surya515 Keras Kepala Kaum Wahhabi : Allah Di Arsy – 2010/03/30 13:12
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Cahaya Rahmat Nya swt semoga selalu menerangi hari hari Habib dan
seluruh Jamaah Majelis rasulullah saw dengan kebahagiaan,
Ya habib yang sangat kudambakan ilmu dan petuahnya,
Tiada yang pantas dari hamba yang hina ini mengucapkan beribu
terimakasih atas pencerahannya.
Ya Habib yang sangat kumuliakan dan kurindukan,
Lagi lagi mengenai kaum wahhabi ini sungguh sangat menjengkelkan
dan sangat keras kepala.
A.Sebenarnya makna istiwa itu apa ya habib ?
Berikut ya habib artikel dari wahhabi :
Firman Allah Ta^ala:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah Yang Maha Pengasih itu beristiwa` di atas ^Arsy.”
(Thaahaa:5) Keterangan bahwa Allah bersemayam di atas ^Arsy
terdapat dalam tujuh surat, yaitu: Al-A^raaf:54, Yuunus:3,
Ar-Ra^d:2, Thaahaa:5, Al-Furqaan:59, As-Sajdah:4 dan Al-Hadiid:4.
Para tabi^in menafsirkan istiwa` dengan naik dan tinggi,
sebagaimana diterangkan dalam hadits Al-Bukhariy, yang merupakan
bantahan terhadap orang yang mena`wilkan istiwa` dengan istaula
(menguasai). (Lihat Syarh Al-^Aqiidah Al-Waasithiyyah, Asy-Syaikh
Al-Fauzan hal.73-75 cet. Maktabah Al-Ma^aarif)
2. “Apakah kalian merasa aman terhadap “Yang di langit” bahwa Dia
akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian?” (Al-Mulk:16)
Menurut Ibnu ^Abbas yang dimaksud dengan “Yang di langit” adalah
Allah seperti disebutkan dalam kitab Tafsir Ibnul Jauziy.
3. “Mereka takut kepada Tuhan mereka yang (ada) di atas mereka.”
(An-Nahl:50)
4. Firman Allah tentang Nabi ^Isa: “Tetapi (yang sebenarnya),
Allah mengangkatnya kepada-Nya.” (An-Nisaa:158)
Maksudnya Allah menaikkan Nabi ^Isa ke langit.
5. “Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di
bumi.” (Al-An^aam:3)
Ibnu Katsir mengomentari ayat ini sebagai berikut: “Para ahli
tafsir sepakat bahwa kita tidak akan mengucapkan seperti ucapannya
Jahmiyyah (golongan yang sesat) yang mengatakan bahwa Allah itu
berada di setiap tempat. Maha Suci Allah dari ucapan mereka
terebut.”
Adapun firman Allah: “Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian
berada.” (Al-Hadiid:4), maka yang dimaksud adalah Allah itu selalu
bersama kita, dalam artian mendengar dan melihat kita, seperti
diterangkan dalam tafsir Ibnu Katsir dan Jalalain.
6. Rasulullah mi^raj ke langit ketujuh dan berdialog dengan Allah
serta diwajibkan untuk melakukan shalat lima waktu. (Muttafaqun
^alaih)
7. Rasulullah bersabda: “Kenapa kamu tidak mempercayaiku, padahal
aku ini dipercaya oleh Allah yang ada di langit?” (Muttafaqun
^alaih)
8. Rasulullah bersabda: “Sayangilah orang-orang yang ada di bumi
maka Yang di langit (yaitu Allah) akan menyayangi kalian.” (HR.
At-Tirmidziy)
9. Abu Bakr Ash-Shiddiq berkata: “Barangsiapa menyembah Allah maka
Allah berada di atas langit, Ia hidup dan tidak mati.” (Riwayat
Ad-Darimiy dalam Ar-Radd ^alal Jahmiyyah)
10. ^Abdullah Ibnul Mubarak pernah ditanya: “Bagaimana kita
mengetahui Tuhan kita?” Maka beliau menjawab: “Tuhan kita di atas
langit, di atas ^Arsy, berbeda dengan makhluk-Nya.” Maksudnya Dzat
Allah berada di atas ^Arsy, berbeda dan berpisah dengan
makhluk-Nya dan keadaannya di atas ^Arsy tersebut tidak sama
dengan makhluk.
11. Al-Imam Abu Hanifah menulis kitab kecil berjudul “Sesungguhnya
Allah itu di atas ^Arsy.” Beliau menerangkan hal itu seperti dalam
kitabnya “Al-^Ilm wal Muta^allim.”
12. Seseorang yang tengah shalat berucap di dalam sujudnya:
“Subhaana Rabbiyal A^laa” (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi).
13. Seseorang ketika berdo^a juga mengangkat kedua tangannya dan
menadahkannya ke langit.
14. Anak kecil ketika ditanya: “Di mana Allah?”, niscaya mereka
akan segera menjawab berdasarkan fithrah mereka yang masih bersih
bahwa Allah berada di atas langit.
15. Hewan buruan seperti kijang dan lainnya ketika hendak dibidik/
dibunuh oleh sang pemburu, menengadahkan kepalanya ke langit
meminta kepada Rabb-nya yang ada di atas langit agar
menyelamatkannya. Hal ini menunjukkan bahwa hewan tersebut tahu
bahwa Rabb-nya di atas langit. Demikian juga hewan-hewan yang
lainnya mengetahui bahwa Rabb mereka berada di atas langit. Kalau
ada orang yang masih belum mengetahui di mana Rabb-nya maka dia
lebih hina dan lebih rendah daripada hewan.
16. Akal yang sehat juga mendukung kenyataan bahwa Allah berada di
atas langit. Seandainya Allah berada di setiap tempat, niscaya
Rasulullah pernah menerangkan dan mengajarkan kepada para
shahabatnya. Kalau Allah berada di segala tempat berarti Allah
juga di tempat-tempat yang najis dan kotor. Maha Suci Allah dari
anggapan itu.
B. Mengenai hadits jariyah seorang budak bagaimana menurut habib?
Ketika budak jariyah tersebut bertanya kepada Rasulullah saw :
Dimanakah Allah? Dan Rasul sawmenjawab Di langit..
Maaf ya habib riwayatnya kurang lebih seperti itu, statusnya
hadits ini bagaimana ya habib? Ini yang selalu di bela mati matian
oleh Wahhabi/ Salafi Palsu untuk memperkuat argumen mereka dalam
mengatakan Allah di Arsy
Ya habib yang sangat kudambakan imu dan petuahnya ,sungguh alfaqir
yang banyak merepotkan habib sudilah kiranya kalau habib merasa
kerepotan ,alfaqir mohon dibukakan pintu maaf yang tak terhingga
Demikianlah ya habib yang sangat kudambakan ilmu dan petuahnya,
semoga dalam limpahan kasih sayang Nya dan semoga jamaah majelis
rasulullah akan terus semakin membesar sehingga banyak dari orang
orang yang telah tersesat ke faham wahhabi tobat.
Wassalam
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
munzir Re:Keras Kepala Kaum Wahhabi : Allah Di Arsy – 2010/04/01 08:04
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari
hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
bumi ini bulat, lalu diatas yg mana..?, berikut saya cuplikkan
penjelasan saya di buku saya yg baru beredar yaitu kenalilah
akidahmu edisi 2.
II.1. AYAT TASYBIH
Mengenai ayat mutasyabih yang sebenarnya para Imam dan Muhadditsin
selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sangat
digandrungi oleh sebagian kelompok muslimin yang melenceng dari
kebenaran dan makin banyak muncul masa kini, mereka selalu mencoba
menusuk kepada jantung tauhid yang sedikit saja salah memahami
maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan, seperti membahas
bahwa Allah ada di langit, mempunyai tangan, wajah dll, yang hanya
membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid Illahi pada benak
muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke
permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat ayat dan
hadits tersebut.
Sebagaimana makna Istiwa, yang sebagian kaum muslimin sesat sangat
gemar membahasnya dan mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di
Arsy, dengan menafsirkan kalimat ISTIWA dengan makna BERSEMAYAM
atau ADA DI SUATU TEMPAT . Entah darimana pula mereka menemukan
makna kalimat Istiwa adalah semayam, padahal tak mungkin kita
katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena
bertentangan dengan ayat ayat dan nash hadits lain. Bila kita
mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu
ada?
Dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud seperti
makhluk, sedangkan dalam hadits qudsiy disebutkan Allah Swt turun
kelangit yang terendah saat sepertiga malam terakhir, sebagaimana
diriwayatkan dalam Shahih Muslim hadits No.758, sedangkan kita
memahami bahwa waktu di permukaan bumi terus bergilir dan waktu
sepertiga malam terakhir terus bergeser ke belahan bumi lainnya.
Maka bila disuatu tempat adalah tengah malam, maka waktu tengah
malam itu tidak sirna, tapi terus berpindah ke arah barat dan
terus ke yang lebih barat, tentulah berarti Allah itu selalu
bergelantungan mengitari bumi di langit yang terendah, maka
semakin ranculah pemahaman ini dan menunjukkan rapuhnya pemahaman
mereka. Jelaslah bahwa hujjah yang mengatakan Allah ada di Arsy
telah bertentangan dengan hadits qudsiy diatas, yang berarti Allah
itu tetap di langit yang terendah dan tak pernah kembali ke Arsy,
sedangkan ayat itu mengatakan bahwa Allah ada di Arsy, dan hadits
qudsiy mengatakan Allah di langit yang terendah.
Berkata Hujjatul Islam Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah
ketika datang seseorang yang bertanya makna ayat : Arrahmaanu
alal Arsyistawa , Imam Malik menjawab : Majhul, Ma qul, Imaan
bihi wajib, wa su al anhu bid ah (tidak diketahui maknanya, dan
tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib,
bertanya tentang ini adalah Bid ah Munkarah), dan kulihat engkau
ini orang jahat, keluarkan dia..! . Demikian ucapan Imam Malik
pada penanya ini, hingga ia mengatakannya : kulihat engkau ini
orang jahat , lalu mengusirnya, tentunya seorang Imam Mulia yang
menjadi Muhaddits Tertinggi di Madinah Almunawwarah di masanya
yang beliau itu Guru Imam Syafii ini tak sembarang mengatakan
ucapan seperti itu, kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya
orang orang yang tidak baik yang mempermasalahkan masalah ini.
Lalu bagaimana dengan firman Nya : Mereka yang berbai at padamu
sungguh mereka telah berbai at pada Allah, Tangan Allah diatas
tangan mereka (QS. Al Fath : 10), dan disaat Bai at itu tak
pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yang turut
berbai at pada sahabat.
Juga sebagaimana hadits qudsiy yg mana Allah berfirman :
Barangsiapa memusuhi wali-Ku sungguh Ku-umumkan perang kepadanya,
tiadalah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan hal hal yang fardhu,
dan Hamba-Ku terus mendekat kepada-Ku dengan hal hal yang sunnah
baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka Aku
menjadi telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, dan menjadi
matanya yang ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yang
ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yang ia gunakan untuk
melangkah, bila ia meminta pada-Ku niscaya Ku-beri
permintaannya…. (Shahih Bukhari hadits No.6137)
Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa
pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka
yang taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah,
pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh
maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan
kakinya.
Masalah ayat atau hadist tasybih (bermakna saru) dalam ilmu tauhid
terdapat dua pendapat dalam menafsirkannya.
1. Pendapat Tafwidh Ma a tanzih
2. Pendapat Ta wil
III.1.1 Madzhab Tafwidh Ma a Tanzih
Madzhab Tafwidh Ma a Tanzih yaitu mengambil dhahir lafadz dan
menyerahkan maknanya kepada Allah swt, dengan I tiqad Tanzih
(mensucikan Allah dari segala penyerupaan), sebagaimana ucapan
Imam Malik diatas, ia tak mau menfsirkannya.
Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia
berkata Nu minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna ,
(Kita percaya dengan hal itu, dan membenarkannya tanpa
menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yang juga
dipegang oleh Imam Abu Hanifah.
Dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang
madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dengan mahluk, bukan
seperti para Imam yang memegang madzhab tafwidh ma^attanzih
II.1.2 Madzhab Takwil
Madzhab Takwil yaitu menakwilkan ayat atau hadist tasybih sesuai
dengan ke-Esaan dan Keagungan Allah swt, dan madzhab ini arjah
(lebih baik untuk diikuti) karena terdapat penjelasan dan
menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin
umumnya, sebagaimana Imam Syafii, Imam Bukhari, Imam Nawawi dll.
(Syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri)
Pendapat ini juga terdapat dalam Alqur an dan sunnah, juga banyak
dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam – imam ahlussunnah
waljamaah.
Seperti ayat : Nasuullaha fanasiahum mereka melupakan Allah maka
Allah pun lupa dengan mereka, (QS. At-taubah : 67), dan ayat :
Innaa nasiinaakum sungguh kami telah lupa pada kalian, (QS.
Assajdah : 14). Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat
lupa kepada Allah walaupun tercantum dalam Alqur an, dan kita
tidak boleh mengatakan Allah punya sifat lupa, tapi berbeda dengan
sifat lupa pada diri makhluk, karena Allah berfirman : dan
tiadalah Tuhanmu itu lupa (QS. Maryam : 64)
Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt
berfirman : Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak
menjenguk-Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah,
bagaimana aku menjenguk-Mu sedangkan Engkau Rabbul Alamin?, maka
Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba-Ku fulan sakit dan kau
tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka
akan kau temui Aku disisinya? (Shahih Muslim hadits No.2569)
Apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti
sakitnya kita?
Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits qudsiy diatas dalam kitabnya
yaitu Syarah Nawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yang dimaksud sakit
pada Allah adalah hamba-Nya, dan kemuliaan serta kedekatan-Nya
pada hamba-Nya itu. “dan makna : wajadtaniy indahu ya niy (kau
akan temui Aku disisinya) wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu
(akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan
kedermawanan-Ku) dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala Shahih
Muslim Juz 16 hal 125)
Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah
waljamaah yang berpegang pada pendapat Ta wil, seperti Imam Ibn
Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan
Al Asy ariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Daf ussyubhat Attasybiih
oleh Imam Ibn Jauziy).
Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia
keberadaan Allah swt, sebagaimana firman Nya : Maha Suci Tuhan-Mu
Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa apa yang mereka
sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala
puji atas Tuhan sekalian alam . (QS. Asshaffat : 180-182).
Walillahittaufiq
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a^lam
Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah
Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=25160