KESETIAAN ISTRI TERHADAP SUAMI

0

nonlady KESETIAAN ISTRI TERHADAP SUAMI – 2008/10/01 17:53 Teguh dengan
kesetiaan yang jujur merupakan sifat wanita yang paling utama.
Sebuah kisah menyebutkan, bahwasanya Asma binti ^Umais adalah
isteri Ja far bin Abi Thalib, lalu menjadi isteri Abu Bakar
sepeninggalnya, kemudian setelah itu dinikahi oleh Ali
Radhiyallahu anhu. Suatu kali kedua puteranya, Muhammad bin Ja
far dan Muhammad bin Abi Bakar saling membanggakan. Masing-masing
mengatakan, Aku lebih baik dibandingkan dirimu, ayahku lebih baik
dibandingkan ayahmu. Mendengar hal itu, Ali berkata, Putuskan
perkara di antara keduanya, wahai Asma . Ia mengatakan, Aku
tidak melihat pemuda Arab yang lebih baik dibandingkan Ja far dan
aku tidak melihat pria tua yang lebih baik dibandingkan Abu Bakar.
Ali mengatakan, Engkau tidak menyisakan untuk kami sedikit
pun. Seandainya engkau mengatakan selain yang engkau katakan,
niscaya aku murka kepadamu. Asma berkata, Dari ketiganya,
engkaulah yang paling sedikit dari mereka untuk dipilih [1]
Abu Bakar Radhiyallahu anhu berwasiat agar Asma binti Umais
Radhiyallahu anhuma memandikannya (saat kematiannya). Ia pun
melakukannya, sedangkan ia dalam keadaan berpuasa. Lalu ia
bertanya kepada kaum Muhajirin yang datang, Aku berpuasa dan
sekarang adalah hari yang sangat dingin, apakah aku wajib (harus)
mandi? Mereka menjawab, Tidak. Sebelumnya Abu Bakar
Radhiyallahu anhu menekankan kepadanya agar (ketika
memandikannya) dia tidak dalam keadaan berpuasa, seraya
mengatakan, Itu membuatmu lebih kuat.
Kemudian ia teringat sumpah Abu Bakar pada akhir siang, maka ia
meminta air lalu meminumnya seraya mengatakan, Demi Allah, aku
tidak ingin mengiringi sumpahnya pada hari ini dengan melanggarnya
[2]
Ketika kaum pendosa lagi fasik mengepung pemimpin yang berbakti
dan sang korban pembunuhan kaum berdosa, Utsman bin Affan
Radhiyallahu anhu dan mereka menyerangnya dengan pedang, maka
isterinya (Na^ilah binti al-Furafishah) maju ke hadapan beliau
sehingga menjadi pelindung baginya dari kematian. Para pembunuh
yang bengis ini tidak menghiraukan kehormatan wanita ini dan
mereka terus menebas Utsman dengan pedang, (namun sang isteri
menangkisnya) dengan mengepalkan jari-jari tangannya, hingga
jari-jarinya terlepas dari tangannya. Isterinya menggandengnya
lalu terjatuh bersamanya, kemudian mereka membunuh Utsman [3].
Ketika Amirul Mukminin Mu awiyah Radhiyallahu anhu melamarnya, ia
menolak seraya mengatakan, Demi Allah, tidak ada seorang pun yang
dapat menggantikan kedudukan ^Utsman (sebagai suamiku) selamanya.”
[4]
Di antara tanda-tanda kesetiaan banyak wanita shalihah kepada
suami mereka setelah kematiannya bahwa mereka tidak menikah lagi.
Tidak ada yang dituju melainkan agar tetap menjadi isteri mereka
di dalam Surga”[5]
Dari Maimun bin Mihran, ia mengatakan: Mu awiyah bin Abi Sufyan
Radhiyallahu anhu meminang Ummud Darda , tetapi ia menolak
menikah dengannya seraya mengatakan, Aku mendengar Abud Darda
mengatakan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam
bersabda.
Artinya :Wanita itu bersama suaminya yang terakhir, atau beliau
mengatakan, untuk suaminya yang terakhir”[6]
Dari Ikrimah bahwa Asma binti Abi Bakar menjadi isteri az-Zubair
bin al- Awwam, dan dia keras terhadapnya. Lalu Asma datang kepada
ayahnya untuk mengadukan hal itu kepadanya, maka dia mengatakan,
Wahai puteriku, bersabarlah! Sebab, jika wanita memiliki suami
yang shalih, kemudian dia mati meninggalkannya, lalu ia tidak
menikah sepeninggalnya, maka keduanya dikumpulkan di dalam Surga
[7]
Dari Jubair bin Nufair, dari Ummud Darda bahwa dia berkata kepada
Abud Darda , Sesungguhnya engkau telah meminangku kepada kedua
orang tuaku di dunia, lalu mereka menikahkanmu denganku. Dan
sekarang, aku meminangmu kepada dirimu di akhirat. Abud Darda
mengatakan, Kalau begitu, janganlah menikah sepeninggalku.
Ketika Mu awiyah meminangnya, lalu ia menceritakan tentang apa
yang telah terjadi, maka Mu awiyah mengatakan, Berpuasalah! [8]
Ketika Sulaiman bin Abdil Malik keluar dan dia disertai Sulaiman
bin al-Muhlib bin Abi Shafrah dari Damaskus untuk melancong,
keduanya melewati sebuah pekuburan. Tiba-tiba terdapat seorang
wanita sedang duduk di atas pemakaman dengan keadaan menangis.
Lalu angin berhembus sehingga menyingkap cadar dari wajahnya, maka
ia seolah-olah mendung yang tersingkap matahari. Maka kami berdiri
dalam keadaan tercengang. Kami memandangnya, lalu Ibnul Muhlib
berkata kepadanya, Wahai wanita hamba Allah, apakah engkau mau
menjadi isteri Amirul Mukminin? Ia memandang keduanya, kemudian
memandang kuburan, dan mengatakan:
Jangan engkau bertanya tentang keinginanku
Sebab keinginan itu pada orang yang dikuburkan ini, wahai pemuda
Sesungguhnya aku malu kepadanya sedangkan tanah ada di antara kita
Sebagaimana halnya aku malu kepadanya ketika dia melihatku
Maka, kami pergi dalam keadaan tercengang.[9]
Di antara teladan yang pantas disebutkan sebagai teladan utama
dari para wanita tersebut adalah Fathimah binti Abdil Malik bin
Marwan. Fathimah binti Amirul Mukminin Abdil Malik bin Marwan ini
pada saat menikah, ayahnya memiliki kekuasaan yang sangat besar
atas Syam, Irak, Hijaz, Yaman, Iran, Qafqasiya, Qarim dan wilayah
di balik sungai hingga Bukhara dan Janwah bagian timur, juga
Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Aljazair, Barat jauh, dan Spanyol
bagian Barat. Fathimah ini bukan hanya puteri Khalifah Agung,
bahkan dia juga saudara empat khalifah Islam terkemuka: al-Walid
bin Abdil Malik, Sulaiman bin Abdil Malik, Yazid bin Abdil
Malik dan Hisyam bin Abdil Malik. Lebih dari itu dia adalah
isteri Khalifah terkemuka yang dikenal Islam setelah empat
khalifah di awal Islam, yaitu Amirul Mukminin Umar bin Abdil
Aziz.
Puteri khalifah, dan khalifah adalah kakeknya
Saudara khalifah, dan khalifah adalah suaminya
Wanita mulia yang merupakan puteri khalifah dan saudara empat
khalifah ini keluar dari rumah ayahnya menuju rumah suami-nya pada
hari dia diboyong kepadanya dengan membawa harta termahal yang
dimiliki seorang wanita di muka bumi ini berupa perhiasan. Konon,
di antara perhiasan ini adalah dua liontin Maria yang termasyhur
dalam sejarah dan sering disenandungkan para penya ir. Sepasang
liontin ini saja setara dengan harta karun.
Ketika suaminya, Amirul Mukminin, memerintahkannya agar membawa
semua perhiasannya ke Baitul Mal, dia tidak menolak dan tidak
membantahnya sedikit pun.
Wanita agung ini -lebih dari itu- ketika suaminya, Amirul Mukminin
Umar bin Abdul Aziz wafat meninggalkannya tanpa meninggalkan
sesuatu pun untuk diri dan anak-anaknya, kemudian pengurus Baitul
Mal datang kepadanya dan mengatakan, Perhiasanmu, wahai
sayyidati, masih tetap seperti sedia kala, dan aku menilainya
sebagai amanat (titipan) untukmu serta aku memeliharanya untuk
hari tersebut. Dan sekarang, aku datang meminta izin kepadamu
untuk membawa (kembali) perhiasan tersebut (kepadamu).
Fathimah memberi jawaban bahwa perhiasan tersebut telah
dihibahkannya untuk Baitul Mal bagi kepentingan kaum muslimin,
karena mentaati Amirul Mukminin. Kemudian dia mengatakan, Apakah
aku akan mentaatinya semasa hidupnya, dan aku mendurhakainya
setelah kematiannya? [10]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi
Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh
Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Foote Note
[1]. Thabaqaat Ibni Sa ad (II/2080), Abu Nu aim dalam al-Hilyah
(II/36), Siyar A laamin Nubalaa (II/286); al-Ishaabah (VII/491).
[2]. Thabaqaat Ibni Sa ad (VIII/208).
[3]. Audatul Hijaab (II/533), dan dinisbatkan kepada ad-Durrul
Mantsuur fii Thabaqaat Rabaatil Khuduur (hal. 517).
[4]. Siyar A laamin Nubalaa (VII/343).
[5]. Audatul Hijaab (II/534).
[6]. As-Silsilah ash-Shahiihah, Syaikh al-Albani (no. 1281),
shahih.
[7]. As-Silsilah ash-Shahiihah, Syaikh al-Albani (III/276),
shahih.
[8]. Siyar A laamin Nubalaa (IV/278).
[9]. Akhbarun Nisaa^ (hal. 138), dan kitab ini dinisbatkan secara
keliru kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Yang benar bahwa beliau
tidak pernah menulis kitab ini.
[10]. Audatul Hijaab (II/538)
Ibroh:
Subhanallah, Allah telah memberikan kita tauladan yang begitu
mulia, yang begitu Agung… Semoga kita menjadi wanita sholehah,
menjadi istri sholehah yang senantaiasa taat terhadap suami kita,
semoga Allah membuka pintu ridhoNya dan pintu surgaNya untuk kita
semuanya.. Amin
Teruntuk Saudariku yang dicintai Allah, semoga Allah mengampuni
seluruh kaum muslimin dan mukminin di dunia ini, dan menjadikan
kita semua menjadi hamba2 yang selalu bertakwa dan berjuang untuk
ridhoNya..
Teruntuk suamiku tercinta,
Jazakallah khoiron katsir suamiku, semoga Allah menjadikan
keluarga kita sebagaimana keinginanmu, semoga Bunda bisa mendidik
putra kita menjadi putra yang sholeh, qurrota^ayyun, dan pemimpin
bagi orang2 yang bertakwa. Dan semoga Allah mengumpulkan kita
sebagai keluarga dalam surgaNya Allah, sebagaimana pesanmu untukku
wahai suamiku, Amin..
Ya Rabbi, kabulkanlah doa kami… Amin…
Salam rinduku untukmu suamiku, Semoga engkau ditempat yang lebih
indah

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=18531

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments