Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Rahmat dan kesejukan sanubari semoga selalu mengiringi hari hari anda,
saudaraku yg kumuliakan,
kaidah itu berasal dari Ijtihad para Muhaddits, memang kaidah itu benar, namun maksudnya menunggu dalil Aqli atau naqli, sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidh Al Muhaddits Imam Assyaukaniy rahimahullah, bahwa Bid'ah itu tetap bid'ah, selama menantikan dalil Aqli (logika) dan Naqli (Alqur'an dan hadits).
وهذا الحديث من قواعد الدين لأنه يندرج تحته من الأحكام ما لا يأتي عليه الحصر وما مصرحه وأدله على إبطال ما فعله الفقهاء من تقسيم البدع إلى أقسام وتخصيص الردببعضها بلا مخصص من عقل ولا نقل
فعليك إذا سمعت من يقول هذه بدعة حسنة بالقيام في مقام المنع مسندا له بهذه الكلية وما يشابهها من نحو قوله صلى الله عليه وآله وسلم كل بدعة ضلالة طالبا لدليل تخصيص تلك البدعة التي وقع النزاع في شأنها بعد الاتفاق على أنها بدعة فإن جاءك به قبلته وإن كاع كنت قد ألقمته حجرا واسترحت من المجادلة
“hadits hadits ini merupakan kaidah kaidah dasar agama karena mencakup hukum hukum yg tak terbatas, betapa jelas dan terangnya dalil ini dalam menjatuhkan pendapat para fuqaha dalam pembagian Bid’ah kepada berbagai bagian dan mengkhususkan penolakan pada sebagiannya (Bid;ah yg baik) dengan tanpa mengkhususkan (menunjukkan) hujjah dari dalil Aqliy (logika) ataupun dalil Naqliy (Alqur’an/hadits),
maka bila kau dengar orang berkata : “ini adalah Bid’ah hasanah”, dg kau mengambil posisi mengingkarinya dg bertopang pada dalil bahwa keseluruhan Bid;ah adalah sesat dan yg semacamnya sebagaimana sabda Nabi saw : “semua Bid’ah adalah sesat” dan (kau) meminta dalil pengkhususan (secara logika atau dalil Alqur’an dan hadits) mengenai hal Bid’ah yg menjadi pertentangan dalam penentuannya (apakah itu bid;ah yg baik atau bid’ah yg sesat) setelah ada kesepakatan bahwa hal itu Bid;ah (hal baru), maka bila ia membawa dalil tentang Bid’ah hasanah yg dikenalkannya maka terimalah, bila ia tak bisa membawakan dalilnya (secara akal logika atau nash Alqur’an dan hadits) maka sungguh kau telah menaruh batu dimulutnya dan kau selesai dari perdebatan” (Naylul Awthaar Juz 2 hal 69-70).
Jelaslah bahwa ucapan Imam Asyaukaniy menerima hal yg baru yg disertai dalil Aqli (Aqliy = logika) atau Naqli (Naqli = dalil Alqur’an atau hadits), bila orang yg mengucapkan pada sesuatu itu Bid’ah hasanah namun ia tak bisa mengemukakan alasan secara logika, atau tak ada sandaran Naqli nya maka pernyataan tertolak, bila ia mampu mengemukakan dalil logikanya, atau dalil Naqli nya maka terimalah.
contohnya hal ibadah baru yg sesuai logika adalah Tahlil, Maulid, hal ini ibadah baru, namun tak bertentangan dg syariah, yg pada hakikatnya bukan ibadah baru, tapi ibadah2 yg sudah ada dikumpulkan dan dirangkum.
sebagaimana kejadian bahwa dizaman rasul saw ada seorang Imam yg mengada adakan hal baru, ia membaca surat Al Ikhlas setiap rakaat sebelum membaca surat lain,
jadi ia setelah fatihah, memmbaca Al Ikhlas, lalu baru membaca surat lain, demikian dalam setiap kali menjadi imam,
makmumnya protes, kenapa menjadikan al ikhlas wajib?, menambahi kebiasaan dalam shalat yg tak pernah diajarkan oleh Rasul saw?,
ketika ditanya oleh Rasul saw akan hal itu maka ia menajwab : karena aku mencintai surat al ikhlas wahai Rasulullah..,
maka Rasul saw berkata : "cintamu pada surat itu akan membuatmu masuk sorga".(shahih Bukhari).
menunjukkan bahwa rasul saw menghargai perbuatan yg dibuat buat tanpa menunggu sunnah beliau saw, bahkan Rasul saw memujinya, padahal tanpa dalil, hanya dalil logika, bahwa ia cinta pada surat tsb.
hal itu diterima oleh rasul saw, demikian pula Tahlil, Maulid dlsb.
demikian saudaraku yg kumuliakan,
wallahu a'lam