MERAYAKAN MAULIDUR RASUL SAAW

0

NURYADIN MERAYAKAN MAULIDUR RASUL SAAW – 2007/05/03 21:23 Sebagian dari
kaum penyebar syubhat telah menyebut perayaan Maulidur Rasul saaw
sebagai perbuatan bid ah dholalah. Banyak sudah argumen yang
mereka kemukakan. Namun semua argumen itu tidaklah berdasar pada
dalil-dalil yang dapat dibenarkan kecuali oleh orang-orang yang
mudah ditipu. Pada tulisan kali ini, kami mencoba mengemukakan
beberapa argumen untuk menunjukkan betapa perayaan Maulidur Rasul
itu adalah suatu hal yang mulia.

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan
itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Yunus: 85)

Merayakan Maulid itu agak berbeda dengan merayakan Natal. Umat
Kristiani merayakan Natal adalah dalam rangka menyembah dan
mengkultuskan Yesus yang mereka yakini lahir pada tanggal 25
Desember. Dan mereka menjadikan tanggal 25 Desember itu sebagai
hari khusus dalam merayakan kelahiran Yesus. Walau pun sebagian
sarjana Alkitab telah menyatakan bahwa Yesus tidaklah lahir pada
tanggal 25 Desember di musim dingin, melainkan pada bulan Ilul di
musim semi atau musim kering. Bahkan mereka menjelaskan bahwa
tanggal 25 Desember itu sebenarnya adalah perayaan orang Romawi
untuk merayakan hari lahir dari dewa Sol Invictus.

Merayakan Maulid juga agak berbeda dengan merayakan Asyura dimana
kita berpuasa sunnah pada tanggal 10 Muharram dalam rangka
bersyukur dan taqarrub kepada Allah.

Merayakan Maulidur Rasul tidak hanya terpaku pada hari lahirnya
Sang Cahaya (QS. Al-Maidah: 15). Maulidur Rasul dilakukan juga
dalam rangka mengenang riwayat hidup Sang Juru Syafaat. Adalah
benar bahwa Rasulullah saaw lahir pada hari Senin tanggal 12
Rabiul Awwal di tahun Gajah. Namun tidak seperti perayaan lain
yang terpaku pada satu hari tertentu, perayaan Maulidur Rasul saaw
dapat dilakukan setiap hari. Tidak hanya pada tanggal 12 Rabiul
Awwal, tidak hanya di bulan Rabiul Awwal, tidak hanya di hari
Senin. Bahkan setiap hari di sepanjang tahun, kita dapat merayakan
Maulidur Rasul. Karena sudah semestinyalah bagi kita ummat Islam
untuk bergembira setiap saat atas karunia Allah berupa lahirnya
sang pembawa Syari atul Muthohharoh. Maka perayaan Maulidur Rasul
ini tidak bisa disamakan dengan perayaan Natal atau pun Milad
Partai yang terpaku pada satu hari tertentu.

KEISTIMEWAAN 12 RABIUL AWAL

Walau perayaan Maulid tidak terpaku pada tanggal 12 Rabiul Awwal,
namun tanggal 12 Rabiul Awwal tetaplah hari yang istimewa bagi
para pecinta Rasul saaw dan Shahabat beliau radhiyallahu anhum.
Karena pada tanggal 12 Rabiul Awwal itulah Sang Kekasih lahir ke
dunia ini. Itulah tonggak sejarah baru dalam kehidupan manusia
menuju Al-Haqq. Pada hari itu telah tumbang segala simbol
kemusyrikan. Pada hari itu, api biara Majusi telah dipadamkan,
jatuhlah mahkota Kisra Persia, dan Makkah diterangi cahaya
gemilang.

Hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal juga merupakan hari tibanya
Rasulullah di Madinah. Pada hari itu, datanglah Sang Bulan Purnama
dari celah-celah bukit. Maka bersyukurlah kita atas hijrahnya
Rasulullah saaw dan atas selamatnya beliau tiba di Madinah.
Tibanya Rasulullah di Madinah adalah fase kebangkitan selanjutnya
dari da wah ilallah. Itulah sebabnya kaum Anshor menyambut
kedatangan beliau sambil berdiri dan menabuh rebana. Mereka
melantunkan syair yang begitu indah, “Thola al badru alayna min
tsaniyatil wada . Wajabasy syukru alayna ma da a lillahi da .”

Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal pula Rasulullah saaw
wafat. Pada hari itu, ummat Islam mengalami kegoncangan yang
dahsyat. Lalu muncullah Ad-Da i ilallah, Sayyidina Abu Bakar, yang
membangkitkan kembali semangat kaum Muslimin dengan pidatonya yang
terkenal. Pada hari itulah peristiwa agung lainnya terjadi, yaitu
kebangkitan semangat Muslimin setelah diterpa ujian besar.

Maka wajarlah jika tanggal 12 Rabiul Awwal dijadikan salah satu
hari istimewa bagi kaum Muslimin. Namun untuk merayakan Maulidur
Rasul sebagai rasa gembira kita atas karunia besar tersebut, kita
tidak mesti hanya merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awwal.
Bahkan sepatutnya kita bergembira dan merayakan Maulidur Rasul
pada setiap hari di sepanjang tahun.

RASUL PUN MERAYAKAN MAULID

Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah berkata : Telah
jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw
berakikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
(Ahaditsulmukhtarah hadits no.1832 dengan sanad shahih dan Sunan
Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa
telah berakikah untuknya kakeknya Abdulmuththalib saat usia beliau
saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka
jelaslah bahwa akikah beliau saw yang kedua atas dirinya adalah
sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah
membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil^aalamiin dan membawa
Syariah untuk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan
mengumpulkan teman-teman dan saudara-saudara, menjamu dengan
makanan-makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan kebahagiaan. Bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah
buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama :
“Husnul-Maqashid fii ^Amalil-Maulid”.

Rasul pun pernah ditanya tentang puasa di hari Senin. Maka beliau
menjawab bahwa pada hari itulah beliau saaw dilahirkan. Maka
dengan alasan itu pula kita berpuasa di hari Senin. Dan dengan
alasan itu pula dibolehkan bagi kita untuk beribadah kepada Allah
dalam rangka bersyukur atas lahirnya Rasulullah saaw. Maka boleh
bagi kita untuk membesarkan hari lahir beliau saaw dengan ibadah
apa saja, tidak hanya dengan puasa, tetapi dengan ibadah yang
lainnya pun boleh.

SHAHABAT PUN BERMAULID

Dalam kitab-kitab maulid atau rawi, kita dapat menjumpai
kalimat-kalimat pujian atas Rasulullah saaw yang sebenarnya
dikutip dari Al-Qur`an, hadits, atau pun perkataan para shahabat.

Paman Nabi, Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib pernah berkata:
Wahai Nabi, engkau adalah cahaya Allah SWT yang diletakkan pada
sulbi Nabi Adam as, sehingga ketika Nabi Adam as turun ke muka
bumi ini, engkau ikut turun ke muka bumi bersama Nabi Adam as.
Lalu nabi Adam as melahirkan anaknya, dan anaknya melahirkan
keturunan, sehingga engkau bersama Nabi Nuh as ketika banjir besar
melanda kaumnya, sehingga engkau berada di sulbi para laki-laki
mulya yang menikahi wanita-wanita suci, sehingga engkau dilahirkan
oleh ibumu dengan cahaya yang terang benderang, dan sungguh hingga
kini kami masih dalam naungan cahayamu.

Kalimat-kalimat pujian di atas itu akan kita dapati di dalam
kitab-kitab maulid seperti dalam kitab maulid Ad-Diba i. Dalam
kitab itu dijelaskan bahwa Sayyidina Abdullah bin Abbas ra
meriwayatkan bahwa Nabi saaw bersabda: Sesungguhnya ada seorang
Quraisy yang saat itu masih berwujud nur di hadapan Allah 2000
tahun sebelum penciptaan Nabi Adam as. Nur itu selalu bertasbih
kepada Allah. Dan bersamaan dengan tasbihnya itu bertasbih pula
para malaikat mengikutinya. Ketika Allah akan menciptakan Adam,
nur itu pun diletakkan pada tanah liat asal kejadian Adam. Lalu
Allah menurunkan nur itu ke muka bumi melalui punggung Nabi Adam.
Dan Allah membawaku ke dalam kapal dalam tulang sulbi Nabi Nuh as,
dan menjadikan aku dalam tulang sulbi Nabi Ibrahim Al-Khalil,
ketika ia dilemparkan ke dalam api. Tak henti-hentinya Allah
memindahkan aku dari rangkaian tulang sulbi yang suci, kepada
rahim yang suci dan megah. Hingga akhirnya Allah melahirkan aku
melalui kedua orangtuaku yang sama sekali tidak pernah berbuat
serong.
(Jika kita melihat silsilah Yesus dalam Alkitab, tentu kita akan
tercengang oleh moyang Yesus yang pernah berbuat serong, yaitu
Yehuda dan Tamar.)

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa para shahabat pun terkadang
berkumpul bersama Nabi saaw, dan mereka membacakan syair-syair
pujian di hadapan Nabi saaw dan beliau saaw tidak melarang mereka,
bahkan Rasulullah saaw mendoakan mereka sebagai tanda keridhoan
beliau saaw atas perkataan mereka yang sesungguhnya tidak
menyimpang dari Syari atul Muthohharoh.

Bukan Muhammad namanya jika tidak boleh dipuji. Beliau dinamakan
Muhammad, karena beliau memang pantas dipuji. Ketika kita memuji
beliau saaw, sesungguhnya kita telah memuji Pencipta beliau. Jika
Anda telah memuji istri dan anak Anda dengan cahaya mata ,
mengapa Anda enggan memuji Muhammad Rasulullah? Jika Anda telah
memuji kecantikan isteri Anda, mengapa Anda tidak memuji keluhuran
Muhammad Rasulullah saaw? Jika Anda mengagungkan Ka bah sebagai
qiblat Anda, mengapa Anda tidak mengagungkan Muhammad Rasulullah?
Memuji dan mengagungkan Rasulullah bukanlah suatu bentuk
penyembahan kepada beliau, sebagaimana ketika kita shalat
menghadap Ka bah bukanlah suatu bentuk penyembahan kepada Ka bah.

Jika Anda beri tiqad bahwa memuji dan mengagungkan Rasulullah itu
syirik, maka jangan lagi Anda shalat menghadap Ka bah, toh kemana
pun Anda menghadap, disitu Anda dapati Wajah Allah. Dan jangan
lagi Anda mencium Hajar Aswad. Jangan lagi Anda bersa i antara
Shofa dan Marwah. Jangan lagi Anda berthawaf mengelilingi Ka bah.
Karena berdasarkan i tiqad tersebut, semua itu adalah merupakan
penyembahan kepada Ka bah, Hajar Aswad, Shofa, dan Marwah.

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah.
Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-
`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara
keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan
lagi Maha Mengetahui. [QS. Al-Baqarah: 158]

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan
apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik
baginya di sisi Tuhannya. [QS. Al-Hajj: 30]

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan
syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan
hati. [QS. Al-Hajj: 32]

Adakah sesuatu yang lebih terhormat dari Muhammad Rasulullah saaw
di sisi Allah? Siapakah yang namanya berdampingan dengan Nama
Allah di pintu surga? Siapakah nama yang disebut Nabi Adam as
untuk bertawassul ketika beliau melakukan suatu kesalahan? Tidak
layakkah Muhammad Rasulullah saaw untuk diagungkan oleh
orang-orang yang bertaqwa? Tidak ada makhluq yang lebih layak
untuk diagungkan daripada Muhammad Rasulullah saaw. Kerena beliau
saaw adalah makhluq paling terhormat di sisi Allah.

Dari Umar ra. Ia berkata: Rasulullah SAAW bersabda, Tatkala Adam
melakukan kesalahan, dia berkata: Wahai Rabbku, aku memohon
kepada-Mu dengan haq Muhammad akan dosa-dosaku, agar Engkau
mengampuniku. Lalu Allah berfirman: Wahai Adam, bagaimana kamu
mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya (sebagai
manusia) ? Adam menjawab: Wahai Rabbku, tatkala Engkau
menciptakanku dengan Tangan-Mu dan meniupkan ruh-Mu ke dalam
diriku, maka Engkau Mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas
kaki-kaki arsy tertulis Laa Ilaaha illallaah Muhammadur
Rasuulullaah sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke
dalam Nama-Mu kecuali makhluq yang paling Engkau cintai. Lalu
Allah Berfirman: Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad
adalah makhluq yang paling Aku cintai, berdoalah kepadaku dengan
haq dia, maka sungguh Aku Mengampunimu. Sekiranya tidak ada
Muhammad, maka Aku tidak menciptakanmu. [HR. Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak juz 2 halaman 615, dan beliau mengatakan shahih. Juga
Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Ibnu Taimiyah mengutipnya
dalam kitab Al-Fatwa juz 2 halaman 150, dan beliau menggunakannya
sebagai tafsir/penjelasan bagi hadits-hadits yang shahih]

Pembacaan rawi dalam perayaan-perayaan maulid bukanlah suatu
perkara bid ah, karena sebenarnya hal itu juga telah dilakukan
para shahabat di hadapan Rasulullah saaw. Begitu juga dengan
berdiri ketika “Asyroqol” atau pun “Thola al”, itu bukanlah suatu
bid ah. Karena kita hanya meniru-niru shahabat. Dengan demikian,
kita bisa merasakan apa yang dirasakan shahabat pada saat itu,
yaitu kegembiraan yang hanya bisa dirasakan dan sulit untuk
diungkapkan dengan kata-kata. Dengan meniru tindakan para shahabat
tersebut, kita merasa bahwa jiwa kita menyatu dengan jiwa mereka,
atau jiwa kita seakan kembali ke masa ketika Rasulullah saaw tiba
di Madinatun Nabi pada tanggal 12 Rabi ul Awwal. Pembacaan Maulid/
Rawi dan segala kaifiatnya itu bagaikan pertunjukkan drama dimana
kita berperan sebagai para shahabat yang sedang menyambut kekasih
mereka saaw; bagaikan napak tilas kehidupan para shahabat ketika
mereka hidup berdampingan dengan sang kekasih saaw. Kita memang
tidak hidup sezaman dengan Rasulullah saaw, tetapi kita dapat
merasakan bahwa Rasulullah saaw selalu mendampingi kehidupan kita.
Spirit seperti inilah yang dicoba untuk dibangkitkan oleh ulama,
yaitu kehidupan ummat yang selalu merasakan kehadiran Rasulullah
saaw. Spirit yang timbul dari pancaran jiwa Muhammad Rasulullah
saaw. Rasa seperti ini tidak dapat dipahami, kecuali oleh mereka
yang selalu merindukan pertemuan dengan kekasih mereka, Muhammad
Rasulullah saaw.

PARA HAFIZH PUN BERMAULID

Hafizh adalah sebutan bagi orang yang telah menghafal setidaknya
seratus ribu hadits berikut sanadnya. Dan tentunya mereka telah
lebih dahulu menghafal Al-Qur`an. Kitab-kitab maulid yang dibaca
dalam perayaan maulid pada umumnya adalah kitab-kitab yang
dikarang oleh para hafizh. Tentunya mereka menyusun kitab maulid
berdasarkan ilmu mereka yang bagaikan samudera bila dibandingkan
dengan ilmu kita yang hanya setetes saja. Rawi yang mereka
tuliskan adalah berdasarkan hadits-hadits shahih yang mereka
ketahui sanadnya. Maka tidak sepantasnya jika kita menyebut
pembacaan kitab maulid/rawi itu sebagai perkara bid ah.

Diantara ulama ahli sunnah wal jama ah yang menyetujui perayaan
maulid adalah:
1. Imam Al Hafizh Ibn Hajar Al Atsqalaniy rahimahullah.
2. Imam Al Hafizh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah.
3. Imam Al Hafizh Abu Syaamah rahimahullah.
4. Imamul Qurra^ Al-Hafizh Syamsuddin Aljazriy.
5. Imam Al Hafizh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy pengarang
beberapa kitab maulid : Jaami^ al astar fi maulid nabi al mukhtar
3 jilid, Al lafaz arra^iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud
asshadi fi maulid al hadi.
6. Imam Al Hafizh Assakhawiy.
7. Imam Al Hafizh Ibn Abidin rahimahullah.
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah pengarangan kitab
maulid “Al Aruus”
9. Imam Al Hafizh Al Qasthalaniy rahimahullah.
10. Imam Al Hafizh Al Muhaddis Abul-Khattab Umar bin Ali bin
Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dihyah, pengarangan kitab maulid
“Attanwir fi maulid basyir an nadzir”.
11. Imam al Hafizh Ibn Katsir pengarang kitab maulid yang dikenal
dengan kitab maulid ibn Katsir.
12. Imam Al Hafizh Al ^Iraqy pengarang kitab maulid “Maurid al
hana fi maulid assana”
13. Imam Assyakhawiy pengarang kitab maulid Al Fajr al Ulwi fi
maulid an Nabawi.
14. Al Allamah al Faqih Ali Zainal Abidin As Syamhudi pengarang
kitab maulid Al Mawarid al Haniah fi maulid Khairil Bariyyah
17. Al Imam Hafizh Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As
Syaibaniy yang terkenal dengan ibn Diba^ pengarang kitab maulid
Ad-Diba^i
18. Imam ibn Hajar al Haitsami pengarang kitab maulid Itmam
an-Ni^mah alal Alam bi Maulid Sayid Waladu Adam.
19. Imam Ibrahim Baajuri.
20. Al Allamah Ali Al Qari^ pengarang kitab maulid Maurud ar-Rowi
fi Maulid Nabawi.
21. Al Allamah al Muhaddits Ja^far bin Hasan Al Barzanji pengarang
kitab maulid yang terkenal dengan kitab maulid Barzanji.
23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Ja far al Kattani dengan
maulid Al Yaman wal Is^ad bi Maulid Khair al-Ibad.

Mereka semua adalah ulama-ulama ahli sunnah wal jama ah yang dapat
dipercaya keilmuwannya. Mereka adalah pemelihara Al-Qur`an dan
Hadits-Hadits Rasulullah saaw. Sedangkan mereka yang menentang
perayaan maulid, sudah berapa hadits yang mereka hafal? Dari
hadits-hadits yang mereka hafal, berapa hadits yang sanadnya
bersambung dari guru mereka hingga kepada Rasulullah saaw? Mungkin
tidak satu pun hadits yang mereka hafal itu memiliki sanad yang
bersambung dari guru mereka hingga kepada Rasulullah saaw. Paling
mereka menghafal hadits itu dari Kitab-Kitab Hadits yang beredar
sekarang, dimana mereka hanya tahu bahwa hadits itu mereka dapat
dari Imamul Bukhori dari Shahabat dari Rasulullah saaw. Sedangkan
para ulama yang menyetujui perayaan maulid ini, mereka menghafal
sekian ratus ribu hadits berikut sanadnya, dimana mereka mendapat
hadits-hadits itu dari guru mereka dari gurunya dari gurunya,
terus begitu hingga dari tabi it tabi in dari tabi in dari
shahabat dari Rasulullah saaw. Lalu pendapat siapakah yang lebih
pantas diikuti? Pendapat para ulama yang luas ilmunya, ataukah
pendapat para penebar syubhat yang dangkal ilmunya dan picik cara
berfikirnya?

↓ =ARSIP-nickname=topick=date→importby:carauntuk.com→for-educational-purpose= ↓

sumber
http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=3922

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments