surya515 Kaum Sempalan – 2010/03/09 06:22 Assalamaualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Yang sangat kami muliakan dan cintai habibana guru yang kami
sangat inginkan petuah dan ilmunya
1.Ini hadits bagaimana ya Habib dapat dari Salafi Mujassimah alias
Wahhabi bib
Dari Hudzaifah bin Yaman berkata, “ Adalah manusia ( para sahabat
) bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, daku bertanya
tentang kejelekan karena takut akn menimpaku, aku bertanya, “
Wahai Rasulullah ! Dahulu kita dalam masa jahilliyah dan
kejelekan, lalu Allah menganugerahkan kebaikan ini kepada kita,
apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan ? “ Beliau
menjawab, “ Ya “. Aku berkata , “ apakah setelah kejelekan tadi
akan ada kebaikan? “ Beliau menjawab, “ Ya, tetapi padanya
terdapat asap “. Aku berkata, “ apa asapnya? “Beliau menjawab, “
Suatu kaum yang mengambil sunnah bukan sunnahku dan berakhlak
bukan akhlakku, engkau mengetahui dan mengingkari mereka. “ Aku
berkata, “ Setelah kebaikan tadi apakah ada kejelekan?” Beliau
menjawab “ Ya, para da’I yang berada di pintu-pintu jahannam,
barangsiapa yang memenuhi seruan mereka, niscaya mereka akan
mencampakkannya ke dalam neraka.” Aku berkata : “ Ya Rasulullah!
Beritahu kami sifat mereka!” Beliau menjawab: “ Mereka adalah dari
kulit kita, dan berbicara dengan bahasa kita. Aku berkata “ Apa
yang engkau perintahkan padaku apabila hal itu menimpa diriku?
Beliau menjawab “ Bergabunglah dengan rombongan kaum muslimin dan
imam mereka!” Aku bertanya “ Bagaiman kalau mereka tidak memiliki
jemaah/ rombongan dan imam ? Beliau menjawab, “ Tinggalkanlah
semua golongan sekalipun engkau harus menggigit akar pohon
sehinnga maut menjemputmu dalam keadaan seperti itu. “ ( HR.
Bukhari no 3606 dan Muslim 1847 )
2,Ada kaeidah yang selalu di kibarkan Wahhabi seperti ini ya
habib:
Jika sesuatu itu baik, tentulah mereka (salafusshaleh) telah
mendahului kita (dalam melakukan sesuatu itu)”.
Maksud kaedah ini dan asal kenapa ada kaedah ini apa ya habib?
Demikianlah guru yang sangat kami inginkan petuah dan ilmua nya
semoga dalam limpahan anugerah dan kasih sayang Nya serta
diberikan sehat dan umur panjang khusus buat habibana ,keluarga
beserta jamaah majelis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
munzir Re:Kaum Sempalan – 2010/03/09 06:54 Alaikumsalam warahmatullah
wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari
hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
hadits itu menjelaskan keberadaan mereka wahabisme di akhir zaman,
karena kita memilik para Imam Imam, ribuan imam dalam ahlussunnah
waljamaah, dan terpadu pada 4 madzhab besar, maka Rasul saw
memerintahkan kita memanut kelompok yg padanya para Imam Imam,
hujatul Islam Alhafidh, mereka yg hafal ratusan ribu hadits, dan
saling menguatkan satu sama lain, justru wahabisme ini yg
memisahkan diri, semoga Allah swt memberi mereka hidayah.
mengenai kaedah baru berupa fatwa, itu sudah mesti ada setiap
perubahan zaman, selama hal itu baik maka Rasul saw sudah
membolehkannya, sebagaimana sabda beliau saw : Barangsiapa yg
membuat kebiasaan baik dalam islam maka baginya pahalanya dan
pahala orang yg mengikutinya, barangsiapa yg membuat kebiasaan
buruk dalam islam, maka dosa untuknya dan dosa untuknya pula bagi
yg mengikutinya (Shahih Muslim).
maka setiap zaman setelah Rasul saw pasti ada perubahan, namun
tidak merubah syariah,
berikut penjelasan saya mengenai Bid;ah pada buku saya kenaliilah
akidahmu edisi 2 yg baru terbit, perlu anda ketahui bahwa yg
digelari Al Hafidh adalah yg telah hafal 100.000 hadits berikut
sanad dan hukum matannya, dan Hujjatul Islam adalah yg telah hafal
300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya.
DEFINISI BID AH
I.1.1 Nabi saw memperbolehkan berbuat bid ah hasanah.
Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid ah hasanah selama hal
itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw
:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ
مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka
baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak
berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat
hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa
orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari
dosanya (Shahih Muslim Bab Zakat dan Bab Al Ilm). Demikian pula
diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra,
Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini
menjelaskan makna Bid ah Hasanah dan Bid ah Dhalalah.
Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?,
maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru
yang membuat kebaikan atas Islam, maka perbuatlah. Alangkah
indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik ummat, beliau saw
tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi
ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman,
modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya
pastilah diperlukan hal – hal yang baru demi menjaga muslimin
lebih terjaga dalam kemuliaan. Demikianlah bentuk kesempurnaan
agama ini, yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman. Dan
inilah makna ayat : ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM.. (dst) hari
ini KU-sempurnakan untuk kalian agama kalian, KU-sempurnakan pula
kenikmatan bagi kalian, dan KU-ridhai Islam sebagai agama kalian .
(QS. Al-Maidah : 3). Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak
perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal
yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan
sudah direstui oleh Allah dan Rasul-Nya, alangkah sempurnanya
Islam.
Bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat
itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat
lain turun, masalah hutang dll. Berkata Para Mufassirin bahwa ayat
ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki
orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian
turunnya ayat ini, maka Musyrikin tidak lagi masuk Masjidil Haram,
maka membuat kebiasaan baru yang baik boleh – boleh saja.
Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yang
bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul saw, atau
menghalalkan apa – apa yang sudah diharamkan oleh Rasul saw atau
sebaliknya. Inilah makna hadits beliau saw : Barangsiapa yang
membuat buat hal baru yang berupa keburukan…(dst) , inilah
yang disebut Bid ah Dhalalah.
Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan
berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yang baru
berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk
memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dengan hal yang ada di
zaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula
mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bid ah
Dhalalah).
Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus
untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang
dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits diatas jelas
jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja,
terbukti dengan perbuatan bid ah hasanah oleh para Sahabat dan
Tabi in.
I.1.2 Siapakah yang pertama memulai Bid ah hasanah setelah
wafatnya Rasul saw?
أَنَّ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ مَقْتَلَ أَهْلِ الْيَمَامَةِ فَإِذَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عِنْدَهُ قَالَ أَبُو
بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنَّ عُمَرَ أَتَانِي فَقَالَ إِنَّ الْقَتْلَ قَدْ اسْتَحَرَّ يَوْمَ الْيَمَامَةِ
بِقُرَّاءِ الْقُرْآنِ وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَسْتَحِرَّ الْقَتْلُ بِالْقُرَّاءِ بِالْمَوَاطِنِ فَيَذْهَبَ كَثِيرٌ
مِنْ الْقُرْآنِ وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَأْمُرَ بِجَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ لِعُمَرَ كَيْفَ تَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ
يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُمَرُ هَذَا وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ يَزَلْ
عُمَرُ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِذَلِكَ وَرَأَيْتُ فِي ذَلِكَ الَّذِي رَأَى عُمَرُ قَالَ
زَيْدٌ قَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ لَا نَتَّهِمُكَ وَقَدْ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَتَبَّعْ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ فَوَاللَّهِ لَوْ كَلَّفُونِي نَقْلَ
جَبَلٍ مِنْ الْجِبَالِ مَا كَانَ أَثْقَلَ عَلَيَّ مِمَّا أَمَرَنِي بِهِ مِنْ جَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ كَيْفَ
تَفْعَلُونَ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ
فَلَمْ يَزَلْ أَبُو بَكْرٍ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِلَّذِي شَرَحَ لَهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ
وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَتَتَبَّعْتُ الْقُرْآنَ أَجْمَعُهُ …
Bahwa Sungguh Zeyd bin Tsabit ra berkata : Abubakar ra mengutusku
Ketika terjadi pembunuhan besar – besaran atas para sahabat (Ahlul
Yamaamah), dan bersamanya Umar bin Khattab ra, berkata Abubakar :
Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan
atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi
pada para Ahlulqur an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar
Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur an, aku berkata :
“Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh
Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini
adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus
meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan
kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda,
cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau
telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur
an dan tulislah Alqur an..! berkata Zeyd : Demi Allah sungguh
bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung –
gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur
an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat
oleh Rasulullah saw?? , maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal
itu adalah kebaikan, hingga ia pun meyakinkanku sampai Allah
menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan
mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur an . (Shahih
Bukhari hadits No.4402 dan 6768).
Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar
Asshiddiq ra mengakui dengan ucapannya : sampai Allah
menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan
Umar . Hatinya jernih menerima hal yang baru (bid ah hasanah)
yaitu mengumpulkan Alqur an, karena sebelumnya Alqur an belum
dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah – pisah di hafalan
sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll.
Ini adalah Bid ah hasanah, justru mereka berdualah yang
memulainya.
Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan
(menghilangkan) Bid ah Hasanah mengenai semua bid ah adalah
kesesatan. Diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat
subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang
membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami
berkata : Wahai Rasulullah.. seakan akan ini adalah wasiat untuk
perpisahan.., maka beri wasiatlah kami.. maka Rasul saw bersabda
: Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan
dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak Afrika,
sungguh diantara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat
banyak ikhtilaf (perbedaan pendapat), maka berpegang teguhlah pada
sunnahku dan sunnah khulafa urrasyidin yang mereka itu pembawa
petunjuk, gigitlah kuat kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan
untuk kesungguhan), dan hati – hatilah dengan hal – hal yang baru,
sungguh semua yang Bid ah itu adalah kesesatan . (Mustadrak
Alasshahihain hadits No.329).
Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti
sunnah beliau dan sunnah Khulafa urrasyidin, dan sunnah beliau saw
telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak
melanggar syariah. Dan sunnah khulafa urrasyidin adalah anda lihat
sendiri bagaimana Abubakar Asshiddiq ra dan Umar bin Khattab ra
menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang
baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur
an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin
Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw
dan seluruh sahabat Radhiyallahu anhum.
Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini,
khulafa urrasyidin melakukan bid ah hasanah, Abubakar Asshiddiq ra
di masa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur an, lalu
kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya
memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : Inilah
sebaik – baik Bid ah! (Shahih Bukhari hadits No.1906) lalu pula
selesai penulisan Alqur an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra
hingga Alqur an kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy , dan
Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu dan
seluruh sahabat Radhiyallahu anhum.
Demikian pula hal yang dibuat – buat tanpa perintah Rasul saw
adalah 2X adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan di masa
Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, tidak pula
di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bn
Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits
No.873). Seluruh madzhab mengikutinya.
Lalu siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih
mengerti larangan Bid ah? Adakah pendapat mengatakan bahwa keempat
Khulafa urrasyidin ini tak faham makna Bid ah?
TAMBAHAN DALAM HAL BID AH HASANAH
Mengenai ucapan Al Hafidh Al Imam Assyaukaniy, beliau tidak
melarang hal yang baru, namun harus ada sandaran dalil secara
logika atau naqli-nya, maka bila orang yang bicara hal baru itu
punya sandaran logika atau sandaran naqli-nya, maka terimalah,
sebagaimana ucapan beliau :
وهذا الحديث من قواعد الدين لأنه يندرج تحته من الأحكام ما لا يأتي
عليه الحصر وما مصرحه وأدله على إبطال ما فعله الفقهاء من تقسيم
البدع إلى أقسام وتخصيص الردببعضها بلا مخصص من عقل ولا نقل فعليك
إذا سمعت من يقول هذه بدعة حسنة بالقيام في مقام المنع مسندا له بهذه
الكلية وما يشابهها من نحو قوله صلى الله عليه وآله وسلم كل بدعة
ضلالة طالبا لدليل تخصيص تلك البدعة التي وقع النزاع في شأنها بعد
الاتفاق على أنها بدعة فإن جاءك به قبلته وإن كاع كنت قد ألقمته حجرا
واسترحت من المجادلة
Hadits hadits ini merupakan kaidah – kaidah dasar agama karena
mencakup hukum – hukum yang tak terbatas, betapa jelas dan
terangnya dalil ini dalam menjatuhkan perbuatan para fuqaha dalam
pembagian Bid ah kepada berbagai bagian dan mengkhususkan
penolakan pada sebagiannya (penolakan terhadap Bid ah yang baik)
dengan tanpa mengkhususkan (menunjukkan) hujjah dari dalil akal
ataupun dalil tulisan (Alqur an / hadits),
Maka bila kau dengar orang berkata : ini adalah bid ah hasanah ,
dengan kau pada posisi ingin melarangnya, dengan bertopang pada
dalil bahwa keseluruhan Bid ah adalah sesat dan yang semacamnya
sebagaimana sabda Nabi saw semua Bid ah adalah sesat dan (kau)
meminta alasan pengkhususan (secara aqli dan naqli) mengenai hal
Bid ah yang menjadi pertentangan dalam penentuannya (apakah itu
bid ah yang baik atau bid ah yang sesat) setelah ada kesepakatan
bahwa hal itu Bid ah (hal baru), maka bila ia membawa dalilnya
(tentang Bid ah hasanah) yang dikenalkannya maka terimalah, bila
ia tak bisa membawakan dalilnya (secara logika atau ayat dan
hadits) maka sungguh kau telah menaruh batu dimulutnya dan kau
selesai dari perdebatan (Naylul Awthaar Juz 2 hal 69-70).
Jelaslah bahwa ucapan Imam Assyaukaniy menerima Bid ah hasanah
yang disertai dalil Aqli (Aqliy = logika) atau Naqli (Naqli =
dalil Alqur an atau hadits). Bila orang yang mengucapkan pada
sesuatu itu Bid ah hasanah namun ia TIDAK bisa mengemukakan alasan
secara logika (bahwa itu baik dan tidak melanggar syariah), atau
tak ada sandaran naqli-nya (sandaran dalil hadits atau ayat yang
bisa jadi penguat) maka pernyataan tertolak. Bila ia mampu
mengemukakan dalil logikanya, atau dalil Naqli-nya maka terimalah.
Jelas – jelas beliau mengakui Bid ah hasanah.
Berkata Imam Ibn Rajab :
جوامع الكلم التي خص بها النبي صلى الله عليه وسلم نوعان، أحدهما ما
هو في القران قوله تعالى إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي
القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي.قال الحسن لم تترك هذه الاية
خيرا إلا أمرت به ولا شرا إلا نهت عنه والثاني ما هو في كلامه صلى
الله عليه وسلم وهو منتشر موجود في السنن المأثورة عنه صلى الله عليه
وسلم انتهى
Seluruh kalimat yang dikhususkan pada Nabi saw ada 2 macam, yang
pertama adalah Alqur an sebagaimana firman-Nya swt : Sungguh
Allah telah memerintahkan kalian berbuat adil dan kebaikan, dan
menyambung hubungan dengan kaum kerabat, dan melarang kepada
keburukan dan kemungkaran dan kejahatan berkata Alhasan bahwa
ayat ini tidak menyisakan satu kebaikan pun kecuali sudah
diperintahkan melakukannya, dan tiada suatu keburukan pun kecuali
sudah dilarang melakukannya. Maka yang kedua adalah hadits beliau
saw yang tersebar dalam semua riwayat yang teriwayatkan dari
beliau saw. (Jaamiul uluum walhikam Imam Ibn Rajab juz 2 hal 4),
dan kalimat ini dijelaskan dan dicantumkan pula pada Tuhfatul
ahwadziy).
Jelas sudah segala hal yang baik apakah sudah ada dimasa Rasul saw
ataupun belum, sudah diperintahkan dan dibolehkan oleh Allah swt,
apakah itu berupa penjilidan Alqur an, ilmu nahwu, ilmu sharaf,
ilmu mustalahul hadits, maulid, Alqur an digital, dlsb. Dan semua
hal buruk walau belum ada dimasa Nabi saw sudah dilarang Allah
swt, seperti narkotika, ganja, dlsb.
I.1.3 Bid ah Dhalalah
Jelaslah sudah bahwa mereka yang menolak bid ah hasanah inilah
yang termasuk pada golongan Bid ah Dhalalah, dan Bid ah Dhalalah
ini banyak jenisnya, seperti penafian sunnah, penolakan ucapan
sahabat, penolakan pendapat Khulafa urrasyidin. Nah diantaranya
adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar
syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan
dilakukan oleh Khulafa urrasyidin, dan Rasul saw telah jelas
jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf,
berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa urrasyidin.
Bagaimana sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan bid ah
hasanah, bagaimana sunnah khulafa urrasyidin?, mereka melakukan
bid ah hasanah, maka penolakkan atas hal inilah yang merupakan bid
ah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasul saw.
Bila kita menafikan (meniadakan) adanya bid ah hasanah, maka kita
telah menafikan dan membid ahkan kitab Alqur an dan kitab Hadits
yang menjadi panduan ajaran pokok agama Islam karena kedua kitab
tersebut (Alqur an dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah saw
untuk membukukannya dalam satu kitab masing – masing, melainkan
hal itu merupakan ijma^ atau kesepakatan pendapat para Sahabat
Radhiyallahu anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw
wafat.
Buku hadits seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dll. Inipun tak
pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula
Khulafa urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para Tabi in
mulai menulis hadits Rasul saw dan memberikan klasifikasi hukum
hadits menurut para periwayatnya. Begitu pula Ilmu
Musthalahulhadits, Nahwu, Sharaf, dan lain-lain sehingga kita
dapat memahami kedudukan derajat hadits. Ini semua adalah
perbuatan bid ah namun Bid ah Hasanah.
Demikian pula ucapan Radhiyallahu anhu atas Sahabat, tidak
pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat,
walaupun itu disebut dalam Alqur an bahwa mereka para sahabat itu
diridhai Allah, namun tak ada dalam ayat atau hadits Rasul saw
memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya. Namun
karena kecintaan para Tabi in pada Sahabat, maka mereka
menambahinya dengan ucapan tersebut dan seluruh Madzhab
mengikutinya.
Dan ini merupakan Bid ah Hasanah dengan dalil hadits di atas, lalu
muncul pula kini Alqur an yang di kasetkan, di CD kan, program
Alqur an di handphone, Alqur an yang diterjemahkan, ini semua
adalah Bid ah hasanah.
Bid ah yang baik, yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan
muslimin, karena dengan adanya bid ah hasanah di atas, maka
semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Alqur an, untuk selalu
membaca Alqur an, bahkan untuk menghafal Alqur an dan tidak ada
yang memungkirinya.
Sekarang kalau kita menarik mundur ke belakang sejarah Islam, bila
Alqur an tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang
terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?
Alqur an masih bertebaran di tembok – tembok, di kulit onta, di
hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan
muncul beribu – ribu versi Alqur an di zaman sekarang, karena
semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing –
masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Alqur an dan
hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid ah Hasanah, sekarang kita
masih mengenal Alqur an secara utuh dan dengan adanya bid ah
hasanah ini pula kita masih mengenal hadits hadits Rasulullah
saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan abadi. Jelaslah sudah sabda
Rasul saw yang telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui
dengan jelas bahwa hal – hal baru yang berupa kebaikan (Bid ah
Hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang
hal hal baru yang berupa keburukan (Bid ah Dhalalah).
Saudara – saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah
ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan – ucapannya
adalah Mutiara Alqur an, sosok agung Abubakar Asshiddiq ra berkata
mengenai Bid ah hasanah : sampai Allah menjernihkan dadaku dan
aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar . Lalu berkata pula
Zeyd bin Haritsah ra : ..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan
Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?? ,
maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan,
hingga ia pun (Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah
menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan
mereka berdua .
Maka kuhimbau saudara – saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati
yang jernih menerima hal hal baru yang baik adalah hati yang
sehati dengan Abubakar Asshiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra,
hati Zeyd bin Haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang
dijernihkan Allah swt.
Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal
ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak
mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka,
masih menolak bid ah hasanah. Dan Rasul saw sudah mengingatkanmu
bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan
perbuatan khulafa urrasyidin, gigit dengan geraham (yang maksudnya
berpeganglah erat erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka).
Semoga Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga
sehati dan sependapat dengan Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin
Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh
sahabat.. amiin
I.2.1 Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid ah
1. Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah
(Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid ah terbagi 2, yaitu Bid ah Mahmudah
(terpuji) dan Bid ah Madzmumah (tercela), maka yang sejalan dengan
sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah
adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra
mengenai shalat tarawih : inilah sebaik baik bid ah . (Tafsir
Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)
2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam
Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yang berbunyi :
seburuk – buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua bid
ah adalah dhalalah (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid
atin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal hal yang tidak sejalan
dengan Alqur an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat
radhiyallahu anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini
oleh hadits lainnya : Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik
dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang
mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan
barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka
baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya (Shahih Muslim
hadits No.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai
bid ah yang baik dan bid ah yang sesat . (Tafsir Imam Qurtubiy juz
2 hal 87)
3. Hujjatul Islam Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy
rahimahullah (Imam Nawawi)
Penjelasan mengenai hadits : Barangsiapa membuat buat hal baru
yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang
yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan
barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka
baginya dosanya . Hadits ini merupakan anjuran untuk membuat
kebiasaan – kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat
kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian
dari sabda beliau saw : semua yang baru adalah Bid ah, dan semua
yang bid ah adalah sesat , sungguh yang dimaksudkan adalah hal
baru yang buruk dan bid ah yang tercela . (Syarh Annawawi ala
Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)
Dan berkata pula Imam Nawawi : Bahwa Ulama membagi bid ah menjadi
5, yaitu bid ah yang wajib, bid ah yang mandub, bid ah yang mubah,
bid ah yang makruh dan bid ah yang haram.
Bid ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil dalil pada
ucapan ucapan yang menentang kemungkaran. Contoh bid ah yang
mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila
ditinggalkan) adalah membuat buku – buku ilmu syariah, membangun
majelis taklim dan pesantren. Dan Bid ah yang mubah adalah
bermacam macam dari jenis makanan, dan Bid ah makruh dan haram
sudah jelas diketahui. Demikianlah makna pengecualian dan
kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas
jamaah tarawih bahwa inilah sebaik – sebaiknya bid ah . (Syarh
Imam Nawawi ala Shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)
4. Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy
rahimahullah
Mengenai hadits Bid ah Dhalalah ini bermakna Aammun Makhsush ,
(sesuatu yang umum anyg ada pengecualiannya), seperti firman Allah
: yang Menghancurkan segala sesuatu (QS. Al-Ahqaf : 25) dan
kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : Sungguh
telah KU-pastikan ketentuan-KU untuk memenuhi jahannam dengan jin
dan manusia keseluruhannya (QS. Assajdah : 13), dan pada
kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan
bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang
dhalim) atau hadits : aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini
(dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya
Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).
Kemudian bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan
dengan pemahaman para Muhaddits dan para Imam maka mestilah kita
berhati – hati darimanakah ilmu mereka? Berdasarkan apa pemahaman
mereka? atau seorang yang disebut imam padahal ia tak mencapai
derajat Hafidh atau Muhaddits? atau hanya ucapan orang yang tak
punya sanad, hanya menukil menukil hadits dan mentakwilkan
semaunya tanpa memperdulikan fatwa – fatwa para Imam?
(Walillahittaufiq)
sebagai tambahan adalah ketika Rasul saw berdoa : Wahai Allah
limpahilah keberkahan dan kemuliaan pada penduduk Yaman dan
penduduk syam…, maka berkata seorang sahabat : doakan untuk
wilayah Najd wahau Rasulullah … (saw)., maka Rasul saw mengulang
lagi doa beliau saw yg pertama tanpa menyebut Najd, setelah 3x
diminta mendoakan wilayah Najd, maka Rasul saw bersabda : Najd,
disanalah terbitnya guncangan dan tanduk syaitan! (Shahih
Bukhari).
perlu kita ketahui tanah kelahiran Ibn Abdulwahhab (pencetus
wahabisme) adalah di Najd.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a^lam
Forum silahturahmi jama^ah Majelis Rasulullah, klik disini http://
groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah
Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw
No rekening Majelis Rasulullah saw:
Bank Syariah Mandiri
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA
No rek : 061-7121-494
↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓
sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=25122