-Qori menghukumi kisah ini maudhu dalam Al-Mashnu fi Ma
rifatil Hadits Maudhu .
– Dan sebagainya

Indikasi kepalsuan dan kemungkaran kisah ini:

1. Seluruh ahli sejarah yang dinilai tsiqoh telah sepakat bahwa
Bilal tidak pernah adzan setelah wafatnya Nabi kecuali ketika Umar
datang ke Syam. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh 3
/316, Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa Nihayah 7/102, Bukhari dalam
Tarikh Ash-Shaghir 1/53, Ibnu Hibban dalam Masyahir Ulama Amshar
hal.50 dan As-Suyuthi dalam Is af Mubtha bi Rijal Al-Muwatho 3/
185.
2. Seluruh Ahli sejarah juga sepakat bahwa Bilal wafat di kota
Syam pada zaman pemerintahan Umar, sedangkan kubur Nabi pada zaman
Kholifah Umar berada di kamar tertutup yang tidak seorangpun
diperbolehkan masuk kecuali seizin Aisyah.

Studi kritis ini sekaligus untuk menjawab kesalahpahaman
masyarakat akan fatwa Syaikh Ibnu Baz bahwasanya sebagian orang
mengira beliau telah menuduh sahabat mulia Bilal melakukan
kesyirikan dan kekufuran. Adapaun maksud sebenarnya dari fatwa
beliau adalah bahwasanya beliau mengkritisi kisah ini dari dua
sisi, yakni sisi sanad dan sisi matan. Adapun pada sisi sanad,
beliau menjelaskan bahwa kisah ini maudhu . Sedangkan pada isi
matan, beliau menjelaskan bahwa kisah ini dusta dan mungkar karena
di dalamnya sahabat Bilal digambarkan sedang melakukan kesyirikan.

Bagi orang yang adil dan insaf, tentunya mereka akan memahami
bahwa beliau sama sekali tidak menuduh sahabat Bilal melakukan
kesyirikan dan kekufuran karena beliau menilai kisah tersebut
maudhu . Adapun apabila beliau menshahihkan kisah tersebut, maka
itulah yang baru bisa disebut menuduh sahabat Bilal melakukan
kesyirikan dan kekufuran.

Berikut adalah penjelasan dari Syaikh Al-Albani: Riwayat ini
adalah bathil dan maudhu . Tanda-tanda kepalsuannya sangat nampak
sekali ditinjau dari berberapa segi hingga beliau berkata:
Perkataannya: Dan dia menempelkan wajahnya ke kuburan . Saya
(Al-Albani) berkata: Ini juga termasuk tanda lain akan
kepalsuannya kisah ini serta jahilnya si pamalsu kisah, karena dia
menggambarkan kepada kita bahwa sahabat Bilal seperti orang-orang
Jahiliyah yang menerjang aturan-aturan syariat tatkala melihat
kuburan sehingga mengerjakan perbuatan yang tidak diperbolehkan
berupa kesyirikan-kesyirikan seperti mengusap-usap kubur dan
menciuminya (Difa Anil Hadits Nabawi wa Siroh hal.94102)

demikian bib mohon dijelaskan secara tepat, biar bisa saya
teruskan jawaban habib, untuk berusaha menghentikan pemikiran
sempit mereka , mohon bantuannya bib

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

munzir Re:mohon jelasnya beserta dalil tuk menanggapi tulisa – 2009/04/29
13:50 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kesejukan kasih sayang Nya semoga selalu menerangi hari hari anda
dg kebahagiaan,

Saudaraku yg kumuliakan,
riwayat tersebut justru diriwayatkan oleh Ibn asakir dg sanad
Jayyid, (sanad Jayyid dibawah shahih namun bukan dhoif) demikian
dalam subulul huda warrasyaad Juz 12 hal 359),
namun tidak teriwayatkan Bilal masuk kekubur dan adzan dikubur,
beliau adzan ditempat beliau adzan, demikian dalam
I^anatutthalibin Juz 1 hal 267.

Al Imam Addzahabiy justru menjelaskan walau periwayatnya ada yg
majhul dan dhoif, namun hadits ini sanadnya Jayyid. (Tarikhul
Islam oleh Imam Addzahabiy).

bahkan disebut pula oleh Imam Ibn Rajab dalam kitabnya Naylul
Awtar,

dan jika mengusap kubur, tentunya hal itu makruh, namun
bertabarruk atau mengambil berkah adalah hal yg sunnah, berikut
sayat tampilkan dalil tawassul dan tabarruk :

TABARRUK
(mengambil keberkahan dari bekas atau tubuh shalihin)

Banyak orang yang keliru memahami makna hakikat tabarruk dengan
Nabi Muhammad saw, peninggalan-peninggalannya saw, ahlulbaitnya
saw dan para pewarisnya yakni para ulama, para kyai dan para wali.
Karena hakekat yang belum mereka pahami, mereka berani menilai
kafir (sesat) atau musyrik terhadap mereka yang bertabarruk pada
Nabi saw atau ulama.

Mengenai azimat (Ruqyyat) dg huruf arab merupakan hal yg
diperbolehkan, selama itu tidak menduakan Allah swt. Sebagaimana
dijelaskan bahwa azimat dg tulisan ayat atau doa disebutkan pd
kitab Faidhulqadir Juz 3 hal 192, dan Tafsir Imam Qurtubi Juz 10
hal.316/317, dan masih banyak lagi penjelasan para Muhadditsin
mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena itu semata mata
adalah bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat ayat Alqur an.

Mengenai benda-benda keramat, maka ini perlu penjelasan yg sejelas
jelasnya, bahwa benda benda keramat itu tak bisa membawa manfaat
atau mudharrat, namun mungkin saja digunakan Tabarrukan (mengambil
berkah) dari pemiliknya dahulu, misalnya ia seorang yg shalih,
maka sebagaimana diriwayatkan :
Para sahabat seakan akan hampir saling bunuh saat berdesakan
berebutan air bekas wudhunya Rasulullah saw (Shahih Bukhari Hadits
no. 186),

Allah swt menjelaskan bahwa ketika Ya qub as dalam keadaan buta,
lalu dilemparkanlah ke wajahnya pakaian Yusuf as, maka iapun
melihat, sebagaimana Allah menceritakannya dalam firman Nya SWT :
(berkata Yusuf as pada kakak kakaknya) PERGILAH KALIAN DENGAN
BAJUKU INI, LALU LEMPARKAN KEWAJAH AYAHKU, MAKA IA AKAN SEMBUH
DARI BUTANYA (QS Yusuf 93), dan pula ayat : MAKA KETIKA DATANG
PADANYA KABAR GEMBIRA ITU, DAN DILEMPARKAN PADA WAJAHNYA (pakaian
Yusuf as) MAKA IA (Ya qub as) SEMBUH DARI KEBUTAANNYA (QS Yusuf
96). Ini merupakan dalil Alqur an, bahwa benda/pakaian orang orang
shalih dapat menjadi perantara kesembuhan dengan izin Allah
tentunya, kita bertanya mengapa Allah sebutkan ayat sedemikian
jelasnya?, apa perlunya menyebutkan sorban yusuf dg ucapannya :
PERGILAH KALIAN DENGAN BAJUKU INI, LALU LEMPARKAN KEWAJAH AYAHKU,
MAKA IA AKAN SEMBUH DARI BUTANYA . untuk apa disebutkan masalah
baju yg dilemparkan kewajah ayahnya?, agar kita memahami bahwa
Allah SWT memuliakan benda benda yg pernah bersentuhan dengan
tubuh hamba hamba Nya yg shalih. kita akan lihat dalil dalil
lainnya.

Setelah Rasul saw wafat maka Asma binti Abubakar shiddiq ra
menjadikan baju beliau saw sebagai pengobatan, bila ada yg sakit
maka ia mencelupkan baju Rasul saw itu di air lalu air itu
diminumkan pada yg sakit (shahih Muslim hadits no.2069).

Rasul saw sendiri menjadikan air liur orang mukmin sebagai
berkah untuk pengobatan, sebagaimana sabda beliau : Dengan Nama
Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami,
sembuhlah yg sakit pada kami, dg izin tuhan kami (shahih Bukhari
hadits no.5413), ucapan beliau saw : demi air liur sebagian dari
kami menunjukkan bahwa air liur orang mukmin dapat menyembuhkan
penyakit, dg izin Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun dapat
menyembuhkan, namun dg izin Allah pula tentunya, hadits ini
menjelaskan bahwa rasul saw bertabarruk dg air liur mukminin
bahkan tanah bumi, menunjukkan bahwa pd hakikatnya seluruh ala
mini membawa keberkahan dari Allah swt.

seorang sahabat meminta Rasul saw shalat dirumahnya agar
kemudian ia akan menjadikan bekas tempat shalat beliau saw itu
mushollah dirumahnya, maka Rasul saw datang kerumah orang itu dan
bertanya : dimana tempat yg kau inginkan aku shalat? . Demikian
para sahabat bertabarruk dengan bekas tempat shalatnya Rasul saw
hingga dijadikan musholla (Shahih Bukhari hadits no.1130)

Nabi Musa as ketika akan wafat ia meminta didekatkan ke wilayah
suci di palestina, menunjukkan bahwa Musa as ingin dimakamkan dg
mengambil berkah pada tempat suci (shahih Bukhari hadits no.1274).

Allah memuji Nabi saw dan Umar bin Khattab ra yg menjadikan
Maqam Ibrahim as (bukan makamnya, tetapi tempat ibrahim as berdiri
dan berdoa di depan ka bah yg dinamakan Maqam Ibrahim as) sebagai
tempat shalat (musholla), sebagaimana firman Nya : Dan mereka
menjadikan tempat berdoanya Ibrahim sebagai tempat shalat (QS Al
Imran 97), maka jelaslah bahwa Allah swt memuliakan tempat hamba
hamba Nya berdoa, bahkan Rasul saw pun bertabarruk dengan tempat
berdoanya Ibrahim as, dan Allah memuji perbuatan itu.

Diriwayatkan ketika Rasul saw barusaja mendapat hadiah selendang
pakaian bagus dari seorang wanita tua, lalu datang pula orang lain
yang segera memintanya selagi pakaian itu dipakai oleh Rasul saw,
maka riuhlah para sahabat lainnya menegur si peminta, maka sahabat
itu berkata : aku memintanya karena mengharapkan keberkahannya
ketika dipakai oleh Nabi saw dan kuinginkan untuk kafanku nanti
(Shahih Bukhari hadits no.5689), demikian cintanya para sahabat
pada Nabinya saw, sampai kain kafanpun mereka ingin yang bekas
sentuhan tubuh Nabi Muhammad saw.

Sayyidina Umar bin Khattab ra ketika ia telah dihadapan
sakratulmaut, Yaitu sebuah serangan pedang yg merobek perutnya
dengan luka yg sangat lebar, beliau tersungkur roboh dan mulai
tersengal sengal beliau berkata kepada putranya (Abdullah bin Umar
ra), “Pergilah pada ummulmukminin, katakan padanya aku berkirim
salam hormat padanya, dan kalau diperbolehkan aku ingin dimakamkan
disebelah Makam Rasul saw dan Abubakar ra”, maka ketika
Ummulmukminin telah mengizinkannya maka berkatalah Umar ra :
“Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di
pembaringan itu (dimakamkan disamping makam Rasul saw (Shahih
Bukhari hadits no.1328). Dihadapan Umar bin Khattab ra Kuburan
Nabi saw mempunyai arti yg sangat Agung, hingga kuburannya pun
ingin disebelah kuburan Nabi saw, bahkan ia berkata : “Tidak ada
yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan
itu

Demikian pula Abubakar shiddiq ra, yang saat Rasul saw wafat
maka ia membuka kain penutup wajah Nabi saw lalu memeluknya dengan
derai tangis seraya menciumi tubuh beliau saw dan berkata : Demi
ayahku, dan engkau dan ibuku wahai Rasulullah.., Tiada akan Allah
jadikan dua kematian atasmu, maka kematian yang telah dituliskan
Allah untukmu kini telah kau lewati . (Shahih Bukhari hadits
no.1184, 4187).

Salim bin Abdullah ra melakukan shalat sunnah di pinggir sebuah
jalan, maka ketika ditanya ia berkata bahwa ayahku shalat sunnah
ditempat ini, dan berkata ayahku bahwa Rasulullah saw shalat di
tempat ini, dan dikatakan bahwa Ibn Umar ra pun melakukannya.
(Shahih Bukhari hadits no.469). Demikianlah keadaan para sahabat
Rasul saw, bagi mereka tempat-tempat yang pernah disentuh oleh
Tubuh Muhammad saw tetap mulia walau telah diinjak ribuan kaki,
mereka mencari keberkahan dengan shalat pula ditempat itu,
demikian pengagungan mereka terhadap sang Nabi saw.

Dalam riwayat lainnnya dikatakan kepada Abu Muslim, wahai Abu
Muslim, kulihat engkau selalu memaksakan shalat ditempat itu?,
maka Abu Muslim ra berkata : Kulihat Rasul saw shalat ditempat ini
(Shahih Bukhari hadits no.480).

Sebagaimana riwayat Sa ib ra, : “aku diajak oleh bibiku kepada
Rasul saw, seraya berkata : Wahai Rasulullah.., keponakanku
sakit.., maka Rasul saw mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan
padaku, lalu beliau berwudhu, lalu aku meminum air dari bekas
wudhu beliau saw, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan kulihat
Tanda Kenabian beliau saw” (Shahih Muslim hadits no.2345).

Riwayat lain ketika dikatakan pada Ubaidah ra bahwa kami
memiliki rambut Rasul saw, maka ia berkata: Kalau aku memiliki
sehelai rambut beliau saw, maka itu lebih berharga bagiku dari
dunia dan segala isinya (Shahih Bukhari hadits no.168).
demikianlah mulianya sehelai rambut Nabi saw dimata sahabat, lebih
agung dari dunia dan segala isinya.

Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para sahabat
berebutan air bekas wudhu Rasul saw dan mengusap2kannya ke wajah
dan kedua tangan mereka, dan mereka yang tak mendapatkannya maka
mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya yang sudah
terkena bekas air wudhu Rasul saw lalu mengusapkan ke wajah dan
tangan mereka (Shahih Bukhari hadits no.369, demikian juga pada
Shahih Bukhari hadits no.5521, dan pada Shahih Muslim hadits
no.503 dengan riwayat yang banyak).

Diriwayatkan ketika Anas bin malik ra dalam detik detik
sakratulmaut ia yg memang telah menyimpan sebuah botol berisi
keringat Rasul saw dan beberapa helai rambut Rasul saw, maka
ketika ia hampir wafat ia berwasiat agar botol itu disertakan
bersamanya dalam kafan dan hanut nya (shahih Bukhari hadits
no.5925)
Tampaknya kalau mereka ini hidup di zaman sekarang, tentulah para
sahabat ini sudah dikatakan musyrik, tentu Abubakar sudah
dikatakan musyrik karena menangisi dan memeluk tubuh Rasul saw dan
berbicara pada jenazah beliau saw
Tentunya umar bin khattab sudah dikatakan musyrik karena
disakratulmaut bukan ingat Allah malah ingat kuburan Nabi saw
Tentunya para sahabat sudah dikatakan musyrik dan halal darahnya,
karena mengkultuskan Nabi Muhammad saw dan menganggapnya tuhan
sembahan hingga berebutan air bekas wudhunya, mirip dengan kaum
nasrani yg berebutan air pastor!
Nah.. kita boleh menimbang diri kita, apakah kita sejalan dengan
sahabat atau kita sejalan dg generasi sempalan.
Wahai saudaraku, jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu
adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah,
atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada tuhan yang
sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik.
Sebagimana sabda Nabi saw : Kebekahan adalah pada urang orang tua
dan ulama kalian (Shahih Ibn Hibban hadits no.559)
Dikatakan oleh Al hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy
menanggapi hadits yg diriwayatkan dalam shahih muslim bahw Rasul
saw membaca mu awwidzatain lalu meniupkannya ke kedua telapak
tangannya, lalu mengusapkannya ke sekujur tubuh yg dapat
disentuhnya, hal itu adalah tabarruk dg nafas dan air liur yg
telah dilewati bacaan Alqur an, sebagaimana tulisan dzikir dzikir
yg ditulis dibejana (untuk obat). (Al Jami usshaghiir Imam
Assuyuthiy Juz 1 hal 84 hadits no.104)

Telah dibuktikan pula secara ilmiah oleh salah seorang Profesor
Jepang, bahwa air itu berubah wujud bentuknya dg hanya diucapkan
padanya kalimat kalimat tertentu, bila ucapan itu berupa cinta,
terimakasih dan ucapan ucapan indah lainnya maka air itu berubah
wujudnya menjadi semakin indah, bila diperdengarkan ucapan cacian
dan buruk maka air itu berubah menjadi buruk wujud bentuknya, dan
bila dituliskan padanya tulisan mulia dan indah seperti
terimakasih, syair cinta dan tulisan indah lainnya maka ia menjadi
semakin indah wujudnya, bila dituliskan padanya ucapan caci maki
dan ucapan buruk lainnya maka ia berubah buruk wujudnya,
kesimpulannya bahwa air itu berubah dengan perubahan emosi orang
yg didekatnya, apakah berupa tulisan dan perkataan.

Keajaiban alamiah yg baru diketahui masa kini, sedangkan Rasul saw
dan para sahabat telah memahaminya, mereka bertabarruk dg air yg
menyentuh tubuh Rasul saw, mereka bertabarruk dg air doa yg
didoakan oleh Rasul saw, maka hanya mereka mereka kaum muslimin yg
rendah pemahamannya dalam syariah inilah yg masih terus
menentangnya padahal telah dibuktikan secara ilmiah, menunjukkan
pemahaman mereka itulah yg jumud dan terbelakang.

Walillahittaufiq

TAWASSUL

Saudara saudaraku masih banyak yg memohon penjelasan mengenai
tawassul, waha saudaraku, Allah swt sudah memerintah kita
melakukan tawassul, tawassul adalah mengambil perantara makhluk
untuk doa kita pd Allah swt, Allah swt mengenalkan kita pada Iman
dan Islam dengan perantara makhluk Nya, yaitu Nabi Muhammad saw
sebagai perantara pertama kita kepada Allah swt, lalu perantara
kedua adalah para sahabat, lalu perantara ketiga adalah para tabi
in, demikian berpuluh puluh perantara sampai pada guru kita, yg
mengajarkan kita islam, shalat, puasa, zakat dll, barangkali
perantara kita adalah ayah ibu kita, namun diatas mereka ada
perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw, sampailah kepada
Allah swt.

Allah swt berfirman : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah/
patuhlah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat
mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt,
agar kamu mendapatkan keberuntungan (QS.Al-Maidah-35).

Ayat ini jelas menganjurkan kita untuk mengambil perantara antara
kita dengan Allah, dan Rasul saw adalah sebaik baik perantara, dan
beliau saw sendiri bersabda : Barangsiapa yg mendengar adzan lalu
menjawab dg doa : Wahai Allah Tuhan Pemilik Dakwah yg sempurna
ini, dan shalat yg dijalankan ini, berilah Muhammad (saw) hak
menjadi perantara dan limpahkan anugerah, dan bangkitkan untuknya
Kedudukan yg terpuji sebagaimana yg telah kau janjikan padanya .
Maka halal baginya syafaatku (Shahih Bukhari hadits no.589 dan
hadits no.4442)
Hadits ini jelas bahwa Rasul saw menunjukkan bahwa beliau saw tak
melarang tawassul pd beliau saw, bahkan orang yg mendoakan hak
tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan syafaat beliau saw.

Tawassul ini boleh kepada amal shalih, misalnya doa : Wahai
Allah, demi amal perbuatanku yg saat itu kabulkanlah doaku ,
sebagaimana telah teriwayatkan dalam Shahih Bukhari dalam hadits
yg panjang menceritakan tiga orang yg terperangkap di goad an
masing masing bertawassul pada amal shalihnya.

Dan boleh juga tawassul pada Nabi saw atau orang lainnya,
sebagaimana yg diperbuat oleh Umar bin Khattab ra, bahwa Umar bin
Khattab ra shalat istisqa lalu berdoa kepada Allah dg doa : wahai
Allah.., sungguh kami telah mengambil perantara (bertawassul) pada
Mu dengan Nabi kami Muhammad saw agar kau turunkan hujan lalu kau
turunkan hujan, maka kini kami mengambil perantara (bertawassul)
pada Mu Dengan Paman Nabi Mu (Abbas bin Abdulmuttalib ra) yg
melihat beliau sang Nabi saw maka turunkanlah hujan maka hujanpun
turun dg derasnya. (Shahih Bukhari hadits no.964 dan hadits
no.3507).

Riwayat diatas menunjukkan bahwa :
Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan
Allah swt.
Para sahabat besar bertawassul satu sama lain antara mereka dan
dikabulkan Allah swt.
Para sahabat besar bertawassul pada keluarga Nabi saw
(perhatikan ucapan Umar ra : Dengan Paman nabi (saw). Kenapa
beliau tak ucapkan namanya saja?, misalnya Demi Abbas bin
Abdulmuttalib ra?, namun justru beliau tak mengucapkan nama, tapi
mengucapkan sebutan Paman Nabi dalam doanya kepada Allah, dan
Allah mengabulkan doanya, menunjukkan bahwa Tawassul pada keluarga
Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar, dan dikabulkan Allah.
Para sahabat besar bertawassul pada kemuliaan sahabatnya yg
melihat Rasul saw, perhatikan ucapan Umar bin Khattab ra : dengan
pamannya yg melihatnya (dengan paman nabi saw yg melihat Nabi
saw) jelaslah bahwa melihat Rasul saw mempunyai kemuliaan
tersendiri disisi Umar bin Khattab ra hingga beliau menyebutnya
dalam doanya, maka melihat Rasul saw adalah kemuliaan yg
ditawassuli Umar ra dan dikabulkan Allah.

Dan boleh tawassul pada benda, sebagaimana Rasulullah saw
bertawassul pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk
kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika ada yg sakit :
Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian
dari kami, sembuhlah yg sakit pada kami, dg izin tuhan kami
(shahih Bukhari hadits no.5413, dan Shahih Muslim hadits no.2194),
ucapan beliau saw : demi air liur sebagian dari kami menunjukkan
bahwa beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin yg dengan
itu dapat menyembuhkan penyakit, dg izin Allah swt tentunya,
sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan, namun dg izin Allah
pula tentunya, juga beliau bertawassul pada tanah, menunjukkan
diperbolehkannya bertawassul pada benda mati atau apa saja karena
semuanya mengandung kemuliaan Allah swt, seluruh alam ini
menyimpan kekuatan Allah dan seluruh alam ini berasal dari cahaya
Allah swt.

Riwayat lain ketika datangnya seorang buta pada Rasul saw, seraya
mengadukan kebutaannya dan minta didoakan agar sembuh, maka Rasul
saw menyarankannya agar bersabar, namun orang ini tetap meminta
agar Rasul saw berdoa untuk kesembuhannya, maka Rasul saw
memerintahkannya untuk berwudhu, lalu shalat dua rakaat, lalu
Rasul saw mengajarkan doa ini padanya, ucapkanlah : Wahai Allah,
Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi
Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku
menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku
ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi
syafaat hajatku untukku (Shahih Ibn Khuzaimah hadits no.1219,
Mustadrak ala shahihain hadits no.1180 dan ia berkata hadits ini
shahih dg syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim).

Hadits diatas ini jelas jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini
agar berdoa dengan doa tersebut, Rasul saw yg mengajarkan padanya,
bukan orang buta itu yg membuat buat doa ini, tapi Rasul saw yg
mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu, sebagaimana juga Rasul
saw mengajarkan ummatnya bershalawat padanya, bersalam padanya.

Lalu muncullah pendapat saudara saudara kita, bahwa tawassul hanya
boleh pada Nabi saw, pendapat ini tentunya keliru, karena Umar bin
Khattab ra bertawassul pada Abbas bin Abdulmuttalib ra.
Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari diatas, bahkan Rasul saw
bertawassul pada tanah dan air liur.

Adapula pendapat mengatakan tawassul hanya boleh pada yg hidup,
pendapat ini ditentang dengan riwayat shahih berikut : telah
datang kepada utsman bin hanif ra seorang yg mengadukan bahwa
Utsman bin Affan ra tak memperhatikan kebutuhannya, maka
berkatalah Utsman bin Hanif ra : berwudulah, lalu shalat lah dua
rakaat di masjid, lalu berdoalah dg doa : : Wahai Allah, Aku
meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi
Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku
menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku
ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi
syafaat hajatku untukku (doa yg sama dg riwayat diatas) , nanti
selepas kau lakukan itu maka ikutlah dg ku kesuatu tempat.

Maka orang itupun melakukannya lalu utsman bin hanif ra
mengajaknya keluar masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra,
lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa apa Utsman bin
Affan lebih dulu bertanya padanya : apa hajatmu? , orang itu
menyebutkan hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya. Dan
orang itu keluar menemui Ustman bin Hanif ra dan berkata : kau
bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan
hajatku ya..?? , maka berkata Utsman bin hanif ra : aku tak
bicara apa2 pada Utsman bin Affan ra tentangmu, Cuma aku
menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada orang buta dan
sembuh . (Majmu zawaid Juz 2 hal 279).

Tentunya doa ini dibaca setela wafatnya Rasul saw, dan itu
diajarkan oleh Utsman bin hanif dan dikabulkan Allah.
Ucapan : Wahai Muhammad.. dalam doa tawassul itu banyak dipungkiri
oleh sebagian saudara saudara kita, mereka berkata kenapa
memanggil orang yg sudah mati?, kita menjawabnya : sungguh kita
setiap shalat mengucapkan salam pada Nabi saw yg telah wafat :
Assalamu alaika ayyuhannabiyyu (Salam sejahtera atasmu wahai nabi
), dan nabi saw menjawabnya, sebagaimana sabda beliau saw :
tiadalah seseorang bersalam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan
ruh ku hingga aku menjawab salamnya (HR Sunan Imam Baihaqiy
Alkubra hadits no.10.050)

Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah
diharamkan oleh Rasulullah saw, tak pula oleh ijma para Sahabat
Radhiyallahu anhum, tak pula oleh para tabi in dan bahkan oleh
para ulama serta imam-imam besar Muhadditsin, bahkan Allah
memerintahkannya, Rasul saw mengajarkannya, sahabat radhiyallahu
anhum mengamalkannya.
Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara, tak ada yang
mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya
atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.

Tak ada pula yg membedakan antara tawassul pada yg hidup dan mati,
karena tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau
benda (seperti air liur yg tergolong benda) dihadapan Allah,
bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan tentunya
kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dg kematian, justru
mereka yg membedakan bolehnya tawassul pada yg hidup saja dan
mengharamkan pada yg mati, maka mereka itu malah dirisaukan akan
terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap makhluk hidup bisa
memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yg hidup dan
yg mati tak bisa memberi manfaat apa apa kecuali karena Allah
memuliakannya,
bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan
Allah, berarti si hidup itu sebanding dg Allah??, si hidup bisa
berbuat sesuatu pada keputusan Allah??,

tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan
dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali
dengan izin Allah swt. Yang hidup tak akan mampu berbuat
terkecuali dengan izin Allah swt dan yang mati pun bukan mustahil
memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah swt.

Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah swt atas orang
yang mati adalah kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati
tidak membedakan kodrat Ilahi dan tidak bisa membatasi kemampuan
Allah SWT. Ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT
tetap abadi walau mereka telah wafat.

Sebagai contoh dari bertawassul, seorang pengemis datang pada
seorang saudagar kaya dan dermawan, kebetulan almarhumah istri
saudagar itu adalah tetangganya, lalu saat ia mengemis pada
saudagar itu ia berkata Berilah hajat saya tuan saya adalah
tetangga dekat amarhumah istri tuan maka tentunya si saudagar
akan memberi lebih pada si pengemis karena ia tetangga mendiang
istrinya, Nah bukankah hal ini mengambil manfaat dari orang yang
telah mati? Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan orang mati
tak bisa memberi manfaat?, Jelas-jelas saudagar itu akan sangat
menghormati atau mengabulkan hajat si pengemis, atau memberinya
uang lebih, karena ia menyebut nama orang yang ia cintai walau
sudah wafat.

Walaupun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan
akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahman Arrahiim, yang
maha pemurah dan maha penyantun?, istri saudagar yang telah wafat
itu tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang urusan
hajat sipengemis pada si saudagar, NAMUN TENTUNYA SI PENGEMIS
MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT, entah apa yang
membuat pemikiran saudara saudara kita menyempit hingga tak mampu
mengambil permisalan mudah seperti ini.

Saudara saudaraku, boleh berdoa dengan tanpa perantara, boleh
berdoa dg perantara, boleh berdoa dg perantara orang shalih, boleh
berdoa dg perantara amal kita yg shalih, boleh berdoa dg perantara
nabi saw, boleh pada shalihin, boleh pada benda, misalnya Wahai
Allah Demi kemuliaan Ka bah , atau Wahai Allah Demi kemuliaan
Arafat , dlsb, tak ada larangan mengenai ini dari Allah, tidak
pula dari Rasul saw, tidak pula dari sahabat, tidak pula dari Tabi
in, tidak pula dari Imam Imam dan muhadditsin, bahkan sebaliknya
Allah menganjurkannya, Rasul saw mengajarkannya, Sahabat
mengamalkannya, demikian hingga kini.

Walillahittaufiq

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a^lam

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=21513

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments