Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi’iyyah

0

 

Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/07/31 20:51Assalammu'alaikum wr.wb.

Semoga Allah memberikan kesabaran dan hikmah kepada Habib Munzir, Imam Syefei'i Ra.a juga punya guru hampir 1000 Ulama. walaupun saya tidak berhak berkecinpung dalam masalah ikhtilaf , karena masalah iktilaf hanya kewenangan para Ulama sebab ke Ilmuannya. tetapi saya hanya minta kejelasan saja dari Habib untuk menambah khazanah ke Ilmuan saya, udah fakta bahwa permasalah yang berada di tengah-tengah ummat sudah sangat berbeda-beda dan beragam. 

tolong di koreksi artikel di bawah ini, dari pendapat teman saya.

Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah

Ada sebuah fenomena yang jarang mendapatkan sorotan oleh kebanyakan orang, karena ada beberapa sebab yang melatarbelakanginya, di antaranya adalah faktor taqlid, jahil terhadap agama, banyaknya orang yang melakukannya sehingga sudah menjadi sebuah adat yang mendarah-daging, sulit dihilangkan, kecuali jika Allah menghendakinya. Sehingga terkadang menjadi sebab perselisihan, perseteruan dan permusuhan di kalangan kaum muslimin sendiri. Di antara fenomena tersebut, tersebarnya kebiasaan “melafazhkan niat”ketika hendak melaksanakan ibadah, utamanya shalat. 

Definisi Niat 

Kalau kita membuka kitab-kitab kamus berbahasa arab, maka kita akan jumpai ulama bahasa akan memberikan definisi tertentu bagi niat. 

Ibnu Manzhur -rahimahullah- berkata, “Meniatkan sesuatu artinya memaksudkannya dan meyakininya. Sedang niat adalah arah yang dituju”. [Lihat dalam Lisan Al-Arab (15/347)] 

Imam Ibnu Manzhur-rahimahullah- juga berkata, “Jadi niat itu merupakan amalan hati yang bisa berguna bagi orang yang berniat, sekalipun ia tidak mengerjakan amalan itu. Sedang penunaian amalan tidak berguna baginya tanpa adanya niat. Inilah makna ucapannya:Niat seseorang lebih baik daripada amalannya”. [Lihat Lisan Al-Arab (15/349)] 

Dari ucapan ulama bahasa ini, bisa kita simpulkan bahwa niat adalah maksud dan keinginan seseorang untuk melakukan suatu amalan dan pekerjaan. Jadi niat itu merupakan amalan hati. 

Hakekat Madzhab Syafi’iyyah dalam Masalah ini 

Banyak orang di negeri kita, ketika mereka diberitahu bahwa melafazhkan niat saat kalian ingin berwudhu’ atau shalat tak ada sunnah dan contohnya, karena tak pernah dilakukan oleh Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya. Serta-merta mereka marah dan beralasan: “Siapa yang mengatakan tidak ada contohnya? Inikan madzhab Syafi’iy !!” 

Alasan ini tidaklah berdasar, karena ada dua hal berikut ini : 

Pertama , Madzhab tidaklah bisa dikatakan contoh atau dijadikan dalil, sebab dalil menurut para ulama adalah Al-Qur’an, Sunnah dan ijma’. 

Kedua , madzhab Syafi’iy justru sebaliknya menyatakan bahwa niat itu tempatnya di hati, tak perlu dilafazhkan. Betul ada sebegian kecil di antara Syafi’iyyah yang berpendapat demikian, namun ini bukan pendapat madzhab, dan mayoritas, bahkan minoritas. Selain itu, pendapat yang ditegaskan oleh sebagian kecil dari pengikut madzhab Asy-Syafi’iy dalam masalah ini telah disanggah sendiri oleh Imam An-Nawawy, sebagaimana telah kami sebutkan tadi. Maka kelirulah orang yang menyatakan bahwa “bolehnya melafazhkan niat” merupakan madzhab Asy-Syafi’iy dan pengikutnya. 

Mengeraskan dan melafazhkan niat bukanlah termasuk sunnah Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, dan tidak wajib menurut empat ulama madzhab baik dalam wudhu’, shalat, shaum (puasa) maupun ibadah lainnya, bahkan merupakan perkara baru yang diada-adakan oleh sebagian orang-orang belakangan. 

Seorang Ulama dari kalangan madzhab Asy-Syafi’iyyah, Qodhi Abu Ar-Robi’ Sulaiman bin Umar Asy-Syafi’i -rahimahullah- berkata, “Mengeraskan niat dan bacaan di belakang imam bukan termasuk sunnah, bahkan makruh. Jika lantarannya terjadi gangguan terhadap orang-orang yang sedang shalat, maka itu haram! Barangsiapa yang menyatakan bahwa mengeraskan niat termasuk sunnah, maka ia keliru, tidak halal baginya dan selain dirinya untuk menyatakan sesuatu dalam agama Allah tanpa ilmu”.

Syaikh Ala’uddin Ibnul Aththar, dari kalangan madzhab Asy-Syafi’i -rahimahullah- berkata, “Mengeraskan suara ketika berniat disertai gangguan terhadap orang-orang yang sedang shalat merupakan perkara haram menurut ijma’. Jika tidak disertai gangguan, maka ia adalah bid’ah yang jelek. Jika ia maksudkan riya’ dengannya, maka ia haram dari dua sisi, termasuk dosa besar. Orang yang mengingkari seseorang yang berpendapat itu sunnah, orangnya benar. Sedangkan orang yang membenarkannya keliru. Menisbahkan hal itu kepada agama Allah karena ia yakin itu agama, merupakan kekufuran. Tanpa meyakini itu agama, (maka penisbahan itu) adalah maksiat. Wajib bagi orang mukmin yang mampu untuk melarangnya dengan keras, mencegah dan menghalanginya. Perkara ini tidaklah pernah dinukil dari Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , seorang sahabatnya, dan tidak pula dari kalangan ulama kaum muslimin yang bisa dijadikan teladan”. [Lihat Majmu’Ar-Rosa’il Al-Kubro (1/254-257)] 

Imam Jalaluddin Abdur Rahman bin Abu Bakr As-Suyuthy -rahimahullah- , seorang ulama bermadzhab Syafi’iyyah berkata, “Diantara jenis-jenis bid’ah juga adalah berbisik-bisik ketika berniat shalat. Itu bukanlah termasuk perbuatan Nabis -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya. Mereka tidaklah pernah mengucapkan niat shalat, selain takbir. Allah -Ta’ala- berfirman, 

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ 

“Sungguh pada diri Rasulullah ada contoh yang baik bagi kalian”. (QS. Al-Ahzab: 21) 

Asy-Syafi’iy -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Berbisik-bisik ketika berniat shalat, bersuci termasuk bentuk kejahilan terhadap syari’at, dan kerusakan dalam berpikir”. [Lihat Al-Amr bil Ittiba’ wa An-Nahyu an Al-Ibtida’ (hal. ……)] 

Syaikh Abu Ishaq Asy-Syairozy-rahimahullah-, seorang pembesar madzhab Syafi’iyyah berkata, “Kemudian ia berniat. Berniat termasuk fardhu-fardhu shalat karena berdasarkan sabda Nabi, [“Sesugguhnya amalan itu tergantung niatnya dan bagi setiap orang apa yang ia niatkan”.], dan karena ia juga merupakan ibadah murni (mahdhoh). Maka tidak sah tanpa disertai niat seperti puasa. Sedang tempatnya niat itu adalah di hati. Jika ia berniat dengan hatinya, tanpa lisannya, niscaya cukup. Di antara sahabat kami ada yang berkata, [“Dia berniat dengan hatinya, dan melafazhkan (niat) dengan lisan”.] Pendapat ini tak ada nilainya karena niat itu adalah menginginkan sesuatu dengan hati”. [Lihat Al-Muhadzdzab (3/168-bersama Al-Majmu’) karya Asy-Syairazy -rahimahullah-] 

Imam An-Nawawy -rahimahullah- berkata ketika menukil pendapat orang-orang bermadzhab Syafi’i yang membantah ucapan Abu Abdillah Az-Zubairy di atas, “Para sahabat kami -yakni orang-orang madzhab Syafi’iyyah- berkata, [“Orang yang berpendapat demikian telah keliru. Bukanlah maksud Asy-Syafi’i dengan “mengucapkan” dalam shalat adalah ini (bukan melafazhkan niat). Bahkan maksudnya adalah (mengucapkan ) takbir”. ]”. [Lihat Al-Majmu (3/168)] 

Awal Shalat adalah Takbir, Bukan Melafazhkan niat. 

Takbir merupakan awal gerakan dan perbuatan yang dilakukan dalam shalat, tapi tentunya didahului adanya niat, maksud dan keinginan untuk shalat, tanpa melafazhkan niat karena niat merupakan pekerjaan hati. Kalau niat dilafazhkan, maka tidak lagi disebut “niat”, tapi disebut “an-nuthq” atau “at-talaffuzh”, artinya “mengucapkan”. Semoga dipahami, ini penting !! 

Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan takbir merupakan awal gerakan shalat, tanpa didahului melafazhkan dan mengeraskan niat. Diantara dalil-dalil tersebut: 

Dari Ummul Mu’minin A’isyah Rodhiyallahu anha berkata: 

كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَلاَةَ بِالتَكْبِيْرِ

“Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- membuka shalatnya dengan takbir” .[HR. Muslim dalam Ash-Shahih (498)] 

Hadits ini menunjukkan bahwa beliau membuka shalatnya dengan melafazhkan takbir, bukan melafazhkan niat atau sejenisnya yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang tidak paham agama, seperti melafazhkan ta’awwudz, basmalah atau dzikir yang berbunyi, “ilaika anta maqshudi waridhaka anta mathlubi” (artinya, “Tujuanku hanyalah kepada-Mu, dan ridha-Mu yang aku cari”). 

Dari sini kita mengetahui dan memastikan bahwa melafazhkan dan menjaharkan niat tak ada tuntunannya dari Nabi. Maka alangkah benarnya apa yang ditegaskan oleh Syaikh Ahmad bin Abdul Halim Al-Harroniy-rahimahullah- ketika beliau berkata, “Andaikan seorang di antara mereka hidup seumur Nuh -‘alaihis salam– untuk memeriksa: apakah Rasulullah atau salah seorang sahabatnya pernah melakukan hal itu, niscaya ia tak akan mendapatkannya, kecuali ia terang-terangan dusta. Andaikan dalam hal ini ada kebaikannya, niscaya mereka akan mendahului dan menunujuki kita”. [Lihat Lihat Mawarid Al-Aman (hal. 221)] 

Ringkasnya, melafazhkan dan mengeraskan niat merupakan perkara baru dan bid’ah yang tak ada dasarnya dalam Islam. Jika seseorang mengamalkannya, dia telah menyelisihi petunjuk Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang tidak pernah mengajarkan perkara itu kepada sahabatnya, dan akhir dari pada amalan orang ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi 

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ 

“Barangsiapa yang mengadakan suatu perkara (baru) dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk darinya,maka perkara itu tertolak”. [HR.Al-Bukhary dalam Ash-Shahih (2697)] 

Al-Imam Abu Zakariya An-Nawawiy -rahimahullah- berkata dalam Al-Minhaj (12/16), “Hadits ini merupakan sebuah kaedah agung di antara kaedah-kaedah Islam. Hadits termasuk jawami’ al-kalim (ucapan ringkas, tapi padat maknanya) dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, karena ia gamblang dalam menolak segala perbuatan bid’ah, dan sesuatu yang diada-adakan”. 

Ibnu Daqiq Al-Ied-rahimahullah- dalam Syarah Al-Arba`in An-Nawawiyah (hal.43), “Hadits ini merupakan kaidah yang sangat agung di antara kaidah-kaidah agama. Dia termasuk “Jawami’ Al-Kalim” (ucapan ringkas, tapi padat maknanya) yang diberikan kepada Al-Mushthofa -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, karena hadits ini jelas sekali dalam menolak segala bentuk bid`ah dan perkara-perkara baru”.

Di antara perkara baru dan bid’ah yang tertolak amalannya adalah melafazhkan niat dan sejenisnya. [Lihat Al-Ibda’ fi Madhoor Al-Ibtida’ (hal. 256-257) oleh Syaikh Ali Mahfuzh, As-Sunan Wa Al-Mubtada’at (hal. 45) oleh Syaikh Muhammad bin Ahmad Asy-Syuqoiry, Al-Bida’ wa Al-Muhdatsat wa Ma La Ashla Lahu (hal. 497-498 & 635), Fatawa Islamiyyah (1/315) oleh Syaikh Ibnu Baz, Tashhih Ad-Du’a (hal. 317-318) oleh Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, dan As-Sunan Al-Mubtada’at fi Al-Ibadat (hal. 32-36) oleh Amer Abdul Mun’im Salim -rahimahumullah-] 

Abu Ubaidah Mashyhur bin Hasan Salman-hafizhohullah- berkata dalam Al-Qoul Mubin (hal. 95), “Kita bisa menyimpulkan dari pembahasan terdahulu bahwa nash-nash ucapan para ulama dari berbagai tempat dan zaman menetapkan bahwa menjaharkan niat merupakan bid’ah, dan barangsiapa yang menyatakan sunnah, maka ia sungguh telah berbuat keliru atas nama Imam Asy-Syafi’iy”. [Lihat Al-Ifshoh (1/56),Al-Inshof (1/142), Fath Al-Qodir (1/186),Majmu’ Al-Fatawa(22/223), dan Maqoshid Al-Muakallafin fi Ma Yuta’abbad bihi Robbul Alamin (hal. 132 dan seterusnya)] 

Terakhir, melafazhkan niat bukanlah madzhab Imam Asy-Syafi’i dan kebanyakan para pengikutnya. Bahkan Imam Az-Zairazy dan An-Nawawy sendiri yang terhitung orang terkemuka dalam madzhab Syafi’iyyah mengingkari pendapat bolehnya melafazhkan niat sekalipun pendapat itu datangnya dari orang bermadzhab Syafi’i. Demikianlah sewajarnya yang diikuti oleh kaum muslimin. Jika ia menemukan suatu pendapat yang tak berdasarkan Sunnah, dan telah sampai padanya kebenaran, ia berhak menyatakan pendapatnya keliru sekalipun berlawanan dengan madzhab dan hawa nafsunya. [Lihat Tashhih Ad-Du’a (hal. 318) oleh Syaikh Bakr Abu Zaid.] 

Dinukil dari : http://almakassari.com/?p=48

 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/01 19:48Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salam kebahagiaan semoga selalu menyertai jamaah MR, amin

Saudaraku….
Sy berharap pertanyaan yg ditujukan ke Habibiy dipersingkat dan kata2 keras dari nukilan tsb dibuang aje! Karena ude jelas semua nukilan itu tdk berbobot (asal comot… he3x).

Baiknya antum py buku Sirajuddin Abas atau Taudih al-adillah atau hujjatul bayyinah atau yg terbaru Mana Dalilnya karya Habib Novel. disitu jelas diuraikan msl furuiyyah tsb. Tp bagi yg munkir ….. tidak ada gunanya dalil2. (sama sep Yahudi yg turun atasnya taurat & injil).

Maafin ane bila salah2 kata. Mohon ridho dari jamaah MR, khususnya kpd guru kami tercinta Habibinal kiraam, mattaannallah fii thuuli hayatih, wanafaana bihi wa bi 'ulumih fid daaroin. amien

Assalamu'alikum warahmatullah wabarakatuh.

 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/01 21:11Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Rahmat dan kelembutan Nya swt semoga selalu menyejukkan hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
dengan membaca artikel ini saya benar benar yakin bahwa orang orang wahabi itu tidak mengerti fiqih sama sekali, 

Bukankah niat adalah rukun shalat yg pertama..?, dan rupanya mereka ini masih belum mengerti rukun shalat yg pertama, sibuk membahas ucapan para imam kesana kemari, padahal itu sudah dibahas di kitab tuntunan shalat untuk anak SD, 

masya Allah… Masya Allah.. Masya Allah.. dari pembodohan dan naudzubillah dari kesombongan..,

Anak kecil pun tahu bahwa lafadz niat bukan wajib hukumnya, dan tidak ada madzhab manapun yg mengatakan lafadz niat itu wajib, Cuma karena bodohnya penulis artikel atau karena liciknya dan ingin membodohi ummat maka ia menyebut hal ini, membuat bingung,

Seakan akan ada orang bicara pada anda : meniup balon selepas shalat adalah bukan hal yg wajib, demikian Jumhur 4 Imam Madzhab, dan yg mengatakan bahwa meniup balon selepas shalat adalah merupakan hal yg wajib maka itu merupakan fatwa sesat yg bertentangan dengan fatwa 4 Imam madzhab, dia telah melanggar aturan Syariah, sebagaimana firman Nya swt dalam ayat anu, surat anu, dan juga telah berfatwa Imam Anu bahwa hal hal yg …bla..bla,…bla..

Apa maksudnya pembahasan mereka ini..?, 

tak pernah ada yg mengatakan lafadz niat shalat itu wajib.., cuma mereka saja ngada ada sendiri..lalu mencaci maki muslimin tanpa sebab yg jelas.. 

Masalah lafadh niat itu adalah demi Ta’kid saja, (penguat dari apa yg diniatkan), itu saja, mudah bukan?, berkata shohibul Mughniy : Lafdh bimaa nawaahu kaana ta’kiidan (Lafadz dari apa apa yg diniatkan itu adalah demi penguat niat saja) (Al Mughniy Juz 1 hal 278), demikian pula dijelaskan pd Syarh Imam Al Baijuri Juz 1 hal 217 bahwa lafadh niat bukan wajib, ia hanyalah untuk membantu saja.

Tak adapula yg mengeraskan suara dalam lafadh niat shalatnya, mengeraskan suara hingga mengganggu khusyu orang lain itu adalah berteriak dalam melafadhkanya, 

tentunya tak pernah ada ustaz manapun yg mengajarkan lafadh niat itu harus mengganggu orang lain maka wajib dg suara keras,

Tidak adapula yg mengatakannya wajib, 

tak ada pula yg melarang lafadh niat dengan suara pelahan demi menguatkan niat, kecuali wahabi dan orang orang yg dangkal pemahamannya dalam ilmu fiqih, 

tak perlu berdalil Imam Nawawi dalam Minhajuttalibin, silahkan tampilkan ucapan imam nawawi yg melarang lafadh niat dalam shalat?

Sabda Rasulullah saw : “Allah tak mencabut ilmu dengan serta merta mencabutnya dari hamba hamba Nya, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama, hingga tak lagi tersisa ulama pada suatu kaum, maka mereka mengambil guru dari orang orang jahil, lalu mereka (guru guru jahil itu) ditanya (pelbagai masalah), maka mereka berfatwa tanpa ilmu, maka mereka itu sesat, dan menyesatkan” (shahih Bukhari)

Saran saya untuk anda, cukuplah menukil sana sini dari artikel wahabi, carilah guru yg mempunyai sanad dalam segala ibadahnya, guru yg menuntun anda kejalan Allah, mengenalkan kepada Allah, membimbing anda meninggalkan dosa dan mengajak anda beramal pahala, 

Carilah guru yg selalu berdoa untuk hidayah para pendosa, carilah guru yg khusyu dan mengamalkan sunnah, cukuplah perdebatan kesana kemari yg tidak lain kecuali menambah musuh dan kepekatan hati.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a’lam

Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disinihttp://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah


Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494
 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/02 04:43Assalamu'alaikum wrwb.
Penjelasan yg mencerahkan.. terima kasih pak habib. Hal yang mirip juga sering diributkan. Jangan kaget kalau menjumpai penentangan (mereka) untuk hal yg mirip-mirip seperti ini: salaman setelah sholat, berdoa/dzikir bersama setelah sholat, sholawat sebelum sholat, berdoa dzikir bersama di antara sholat tarawih, dll (semua itu pernah saya jumpai, baik secara langsung, maupun dari buku atau web). Mereka memang suka memperdebatkan hal-hal spt itu. Padahal itu semua tidak wajib, dan dilakukan pada saat-saat di luar kewajiban ibadah.

Saya suka dengan analogi habib ini…Tampak bahwa semua itu tidak membicarakan ilmu yang manfaat.
munzir tulis:
……..
Seakan akan ada orang bicara pada anda : meniup balon selepas shalat adalah bukan hal yg wajib, demikian Jumhur 4 Imam Madzhab, dan yg mengatakan bahwa meniup balon selepas shalat adalah merupakan hal yg wajib maka itu merupakan fatwa sesat yg bertentangan dengan fatwa 4 Imam madzhab, dia telah melanggar aturan Syariah, sebagaimana firman Nya swt dalam ayat anu, surat anu, dan juga telah berfatwa Imam Anu bahwa hal hal yg …bla..bla,…bla..
…………

Semoga dakwah ini dijayakan Allah swt sampai akhir zaman.. amien.

 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/02 21:15Alhamdulillah… Alhamdulillah… Alhamdulillahirabilalamin
Allahuma shali ala sayidina muhammad wa ala ali sayidina muhammad
Semoga habiby dan keluarga selalu dalam lindungan Allah swt

“Wahai Tuhan kami, (sesungguhnya) kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan kalau engkau tidak mengampunkan kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi”.

Segala puji bagi Allah yang dengan kelembutannya kita diberikan hati (Qalbu), yang dengan hati ini kita dapat merasakan kebaikan dan meyakini kebenaran.

Wahai sahabatku yang kumuliakan, sesungguhnya teramat baik seseorang menuntut ilmu, karena ilmu yang bermanfaat dapat menjadi nilai ibadah yang tidak terputus meskipun maut telah menjemput.

Ada suatu cerita yang mengisahkan perbedaan antara penerimaan akal (logika) dan hati (qalbu):

Fulan: Ibu sesungguhnya ada seorang pemuda yang hendak meminangku, ia bertanya padaku siapakah kedua orang tuaku…
Fulan: Karenanya, aku hendak bertanya siapakah ibu kandungku?
Ibu: Benar, akulah ibu kandung mu.

Untuk saat itu si fulan dapat menerima bahwa ibu itu adalah benar ibu kandungnya.
Namun syaitan laknatullah berusaha menggodanya dengan bisikan-bisikan yang menimbulkan keraguaan di dalam hati si fulan (apa benar ibu itu adalah ibu kandungnya). Kemudian si fulan berusaha mencari bukti yang dapat diterima akal sehatnya (logika), karenanya si fulan bertanya pada penduduk kampung dan juga kepada seorang bidan yang membantu proses kelahirannya. Setelahnya si fulan merasa puas akan jawaban bahwa si fulan adalah benar anak kandung dari si ibu. Kemudia si fulan kembali bertanya kepada si ibu

Fulan: Jadi benar ibu adalah ibu kandungku, maka siapakah ayah kandungku?
Ibu: Si (A) adalah ayah kandung mu.

Untuk saat itu si fulan dapat menerima bahwa Si (A) adalah benar Ayah kandungnya.
Namun syaitan laknatullah kembali berusaha menggodanya dengan bisikan-bisikan yang menimbulkan keraguaan di dalam hati si fulan (apa benar Si (A) itu adalah Ayah kandungnya). Keraguan yang dibisikan syaitan laknatullah membuat hatinya benar-benar risau kepada siapa si fulan harus bertanya dan mencari jawaban yang dapat diterima akal sehatnya (logika)… Jika si Fulan tidak percaya atas jawaban dari si ibu maka kepada siapa dia harus bertanya…??

Demikianlah cerita ini menggambarkan betapa akal sehat (logika) tidak mampu menjawab pertanyaan itu, karenanya hanya dengan hati yang bersih dan ke-ikhlas-an lah semua itu dapat di terima dan tanpa di perdebatkan.

Wahai sahabatku yang hendak menuntut ilmu, carilah seorang guru yang menurutmu tidak ada keraguan untukmu, sehingga setiap apa-apa yang diajarkannya dapat diterima dengan hati yang lapang dan ilmu yang didapatkan dapat bermanfaat dan menjadi amalan yang baik.

Sesungguhnya seorang guru adalah seperti ibumu yang mengajarkan ilmu sesuai dengan batasan-batasan pengetahuan yang dapat anda terima. Seorang guru tidak akan mengajarkan ilmu yang anda sendiri belum siap untuk menerimanya. Karenanya belajarlah dengan seorang guru, jangan hanya dengan buku.

Demikian semoga dapat bermanfaat untuk kita semua.

Semoga Allah me-ridho-i dan mempermudah perjuangan dakwah habib. 

Nb: Mungkin jika kami bertemu dengan orang yang berpemahaman wahabi di masjid kami, maka kami akan melafadzkan niat dengan suara yang keras. Karena bukan mustahil mereka tidak mengerti (tidak hafal niatnya) he…he…he…
(atau jangan2 orang ini menunaikan ibadah cukup dengan niat aja, tanpa melaksanakannya) he..he..he..

Wassalamu’alaikum

 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/05 06:49Allahumahdiy Qaumiy fainnahum Laa Ya’lamuun.., amiin

Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disinihttp://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah


Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494
 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/05 08:28Assalamualaikum.. Sdr.Siliwangi yang baik, kalau ana boleh komentar tentang ente, sepertinya ente di sini bukan ingin mencari ilmu dan kebenaran. Ente cuma ingin menonjolkan faham2 wahabi yang ente bilang itu faham kawan2 ente, setelah itu ente menginginkan perdebatan dan pembodohan umat dgn artikel2 wahabi yg ente bawa. Nas'alukal afiyah yaa Allah.. 
Sdr.ku Siliwangi, sudah cukupkan ente bawa artikel2 semacam itu. Kami para penganut sunnah wal jamaah, telah yakin apa yang kami anut selama ini, dan semoga Allah menyelamatkan kami dari aliran2 sesat serta menolong kami agar tetap beristiqomah di atas jalan ahlu sunnah wal jamaah. Dan ana harap penilaian ana thd ente tidak benar. Semoga ente benar2 mencari kebenaran dan bukan hanya ingin berdebat. Sekali lagi ana mohon maaf kalau ada kata2 ana yang salh dan tidak berkenan di hati ente. Juga kepada Habibana smg selalu diberikan ksehatan dan kesabaran dalam membimbing umat. Maaf ya bib, klw kata2 ana krg sopan. Hadanallah wa iyyakum ajmain. Wassalamualaikum wr.wb
 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/12 02:05Assalamu'alaikum wrwb
Saya kira artikel-artikel semacam itu masih perlu untuk dibahas. Anggap saja itu bagian dari masalah dari saudara kita yg terjebak berada di lingkungan salafy/wahaby. Saya pribadi pernah merasakan hal itu, dan memang begitulah keadaannya. Mau tanya ke mana, kalau tidak boleh ke sini?

Keberadaan dakwah MR ini adalah salah satu jawaban bagi kami. alhamdulillah. Saya setuju bahwa artikel semacam itu bukan tujuan utama dari setiap bahasan. Banyak pertanyaan-pertanyaan lain yg tak kalah pentingnya untuk di bahas. 

Saya kira, artikel macam itu masih perlu dibahas juga. Ini untuk menunjukkan kebenaran yang sebenarnya dalam rangka mencari ilmu. Banyak manfaat yg bisa diambil jika kita bahas hal ini sebagai bagian dari belajar/ilmu. Bukan untuk saling caci. Sebg contoh.. dari MR ini kami baru tahu bahwa mereka suka menggunting potong fatwa para ulama. Dari web ini pula kita tahu ucapan para ulama yg sebenarnya. 

Demikian pendapat kami. Mohon maaf jika tak berkenan.
Semoga habib munzir selalu diberi kesehatan dan kelapangan. Semoga dakwah ini selalu dijayakan Allah sampai akhir zaman.. amien.

 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/13 19:46Ipoenk tulis:

Assalamualaikum.. Sdr.Siliwangi yang baik, kalau ana boleh komentar tentang ente, sepertinya ente di sini bukan ingin mencari ilmu dan kebenaran. Ente cuma ingin menonjolkan faham2 wahabi yang ente bilang itu faham kawan2 ente, setelah itu ente menginginkan perdebatan dan pembodohan umat dgn artikel2 wahabi yg ente bawa. Nas'alukal afiyah yaa Allah.. 
Sdr.ku Siliwangi, sudah cukupkan ente bawa artikel2 semacam itu. Kami para penganut sunnah wal jamaah, telah yakin apa yang kami anut selama ini, dan semoga Allah menyelamatkan kami dari aliran2 sesat serta menolong kami agar tetap beristiqomah di atas jalan ahlu sunnah wal jamaah. Dan ana harap penilaian ana thd ente tidak benar. Semoga ente benar2 mencari kebenaran dan bukan hanya ingin berdebat. Sekali lagi ana mohon maaf kalau ada kata2 ana yang salh dan tidak berkenan di hati ente. Juga kepada Habibana smg selalu diberikan ksehatan dan kesabaran dalam membimbing umat. Maaf ya bib, klw kata2 ana krg sopan. Hadanallah wa iyyakum ajmain. Wassalamualaikum wr.wb

Wa'alaikumsalam wr.wb.

Alhamdulillah ada yang mewakili jawaban ana buat antum yaitu dari Akhi kunthai kurang lebihnya begitu. Justru saya mampir kesini itu mencari ilmu dan kebenaran bukan selama ini saya mencari pembenaran yang diklaim banyak orang, kalau tempat ini bukan untuk bertanya lalu kepada siapa lagi ana bertanya? apakah kepada Iblis laknatullahi a'alih? dan antumpun ridho. 

Kalau antum menisbatkan diri kepada ahlu sunnah wal jamaah, maka orang-orang salafi juga mengaku dirinya sebagai ahlu sunnah wal jamaah, Firqotun Najiyah, Al ghuroba, dan At thoifah al Manshuroh. Bahkan bahwa mereka menganggap antum itu adalah faham Ashy'ariyyun ahlul bid'ah dan Imam Abu al-Hasan al-Ash‘ari berlepas diri karena telah bertobat dan kembali kepada Alqur'an dan As sunnah selama 20 tahun dari berfahaman muktazilah dan kilabiyah lalu mengarang kitab al- Ibanah `an Usul al-Diyanah, sedangkan saya tidak tahu yang mana ahlu sunnah wal jamaah itu karena masing-masing mengakuinya dan mengklaimnya…apakah saya salah untuk bertanya sedangkan di depan saya jurang kebinasaan.

saya mohon di maafkan kalau selama ini menganggu keharmonisan di MR ini, saya teringat dengan ahklak Rasulullah ketika datang seorang pemuda yang mengaku bahwa dirinya suka berzinah, dan Rasulullah dengan ahklak yang mulia tidak pernah untuk menghardiknya bahwa kamu itu ahli maksiat , ahli neraka dsbnya tetapi tidak kan.

 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/13 23:47kiranya adakah yg perlu diperjelas setelah pembahasan diatas?

Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disinihttp://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah


Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494
 | | Silahkan login terlebih dahulu untuk bertanya
Re:Melafadhkan Niat Menurut Madzhab Syafi'iyyah – 2007/08/15 04:27Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Cahaya kemuliaan Bulan Rasulullah saw ini semoga selalu menerangi hari hari anda dalam kebahagiaan,

Saudaraku yg kumuliakan,
saudara siliwangi, saran saya anda tak perlu bingung mencari kebenaran, anda lihat saja mereka yg mempunyai sanad guru, maka itulah yg paling shahih riwayatnya, sebab menukil dari buku dan kehebatan lidah itu bisa saja mempengaruhi saat kita tidak tahu, bisa saja hadits dhoif itu justru lebih kuat dari hadits shahih karena hadits dhoif itu mungkin didukung 10 hadits shahih namun tidak teriwayatkan dalam buku tersebut,

maka sanad guru adalah yg terkuat menjadi pegangan,

sebab hadits yg ada masa kini adalah kurang dari 1% hadits yg ada dimasa mereka para sahabat, para Imam dan Muhadditsin, maka rujukan terkuat adalah sanad guru.

mengenai akhlak dalam bertanya adalah penting, nabi saw berlemah lembut walau pada musyrik sekalipun, namun Nabi saw berkali kali menegur dg keras ketika ada yg tak berlaku sopan, 

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a’lam

Forum silahturahmi jama'ah Majelis Rasulullah, klik disinihttp://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah


Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494

sumber

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments