Kutipan kutipan – 2009/08/25

0

furanosa2000 Kutipan kutipan – 2009/08/25 05:49 Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuhu..

Habib yang saya cintai, semoga selalu diberikan keberkahan,
kesehatan dan kekuatan untuk menjalankan ibadah di bulan suci
ini..

Ya habib, ada beberapa yang ingin saya tanyakan
1. Yang ingin saya tanyakan mengenai dalil tahlilan… ada teman
saya yang mengutip dari kitab Majmu syarah Al Muhadzab, yang
bunyinya: juz 10 halaman 426 imam nawawi itu ulama masyhur
mazhab syafii katanya: “Adapun pembacaan al-Quran dan
menghadiahkan pahalanya kepada orang mati, membayar solatnya dan
sebagainya maka menurut imam syafie dan jumhur ulama syafie
adalah tidak sampai kepada si mati. Penjelasan seperti ini telah
diulang-ulang (oleh imam muslim) dalam kitab syarah muslim.”

Yang ingin saya tanyakan, apakah benar kutipan tersebut dari
kitab yang dimaksud? Saya coba tanya ke teman saya namun
tampaknya dia tidak punya kitab yang di maksud. Teman saya
“kekeh” ingin tahu apa benar kutipan itu diambil dari kitab yang
dimaksud. Mohon habib dapat menjelaskan apakah kutipan tersebut
benar atau tidak. Kalau benar apakah tafsiran nya memang tidak
sampai hadiah pahala kita kepada yang kita hadiahi?

2. Ada satu website alamatnya www.rasuldahri.com dalam web
tersebut dijelaskan bahwa imam-imam madzhab Syafii dan imam
madzhab lain bersepakat bahwa Allah bersemayam di Arasy. Padahal
yang saya tahu bahwa Allahu mawujud bi la makanan (mohon maaf
dan koreksinya bila salah).
Diantara pendapat yang dikutip:

“Kami dan para Tabi^in semuanya menetapkan dengan kesepakatan
qaul kami bahawa: Sesungguhnya Allah di atas ^ArasyNya dan kami
beriman dengan apa yang telah dinyatakan oleh Sunnah berkenaan
sifat-sifat Allah Ta ala”(Fathul Bari. Jld. Hlm. 406. Ibn Hajar
al-Asqalani. Dar Ihya at-Turath al-Arabi. Beirut)

DAN

Sesungguhnya setelah seseorang bertanya: Apa yang kamu katakan
berkenaan istiwa? Katakan kepadanya: Kami sesungguhnya berkata
bahawa Allah Azza wa-Jalla bersemayam di atas ArasyNya yang
sesuai denganNya sebagaimana firman Allah: }Ar-Rahman (Allah)
bersemayam di atas ArasyNya{ (QS. Taha. 5). Firmannya lagi: }
KepadaNyalah naik perkataan-perkataan yang baik{ (QS. Fatir.
10). Firman Allah: }Tetapi (yang sebenarnya) Allah telah
mengangkat Isa kepadaNya{ (QS. An-Nisa. 158). Firman Allah: }Dia
mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadaNya{ (QS. As-Sajadah. 5). Firman Allah: }Apakah kamu
merasa aman terhadap Allah yang di langit bahawa dia akan
menjungkir- balikkan bumi bersama kamu{ (QS. Al-Mulk. 16). Maka
langit di atasnya adalah Arasy, maka apabila Arasy di atas
langit-langit maka Allah berfirman: }Apakah kamu merasa aman
terhadap Allah yang di langit{ kerana Allah beristiwa di atas
Arasy di atas langit .Dan kita lihat sekalian orang-orang Islam
mengangkat tangan mereka menghadap langit apabila berdoa kerana
Allah Azza wa-Jalla beristiwa di atas Arasy yang berada di atas
langit-langit, jika sekiranya Allah Azza wa-Jalla di atas
ArasyNya pasti mereka tidak mengangkat tangan mereka menghadap
langit (menghadap Arasy) ( Lihat: الابانة عن اصول الديانة oleh
Imam Abu Hasan Al-Asy ari. Hlm. 97-98. Lihat: الأسماء والصفات
oleh Al-Baihaqi. Lihat: التوحيد وصفات الرب oleh Al-Imam Ibn
Khuzaimah. Lihat: العلو لعلي الغفار oleh Az-Zahabi.)

Apakah benar beberapa kutipan tadi? Kutiapan-kutipan lengkapnya
ada di website yang dimaksud pada halaman Yang benar Madzhab
Syafiie .

Ya habib, dengan banyak nya tulisan-tulisan semacam ini, mohon
kiranya habib, mungkin bersama dengan ulama-ulama ahlussunnah
wal jamaah yang lain dapat kiranya menyusun buku yang menjawab
tulisan-tulisan ini dengan menjelaskan satu demi satu kutipan
yang mereka ambil. Saya sebagai orang awam sering menjadi
bingung, bagaimana mungkin dari ulama yang sama, bahkan kitab
yang sama, ada 2 hal yang bertentangan…

Oh ya, mohon ijazah dari habib untuk dapat menggunakan ilmu-ilmu
yang ada dalam web ini..

Atas jawaban dari habib, saya haturkan terima kasih yang tak
terhingga…

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu..

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

munzir Re:Kutipan kutipan – 2009/08/25 08:30 Alaikumsalam warahmatullah
wabarakatuh,

Kemuliaan Ramadhan, Kesucian Nuzulul Qur^an, Cahaya Keagungan
Lailatul Qadr, Keluhuran Badr Alkubra, dan Ijabah pada hari hari
shiyam dan qiyam semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
1. MENGIRIM PAHALA DAN BACA^AN KEPADA MAYIT

1. Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi Ala shahih Muslim Juz 1
hal 90 menjelaskan :

من أراد بر والديه فليتصدق عنهما فان الصدقة تصل الى الميت وينتفع
بها بلا خلاف بين المسلمين وهذا هو الصواب وأما ما حكاه أقضى القضاة
أبو الحسن الماوردى البصرى الفقيه
الشافعى فى كتابه الحاوى عن بعض أصحاب الكلام من أن الميت لا يلحقه
بعد موته ثواب فهو مذهب باطل قطعيا وخطأ بين مخالف لنصوص الكتاب
والسنة واجماع الامة فلا التفات اليه ولا تعريج عليه وأما الصلاة
والصوم فمذهب الشافعى وجماهير العلماء أنه لا يصل ثوابها الى الميت
الا اذا كان الصوم واجبا على الميت فقضاه عنه وليه أو من أذن له
الولي فان فيه قولين للشافعى أشهرهما عنه أنه لا يصلح وأصحهما ثم
محققى متأخرى أصحابه أنه يصح وستأتى المسألة فى كتاب الصيام ان شاء
الله تعالى
وأما قراءة القرآن فالمشهور من مذهب الشافعى أنه لا يصل ثوابها الى
الميت وقال بعض أصحابه يصل ثوابها الى الميت وذهب جماعات من العلماء
الى أنه يصل الى الميت ثواب جميع العبادات من الصلاة والصوم والقراءة
وغير ذلك وفى صحيح البخارى فى باب من مات وعليه نذر أن ابن عمر أمر
من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلى عنها وحكى صاحب الحاوى عن عطاء بن
أبى رباح واسحاق بن راهويه أنهما قالا بجواز الصلاة عن الميت وقال
الشيخ أبو سعد عبد الله بن محمد بن هبة الله بن أبى عصرون من أصحابنا
المتأخرين فى كتابه الانتصار الى اختيار هذا وقال الامام أبو محمد
البغوى من أصحابنا فى كتابه التهذيب لا يبعد أن يطعم عن كل صلاة مد
من طعام وكل هذه إذنه كمال ودليلهم القياس على الدعاء والصدقة والحج
فانها تصل

Berkata Imam Nawawi : Barangsiapa yg ingin berbakti pada ayah
ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal
sedekah untuk mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada
mayyit dan akan membawa manfaat atasnya tanpa ada ikhtilaf
diantara muslimin, inilah pendapat terbaik, mengenai apa apa yg
diceritakan pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy Albashriy
Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan beberapa Ahli Bicara (semacam
wahabiy yg hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit setelah
wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara
jelas dan kesalahan yg diperbuat oleh mereka yg mengingkari nash
nash dari Alqur an dan Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu
ditolelir dan tak perlu diperdulikan.
Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab
Syafii dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali
shalat dan puasa yg wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha oleh
wali nya atau orang lain yg diizinkan oleh walinya, maka dalam hal
ini ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yg lebih masyhur hal
ini tak sampai, namun pendapat kedua yg lebih shahih mengatakan
hal itu sampai, dan akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah
Ta ala.

Mengenai pahala Alqur an menurut pendapat yg masyhur dalam madzhab
Syafii bahwa tak sampai pada mayyit, namun adapula pendapat dari
sahabat sahabat Syafii yg mengatakannya sampai, dan sebagian besar
ulama mengambil pendapat bahwa sampainya pahala semua macam
ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan Alqur an, ibadah dan yg
lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab :
Barangsiapa yg wafat dan atasnya nadzar bahwa Ibn Umar
memerintahkan seorang wanita yg wafat ibunya yg masih punya hutang
shalat agar wanita itu membayar(meng qadha) shalatnya, dan
dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin Abi Ribah
dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya
shalat dikirim untuk mayyit,
telah berkata Syeikh Abu Sa ad Abdullah bin Muhammad bin
Hibatullah bin Abi Ishruun dari kalangan kita (berkata Imam nawawi
dengan ucapan : kalangan kita maksudnya dari madzhab syafii) yg
muta akhir (dimasa Imam Nawawi) dalam kitabnya Al Intishar ilaa
Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini. (sebagaimana pembahasan
diatas), berkata Imam Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita
dalam kitabnya At Tahdzib : Tidak jauh bagi mereka untuk memberi
satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yg tertinggal)
dan ini semua izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas
Doa dan sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist2 shahih)
bahwa itu semua sampai dengan pendapat yg sepakat para ulama.
(Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90)

Maka jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini
ada dua pendapat, dan yg lebih masyhur adalah yg mengatakan tak
sampai, namun yg lebih shahih mengatakannya sampai,
tentunya kita mesti memilih yg lebih shahih, bukan yg lebih
masyhur, Imam nawawi menjelaskan bahwa yg shahih adalah yg
mengatakan sampai, walaupun yg masyhur mengatakan tak sampai,
berarti yg masyhur itu dhoif, dan yg shahih adalah yg mengatakan
sampai, dan Imam Nawawi menjelaskan pula bahwa sebagian besar
ulama mengatakan semua amal apahal sampai.

Inilah liciknya orang orang wahabi, mereka bersiasat dengan
gunting tambal , mereka menggunting gunting ucapan para imam lalu
ditampilkan di web web, inilah bukti kelicikan mereka, Saya akan
buktikan kelicikan mereka :

Lalu berkata pula Imam Nawawi

أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء
وكذا أجمعوا على وصول الدعاء وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع
ويصح الحج عن الميت اذا كان حج الاسلام وكذا اذا وصى بحج التطوع على
الأصح عندنا واختلف العلماء في الصوم اذا مات وعليه صوم فالراجح
جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه
والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها وقال جماعة من
أصحابنا يصله ثوابها وبه قال أحمد بن حنبل

Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat
bagi mayyit dan akan disampaikan padanya pahalanya, demikian ini
pula menurut Ijma (sepakat) para ulama, demikian pula mereka telah
sepakat atas sampainya doa doa, dan pembayaran hutang (untuk
mayyit) dengan nash2 yg teriwayatkan masing masing, dan sah pula
haji untuk mayyit bila haji muslim,
demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yg
sunnah, demikian pendapat yg lebih shahih dalam madzhab kita
(Syafii), namun berbeda pendapat para ulama mengenai puasa, dan yg
lebih benar adalah yg membolehkannya sebagaimana hadits hadits
shahih yg menjelaskannya,
dan yg masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan Alqur an tidak
sampai pada mayyit pahalanya, namun telah berpendapat sebagian
dari ulama madzhab kita bahwa sampai pahalanya, dan Imam Ahmad bin
Hanbal berpegang pada yg membolehkannya (Syarh Imam Nawawi ala
shahih Muslim Juz 7 hal 90)

Dan dijelaskan pula dalam Almughniy :

ولا بأس بالقراءة ثم القبر وقد روي عن أحمد أنه قال إذا دخلتم
المقابر اقرؤوا آية الكرسي وثلاث مرار قل هو الله أحد الإخلاص ثم قال
اللهم إن فضله لأهل المقابر وروي عنه أنه قال القراءة ثم القبر بدعة
وروي ذلك عن هشيم قال أبو بكر نقل ذلك عن أحمد جماعة ثم رجع رجوعا
أبان به عن نفسه فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ ثم القبر وقال
له إن القراءة ثم القبر بدعة فقال له محمد بن قدامة الجوهري يا أبا
عبد الله ما تقول في مبشر فلهذا قال ثقة قال فأخبرني مبشر عن أبيه
أنه أوصى إذا دفن يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن
عمر يوصي بذلك قال أحمد بن حنبل فارجع فقل للرجل يقرأ

Tidak ada larangannya membaca Alqur an dikuburan , dan telah
diriwayatkan dari Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah
ayat alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalu katakanlah : Wahai Allah,
sungguh pahalanya untuk ahli kubur .
Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur an di kuburan adalah Bid
ah, dan hal itu adalah ucapan Imam Ahmad bin hanbal, lalu muncul
riwayat lain bahwa Imam Ahmad melarang keras hal itu, maka
berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah : Wahai Abu Abdillah
(nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir
(seorang perawi hadits), Imam Ahmad menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan
terpercaya riwayatnya), maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh
Mubasyir telah meriwayatkan padaku dari ayahnya bahwa bila wafat
agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya, dan bahwa Ibn
Umar berwasiat demikian pula! , maka berkata Imam Ahmad : katakana
pada orang yg tadi kularang membaca ALqur an dikuburan agar ia
terus membacanya lagi.. .
(Al Mughniy Juz 2 hal : 225)

Dan dikatakan dalam Syarh AL Kanz :

وقال في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو
صوما أو حجا أو صدقة أو قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك
إلى الميت وينفعه ثم أهل السنة انتهى والمشهور من مذهب الشافعي
وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد
بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل كذا
ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى
الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور والمختار الوصول إذا سأل الله
إيصال ثواب قراءته وينبغي الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت
بما ليس للداعي فلأن يجوز بما هو له أولى ويبقى الأمر فيه موقوفا على
استجابة الدعاء وهذا المعنى لا يختص بالقراءة بل يجري في سائر
الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت والحي القريب
والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة

sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada
orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau
Bacaan Alqur an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh
untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.
Namun hal yg terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya
mengatakan pahala pembacaan Alqur an tidak sampai, namun Imam
Ahmad bin hanbal, dan kelompok besar dari para ulama, dan kelompok
besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya sampai, demikian
dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : tidak
sampai pahala bacaan Alqur an dalam pendapat kami yg masyhur, dan
maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk
memohon penyampaian pahalanya itu,
dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena
bila dibolehkan doa tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu
dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal yg lebih baik, dan ini boleh
tuk seluruh amal,
dan doa itu sudah Muttafaq alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu
sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yg hidup, keluarga
dekat atau yg jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini
dengan hadits yg sangat banyak (Naylul Awthar lil Imam
Assyaukaniy Juz 4 hal 142, Al majmu Syarh Muhadzab lil Imam
Nawawiy Juz 15 hal 522).

Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yg
mengatakan pengiriman amal pada mayyit sampai secara keseluruhan,
ada yg mengatakan bahwa pengiriman bacaan Alqur an tidak sampai,
namun kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah untuk
disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.

Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma
awshil, tsawabaa maa qaraa naa minalqur anilkarim dst (Wahai
Allah, sampaikanlah pahala apa apa yg kami baca, dari alqur
anulkarim dst). Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan seluruh
Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yg mengingkarinya dan tak
adapula yg mengatakannya tak sampai.

kita ahlussunnah waljamaah mempunyai sanad, bila saya bicara fatwa
Imam Bukhari, saya mempunyai sanad guru kepada Imam Bukhari,

bila saya berbicara fatwa Imam Nawawi, saya mempunyai sanad guru
kepada Imam Nawawi, bila saya berbicara fatwa Imam Syafii, maka
saya mempunyai sanad Guru kepada Imam Syafii.

demikianlah kita ahlussunnah waljamaah, kita tak bersanad kepada
buku, kita mempunyai sanad guru, boleh saja dibantu oleh Buku
buku, namun acuan utama adalah pada guru yg mempunyai sanad.
kasihan mereka mereka yg keluar dari ahlussunnah waljamaah karena
berimamkan buku,
agama mereka sebatas buku buku, iman mereka tergantung buku, dan
akidah mereka adalah pada buku buku.

jauh berbeda dengan ahlussunnah waljamaah, kita tahu siapa Imam
Nawawi, Imam Nawawi bertawassul pada nabi saw, Imam nawawi
mengagungkan Rasul saw, beliau membuat shalawat yg dipenuhi salam
pada nabi Muhammad saw,
ia memperbolehkan tabarruk dan ziarah kubur, demikianlah para
ulama ahlussunnah waljamaah.

Sabda Rasulullah saw : Sungguh sebesar besar kejahatan muslimin
pada muslimin lainnya, adalah yg bertanya tentang hal yg tidak
diharamkan atas muslimin, menjadi diharamkan atas mereka karena
pertanyaannya (shahih Muslim hadits no.2358)

2. AYAT TASYBIH

Mengenai ayat mutasyabih yg sebenarnya para Imam dan Muhadditsin
selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sangat
digandrungi oleh sebagian kelompok muslimin sesat masa kini,
mereka selalu mencoba menusuk kepada jantung tauhid yg sedikit
saja salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan,
seperti membahas bahwa Allah ada dilangit, mempunyai tangan, wajah
dll yg hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid ilahi pada
benak muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat
ke permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat ayat dan
hadits tersebut.

Sebagaimana makna Istiwa, yg sebagian kaum muslimin sesat sangat
gemar membahasnya dan mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di
Arsy, dengan menafsirkan kalimat ISTIWA dengan makna BERSEMAYAM
atau ADA DI SUATU TEMPAT , entah darimana pula mereka menemukan
makna kalimat Istawa adalah semayam, padahal tak mungkin kita
katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena
bertentangan dengan ayat ayat dan Nash hadits lain, bila kita
mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu
ada?, dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud
seperti makhluk, sedangkan dalam hadits qudsiy disebutkan Allah
swt turun kelangit yg terendah saat sepertiga malam terakhir,
sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Muslim hadits no.758,
sedangkan kita memahami bahwa waktu di permukaan bumi terus
bergilir,

maka bila disuatu tempat adalah tengah malam, maka waktu tengah
malam itu tidak sirna, tapi terus berpindah ke arah barat dan
terus ke yang lebih barat, tentulah berarti Allah itu selalu
bergelantungan mengitari Bumi di langit yg terendah, maka semakin
ranculah pemahaman ini, dan menunjukkan rapuhnya pemahaman mereka,
jelaslah bahwa hujjah yg mengatakan Allah ada di Arsy telah
bertentangan dg hadits qudsiy diatas, yg berarti Allah itu tetap
di langit yg terendah dan tak pernah kembali ke Arsy, sedangkan
ayat itu mengatakan bahwa Allah ada di Arsy, dan hadits Qudsiy
mengatakan Allah dilangit yg terendah.

Berkata Al hafidh Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika
datang seseorang yg bertanya makna ayat : Arrahmaanu alal
Arsyistawa , Imam Malik menjawab : Majhul, Ma qul, Imaan bihi
wajib, wa su al anhu bid ah (tdk diketahui maknanya, dan tidak
boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya
tentang ini adalah Bid ah Munkarah), dan kulihat engkau ini orang
jahat, keluarkan dia..! , demikian ucapan Imam Malik pada penanya
ini, hingga ia mengatakannya : kulihat engkau ini orang jahat ,
lalu mengusirnya, tentunya seorang Imam Mulia yg menjadi Muhaddits
Tertinggi di Madinah Almunawwarah di masanya yg beliau itu Guru
Imam Syafii ini tak sembarang mengatakan ucapan seperti itu,
kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya orang orang yg tidak
baik yg mempermasalahkan masalah ini.

Lalu bagaimana dengan firman Nya : Mereka yg berbai at padamu
sungguh mereka telah berbai at pada Allah, Tangan Allah diatas
tangan mereka (QS Al Fath 10), dan disaat Bai at itu tak pernah
teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yg turut berbai at
pada sahabat.

Juga sebagaimana hadits qudsiy yg mana Allah berfirman :
Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya,
tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yg fardhu, dan
Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yg sunnah baginya
hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi
telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan matanya yg ia
gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk
memerangi, dan kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia
meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya…. (shahih Bukhari
hadits no.6137)
Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa
pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yg
taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan
Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh maknanya
bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan kakinya.

Masalah ayat/hadist tasybih (tangan/wajah) dalam ilmu tauhid
terdapat dua pendapat dalam menafsirkannya.
1.Pendapat Tafwidh ma a tanzih
2.Pendapat Ta wil

1. Madzhab tafwidh ma a tanzih yaitu mengambil dhahir lafadz dan
menyerahkan maknanya kpd Allah swt, dg i tiqad tanzih (mensucikan
Allah dari segala penyerupaan)
Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia
berkata Nu;minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna ,
(Kita percaya dg hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya
bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yg juga di pegang oleh
Imam Abu hanifah.

dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang
madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dg mahluk, bukan seperti
para imam yg memegang madzhab tafwidh.

2. Madzhab takwil yaitu menakwilkan ayat/hadist tasybih sesuai dg
keesaan dan keagungan Allah swt, dan madzhab ini arjah (lebih baik
untuk diikuti) karena terdapat penjelasan dan menghilangkan awhaam
(khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana
Imam Syafii, Imam Bukhari,Imam Nawawi dll. (syarah Jauharat
Attauhid oleh Imam Baajuri)
Pendapat ini juga terdapat dalam Al Qur an dan sunnah, juga banyak
dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam imam ahlussunnah
waljamaah.

seperti ayat :
Nasuullaha fanasiahum (mereka melupakan Allah maka Allah pun
lupa dengan mereka) (QS Attaubah:67),
dan ayat : Innaa nasiinaakum . (sungguh kami telah lupa pada
kalian QS Assajdah 14).

Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat lupa kepada
Allah walaupun tercantum dalam Alqur an, dan kita tidak boleh
mengatakan Allah punya sifat lupa, tapi berbeda dg sifat lupa pada
diri makhluk, karena Allah berfirman : dan tiadalah tuhanmu itu
lupa (QS Maryam 64)

Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt
berfirman : Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk
Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku
menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul Alamin?, maka Allah menjawab
: Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau tak mau
menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau
temui Aku disisinya? (Shahih Muslim hadits no.2569)

apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti
sakitnya kita?

Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits Qudsiy diatas dalam kitabnya
yaitu Syarah Annawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yg dimaksud sakit
pada Allah adalah hamba Nya, dan kemuliaan serta kedekatan Nya
pada hamba Nya itu, wa ma na wajadtaniy indahu ya niy wajadta
tsawaabii wa karoomatii indahu dan makna ucapan : akan kau temui
aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan Ku
dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala shahih Muslim Juz 16 hal
125)

Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah
waljamaah yg berpegang pada pendapat Ta wil, seperti Imam Ibn
Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan
Al Asy ariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Daf ussyubhat Attasybiih
oleh Imam Ibn Jauziy).
Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia
keberadaan Allah swt, sebagaimana firman Nya : Maha Suci Tuhan Mu
Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa apa yg mereka
sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala
puji atas tuhan sekalian alam . (QS Asshaffat 180-182).
Walillahittaufiq

3. saya Ijazahkan pada anda semua yg ada di web ini yg telah saya
Ijazahkan secara umum, semoga dilimpahi keberkahan dan cahaya
kemuliaannya dunia dan akhirat

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a^lam[/size][size=3]

Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah

Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=23203

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments